Cari Blog Ini

Laman

Senin, 16 Agustus 2010


HUT Kemerdekaan RI Ke-63 : Kutipan Putra Sang Fajar (Bung Karno)Untuk Negeri
Tak terasa 65 tahun negara kita merdeka. Banyak jalan berliku yang telah dilalui. Janganlah sampai kita tak berbuat apa-apa karena,
“Firman Tuhan inilah Gitaku, firman tuhan inilah yang harus jadi gitamu : Innalloha la yugoiyiru ma biqaumin hatta yugoiyiru ma bi anfusihim”, “Tuhan tidak merobah nasib suatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” (Pidato Ir.soekarno pada HUT Proklamasi 1966) dan tak pernah berpikir terhadap bangsa kita karena,
“…alangkah beruntungnya penguasa bila rakyatnya tidak bisa berpikir, aku tidak perlu berpikir karena aku adalah pegawai pemerintah”(Adolf Hitler, pemimpin NAZI).
Presiden Amerika Serikat ke-31, Herbert Hoover pernah berkata, “Berbahagialah generasi muda, karena kalianlah yang akan mewarisi hutang bangsa”,kata-kata tersebut jangan kita biarkan begitu saja dan kita tak berbuat apa-apa. Sebagai pemuda kita harus berperan dalam kemajuan bangsa.
“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda yang cinta tanah air niscaya akan ku guncangkan dunia” (Ir.Soekarno).
Dari kata tersebut dapat kita artikan bahwa pemuda memiliki andil yang berpengaruh dalam perkembangan bangsa.
Apakah kelemahan negara kita yang selama 65 tahun kita merdeka tak pernah merasakan dan mencicipi 100% manisnya kemerdekaan? Jawabannya adalah,
“…kelemahan negara kita ialah, kita kurang percaya diri sebagai bangsa sehingga kita menjadi negara penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain padahal kita ini asalnya adalah rakyat gotong royong…”(Pidato Ir.soekarno pada HUT Proklamasi 1966). Kemudian daripada itu,
“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka”(Pidato Ir.soekarno pada HUT Proklamasi 1963).
Janganlah kita sebagai pemuda tak pernah berpikir, yang hanya mendengar dan mengikuti, karena bahwasannya, “Apabila dua orang atau lebih selalu sepakat dalam segala hal, berarti Cuma satu orang yang berpikir”(Lyndon B.Johnson, Presiden AS ke-36).
Dan janganlah pula kita takut untuk berbuat kebaikan terhadap negara kita karena, “Apabila dalam diri seseorang masih memiliki rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan untuk orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan”(Ir.Soekarno).
Teruslah bersemangat seperti apa yang Bung Karno katakan, “Aku lebih suka lukisan samudera yang bergelombangnya memukul, menggebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem tentrem,”kadyo siniram wayu sewindu lawase”( Pidato Ir.soekarno pada HUT Proklamasi 1964),
Dan teruslah berjuang karena, “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali…”(Pidato Ir.soekarno pada HUT Proklamasi 1949*).
*kutipan tersebut masih sama dan belum berakhir antara tahun 1949 dengan tahun 2010
Sumber : kutipan berasal dari berbagi sumber
Kutipan penulis : “Penulis yang masih muda, meniru. Penulis yang sudah berpengalaman mencuri ide”
http://www.dnr69.blogspot.com

Jumat, 06 Agustus 2010

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta

Konsili Vatikan

I. PENGANTAR
Secara apriori mengasosiasikan Qur-an dengan Sains, adalah mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara Qur-an dan Sains. Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab suci dengan pemikiran-pemikiran yang tak ada hubungannya seperti ilmu pengetahuan, merupakan hal yang paradoks bagi kebanyakan orang pada zaman ini? Sesungguhnya sekarang para ahli Sains yang kebanyakannya terpengaruh oleh teori materialis, menunjukkan sikap acuh tak acuh bahkan sifat merendahkan terhadap soal-soal agama, karena mereka memandangnya sebagai hal yang didasarkan atas legenda. Selain daripada itu, di negeri Barat (negeri pengarang, dan kalangan orang-orang yang terpelajar menurut sistem Barat), jika seseorang berbicara tentang Sains dan agama, kata agama itu difahami sebagai agama Yahudi dan Kristen tetapi tak ada orang yang memasukkan Islam dalam kata agama itu. Tentang Islam, orang Barat mempunyai gambaran yang salah dan karena itu mereka juga menunjukkan penilaian yang salah, sehingga sampai hari ini sangat susah bagi mereka untuk mendapatkan gambaran yang tepat dan sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Sebagai pengantar untuk konfrontasi antara Wahyu Islam dan Sains, adalah sangat perlu untuk memberikan suatu tinjauan tentang agama yang sangat tidak dikenal di negeri kita (Europa, Perancis).
Penilaian yang salah terhadap Islam di Barat adalah akibat kebodohan atau akibat sikap meremehkan dan mencemoohkan yang dilakukan secara sistematis. Akan tetapi di antara kekeliruan-kekeliruan yang tersiar, yang paling berbahaya adalah kekeliruan-kekeliruan atau pemalsuan fakta; jika kekeliruan penilaian dapat dimaafkan, maka penyajian fakta yang bertentangan dengan fakta yang sebenarnya, tidak dapat dimaafkan. Adalah menyedihkan jika kita membaca kebohongan-kebohongan besar dalam buku-buku yang serius yang ditulis oleh pengarang-pengarang yang mestinya sangat ahli. Umpamanya kita baca dalam Encyclopedia Universalis, jilid VI, artikel : Evangile (Injil), suatu isyarat kepada perbedaan antara Injil dan Qur-an. Pengarang artikel tersebut menulis : "Pengarang-pengarang Injil tidak mengaku-aku, seperti Qur-an, menyampaikan otobiografi (riwayat hidup diri sendiri) yang didiktekan oleh Tuhan kepada Rasulnya secara ajaib." Begitulah kata penulis itu, padahal Qur-an bukan otobiografi. Qur-an adalah tuntunan dan nasehat. Terjemahan Qur-an yang paling jelek juga dapat mengungkapkan kenyataan ini kepada pengarang artikel tersebut. Pernyataan tersebut di atas, yakni bahwa Qur-an itu otobiografi sama besar kesalahannya dengan orang yang mengatakan bahwa Injil itu adalah riwayat hidup pengarangnya.Yang bertanggung jawab tentang pemalsuan terhadap idea Qur-an itu adalah seorang guru besar di Fakultas teologi Yesuite di kota Lion (Perancis selatan); tersiarnya kekeliruan semacam ini telah membantu memberi gambaran yang salah tentang Qur-an dan Islam.
Walaupun begitu tetap ada harapan untuk memperbaiki keadaan, karena sekarang agama-agama tidak hidup sendiri-sendiri; banyak agama yang mencari perkenalan dan pemahaman timbal balik. Kita terharu dengan fakta bahwa pada eselon tertinggi orang-orang Katolik berusaha untuk memelihara hubungan dengan umat Islam, serta menghilangkan kesalahfahaman dan mengoreksi gambaran-gambaran yang keliru tentang Islam.
Saya telah menyebutkan perubahan besar yang terjadi pada tahun-tahun yang terakhir ini dan menyebutkan pula suatu dokumen yang dikeluarkan oleh Sekretariat Vatikan untuk orang-orang bukan Kristen. Dokumen tersebut berjudul : Orientasi untuk dialog antara umat Kristen dan umat Islam, dokumen itu sangat berarti karena sikap-sikap baru terhadap Islam. Dalam cetakan ketiga (1970) kita dapatkan ajakan untuk "meninjau kembali sikap-sikap kita terhadap Islam, dan mengkritik purbasangka kita" kita dapatkan pula kata-kata seperti "kita harus bekerja keras lebih dahulu untuk merubah cara berfikir saudara-saudara umat Kristen, secara bertahap; ini adalah yang paling penting," "kita harus meninggalkan gambaran gambaran kuno yang kita warisi dari masa lampau atau gambaran-gambaran yang dirubah oleh prasangka dan fitnahan," "kita harus mengakui ketidak adilan yang dilakukan oleh Barat yang beragama Kristen terhadap umat Islam." Dokumen Vatikan yang terdiri dari 150 halaman itu menolak pandangan-pandangan kuno umat Kristen terhadap Islam dan menerangkan hal-hal yang sebenarnya .
Di bawah judul: "membebaskan diri kita daripada prasangka-prasangka yang sangat mashur," para penulis dokumen tersebut mengajak umat Kristen sebagai berikut: "Di sini kita harus melakukan pembersihan yang mantap dalam cara berfikir kita. Secara khusus kami pikirkan penilaian tertentu yang "sudah jadi" yang sering dilakukan orang secara sembrono terhadap Islam. Adalah sangat penting untuk tidak menghidup-hidupkan dalam hati sanubari kita, pandangan-pandangan yang dangkal dan arbitrer yang tidak dikenal oleh orang Islam yang jujur.
Salah satu daripada pandangan arbitrer yang sangat penting untuk diberantas adalah pandangan yang mendorong untuk memakai kata "Allah" secara sistematis untuk menunjukkan Tuhannya umat Islam, seakan-akan Tuhannya umat Islam itu bukan Tuhannya umat Kristen.
Allah dalam bahasa Arab berarti Tuhan, Tuhan yang maha Esa, maha Tunggal. Oleh karena itu untuk menterjemahkannya dalam bahasa Perancis kita harus rnemakai kata "Dieu," dan tidak cukup hanya mengambil alih kata arab ("Allah") karena kata ini tak dimengerti orang Perancis. Bagi umat Islam, Allah itu juga Tuhannya Nabi Musa dan Tuhannya Yesus."
Dokumen Sekretariat Vatikan bagi umat bukan Kristen menekankan hal yang fundamental ini sebagai berikut:
"Adalah tak berguna untuk mengikuti pendapat beberapa orang Barat bahwa Allah itu sesungguhnya bukan Tuhan! Teks-teks yang dihasilkan oleh Konsili telah membenarkan kata-kata di atas. Orang tidak akan dapat meringkaskan kepercayaan Islam tentang Tuhan, secara lebih baik dari kata-kata Lumen Gentium (cahaya bagi manusia ) bagian dari Dokumen Konsili Vatikan II (1962-1965) yang berbunyi: "Orang-orang Islam yang mengikuti aqidah Nabi Ibrahim menyembah bersama kita kepada Tuhan yang Tunggal, yang maha penyayang, yang akan mengadili manusia pada hari akhir."
Semenjak itu orang mengerti mengapa orang Islam melakukan protes terhadap kebiasaan orang Barat memakai kata 'Allah' untuk Tuhan. Orang-orang Islam yang terpelajar memuji terjemahan Qur-an oleh D. Masson yang memakai kata "Dieu" (Tuhan) dan tidak memakai kata "Allah."
Orang Islam dan orang Kristen menyembah Tuhan yang maha Tunggal.
Kemudian Dokumen Vatikan mengkritik penilaian-penilaian lain yang salah terhadap Islam.
"Fatalisme" Islam, suatu prasangka yang tersiar luas, dibahas dengan mengutip beberapa ayat Qur-an. Dokumen Vatikan tersebut menunjukkan hal-hal yang sebalik Fatalisme, yakni bahwa manusia itu akan diadili menurut tindakannya di Dunia.
Dokumen Vatikan tersebut juga menunjukkan bahwa konsep yuridisme atau legalisme dalam Islam itu salah, yang benar adalah sebaliknya, yakni kesungguhan dalam Iman. Dibawakannya pula dua ayat yang sangat tidak dikenal orang di Barat. Ayat pertama: "Tak ada paksaan dalam agama" (Surat 2 ayat 256). Ayat kedua: "Dan Tuhan tidak menjadikan dalam agama sesuatu hal yang memaksa." (Surat 22 ayat 78)
Dokumen Vatikan tersebut juga menentang ide yang tersiar luas bahwa Islam itu adalah agama "rasa takut," dan menjelaskan bahwa Islam adalah agama cinta, cinta kepada orang-orang yang dekat, cinta yang berakar dalam Iman kepada Allah. Dokumen Vatikan tersebut juga menolak anggapan bahwa tak ada "moral Islam," serta anggapan yang dianut oleh orang Yahudi dan orang Kristen bahwa Islam itu adalah agama fanatisme. Dalam hal ini Dokumen tersebut mengatakan: "Sesungguhnya, Islam dalam sejarahnya tidak pernah lebih fanatik daripada kota-kota suci Kristen ketika kepercayaan Kristen bercampur dengan nilai politik." Di sini para pengarang Dokumen Vatikan menyantumkan ayat-ayat Qur-an yang diterjemahkan oleh orang Barat sebagai "Perang Suci."
"Perang suci yang dimaksudkan, dalam bahasa Arabnya adalah: Al Jihad fi sabililah, usaha keras untuk menyiarkan agama Islam dan mempertahankannya terhadap orang-orang yang melakukan agressi." Dokumen Vatikan meneruskan keterangannya: "Al Jihad bukan "kherem" yang tersebut dalam Injil. Jihad tidak bermaksud untuk memusnahkan orang lain, akan tetapi untuk menyiarkan hak-hak Tuhan dan hak-hak manusia di negeri-negeri baru."
Kekerasan yang timbul dalam Jihad adalah gejala-gejala yang mengikuti hukum perang. Pada waktu peperangan Salib bukanlah orang- Islam yang selalu melakukan pembantaian besar-besaran.
Dokumen Vatikan akhirnya membicarakan purbasangka bahwa Islam itu adalah agama beku yang mengungkung para pengkutnya dalam Abad Pertengahan yang sudah lampau dan menjadikan mereka tidak sanggup untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan tehnik pada zaman modern. Dokumen tersebut menyebutkan perbandingan dengan situasi-situasi serupa yang terdapat di negara-negara Kristen dan menyatakan "Kami menemukan dalam perkembangan tradisional pemikiran Islam suatu prinsip evolusi yang dapat menjadi pedoman untuk masyarakat beradab."
Bahwa Vatikan mempertahankan Islam, saya yakin, akan mengherankan pengikut-pengikut agama masa kini, baik ia orang Yahudi, orang Kristen atau orang lslam. Gejala tersebut merupakan manifestasi kesungguhan dan pikiran yang terbuka yang bertentangan sama sekali dengan sikap-sikap di masa dahulu. Tetapi sayang, sangat sedikit sekali orang-orang Barat yang mengetahui pergantian sikap yang diambil oleh eselon tertinggi daripada Gereja Katolik.
Setelah kita mengetahui hal tersebut di atas kita tidak begitu heran untuk mendengarkan langkah-langkah konkrit selanjutnya yang dilaksanakan untuk pendekatan ini. Mula-mula adalah kunjungan resmi kepala Secretariat Vatikan untuk orang-orang bukan Kristen kepada (almarhum) Sri Baginda Raja Faesal, raja Saudi Arabia, kemudian kunjungan ulama-ulama Besar dari Saudi Arabia kepada Sri Paus Paul Vl pada tahun 1974. Kita merasakan arti spiritual yang dalam ketika Monsigneur Elchinger menerima para ulama itu di Cathedral Strasbourg dan mempersilahkan mereka untuk sembahyang di tengah-tengah Cathedral, walaupun menghadap ke arah Ka'bah.













DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR PENTERJEMAH
KATA PENGANTAR
PERJANJIAN LAMA
I. TINJAUAN UMUM
Siapakah pengarang Perjanjian Lama?
Asalnya Bibel (Perjanjian Lama)
II. KITAB-KITAB (FASAL-FASAL) PERJANJIAN LAMA
Taurah atau Pentateuque
Perincian Pembagian Teks Yahwist dan Teks Sakerdotal
dalam Bagian 1-11 dari Kitab Kejadian
Bagian-Bagian yang Mengenai Sejarah
Fasal-fasal Kenabian
Fasal Syair-syair dan hikmah
III. PERJANJIAN LAMA DAN SAINS, SEKEDAR MENGEMUKAKAN FAKTA
Penciptaan Alam
Riwayat Pertama
Fasal 1, ayat 1 dan 2,
Ayat 3 sampai 5
Ayat 6 sampai 8
Ayat 9 sampai 13
Ayat 14 sampai 19
Ayat 20 sampai 23
Ayat 24 sampai 31
Riwayat Kedua
Fasal 2, 4b-7
Tahun penciptaan alam dan tahun munculnya
manusia di atas bumi
A. Dari Adam sampai Ibrahim
Silsilah Nabi Adam
B. Dari Nabi Ibrahim Sampai Nabi Isa
Banjir Nabi Nuh
IV. SIKAP PENGARANG PENGARANG KRISTEN TERHADAP
KESALAHAN ILMIAH DARI TEKS BIBEL
Penelitian Mereka Yang Kritis
V. KESIMPULAN

INJIL
I. PENGANTAR
II. MENGINGAT KEMBALI SEJARAH
Agama Yahudi Kristen (Judeo-Christianisme) dan Paulus
III. INJIL EMPAT, SUMBER-SUMBER DAN SEJARAHNYA
Injil karangan Matius
Injil Markus
Injil Lukas
Injil Yahya
Sumber-sumber Injil
Sejarah teks
IV. INJIL-INJIL DAN SAINS MODERN
Silsilah Keturunan Yesus
Silsilah keturunan Yesus
Kitab Asal-usul Yesus Kristus, Anak Daud, Anak Ibrahim
Silsilah Yesus Sebelum David
Silsilah Yesus Sesudah David
Perbedaan-Perbedaan Menurut Manuskrip dan dalam
Hubungannya dengan Perjanjian Lama
a). Injil Matius
b). Injil Lukas
Penyelidikan kritik mengenai teks
1. Periode dari Adam sampai Ibrahim
2. Periode dari Abraham sampai David
3. Periode sesudah David
4. Tafsiran Para Ahli Tafsir Modern
V. KONTRADIKSI-KONTRADIKSI DAN KEKELIRUAN KEKELIRUAN RIWAYAT
Riwayat-riwayat penyaliban
Dalam Injil Yahya, Lembaga Ekaristi tak disebut-sebut
Yesus yang dibangkitkan dari Kubur menampakkan Diri
Yesus Naik ke Langit
Percakapan Yesus yang terakhir.
Paraklet yang tersebut dalam Injil Yahya
VI. KESIMPULAN



Kata Pengantar Penterjemah

Pada bulan Maret 1977 saya mendapat kesempatan untuk
menghadiri konferensi internasional Islam-Kristen di
kota Cordoba di Spanyol. Bepergian saya tersebut sangat
berfaedah, karena memberi gambaran kepada saya tentang
masa gemilang umat Islam di negeri Spanyol. Masjid
Kurtubah yang sudah berusia 12 abad (didirikan 786) itu
masih berdiri dengan megahnya, wulaupun sudah tidak
dipakai untuk sembahyang dan di dalamnya didirikan
sebuah Katedral.

Setelah selesai konferensi, saya mengunjungi Kota Paris
untuk mengenang masa muda saya, ketika pada tahun 1956
saya mempertahankan tesis saya di Sorbonne. Pada suatu
hari, saya mengunjungi Masjid Paris yang megah, dan
secara tidak sengaja, saya dapatkan tempat penjualan
gamban-gambar Masjid, yang disukai oleh tourist-tourist
asing. Di tempat itu saya ketemukan buku yang berjudul
La Bible, le Coran et la Science (Bibel, Qur-an dan
Sains modern). Segera saya membeli satu naskah, dan
terus pulang ke Hotel. Buku itu saya baca sampai tamat.

Buku tersebut telah menarik hati saya. Seorang tabib
ahli bedah berkebangsaan Perancis, yaitu Dr. Maurice
Bucaille telah mengadakan studi perbandingan mengenai
Bibel (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) dan Qur-an
serta Sains modern. Akhirnya ia mendapat kesimpulan
bahwa dalam Bibel terdapat kesalahan ilmiah dan
sejarah, karena Bibel telah ditulis oleh manusia dan
mengalami perubahan-perubahan yang dibuat oleh manusia.
Mengenai Al Qur-an ia berpendapat bahwa sangat
mengherankan bahwa suatu wahyu yang diturunkan 14 abad
yang lalu, memuat soal-soal ilmiah yang baru diketahui
manusia pada abad XX atau abad XIX dan XVIII. Atas
dasar itu, Dr. Maurice Bucaille berkesimpulan bahwa Al
Qur-an adalah wahyu Ilahi yang murni dan Nabi Muhammad
adalah Nabi terakhir.

Setelah membaca buku tersebut, saya merasa bahwa saya
harus menyampaikan isi buku tersebut kepada bangsa
Indonesia, yang selalu menunjukkan perhatiannya kepada
agama.

Maka saya terjemahkan buku tersebut, dengan harapan
mudah-mudahan isinya dapat dimanfaatkan oleh mereka
yang mencari kebenaran dan mencari pegangan hidup,
khususnya para cendekiawan yang tidak sempat
mempelajari Islam dari sumber-sumber yang memuaskan.

Saya panjatkan syukur kepada Allah s.w.t. yang telah
memberi saya tenaga untuk melaksanakan terjemahan ini.

Jakarta 1 September 1978.
M. Rasjidi.


Kata Pengantar (1/2)


Masing-masing dari tiga agama Samawi mempunyai kumpulan
kitab yang khusus. Dokumen-dokumen itu merupakan dasar
kepercayaan tiap penganut agama itu, baik ia orang
Yahudi, orang Kristen atau orang Islam. Dokumen-dokumen
tersebut bagi mereka itu merupakan penjelmaan material
daripada wahyu Ilahi, yang bersifat wahyu langsung
seperti yang diterima oleh Nabi Ibrahim atau Nabi Musa,
atau merupakan wahyu yang tidak langsung seperti dalam
hal Nabi Isa dan Nabi Muhammad. Nabi Isa berkata atas
nama Bapa dan Nabi Muhammad menyampaikan kepada seluruh
manusia wahyu-wahyu Tuhan yang ia terima dengan
perantaraan malaikat Jibril.

Untuk membicarakan sejarah Agama, saya mengambil sikap
untuk menempatkan Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan
Qur-an dalam tempat yang sejajar sebagai wahyu
tertulis. Sikap saya tersebut yang pada prinsipnya
dapat disetujui oleh umat Islam, tidak diterima oleh
pengikut agama di negeri-negeri Barat yang terpengaruh
oleh agama Yakudi dan Kristen, karena rnereka itu tidak
mengakui Qur-an sebagai suatu kitab yang diwahyukan.

Sikap seperti tersebut nampak dalam masing-masing
kelompok jika menghadapi kedua agama lainnya, dalam
soal Kitab Suci.

Kitab Sucinya agama Yahudi adalah Bibel Ibrani. Bibel
bahasa Ibrani ini berbeda daripada Perjanjian Lama
menurut agama Masehi dengan tambahan-tambahan
fasal-fasal yang tak terdapat dalam bahasa Ibrani. Dari
segi praktek, perbedaan ini tidak menyebabkan perubahan
dalam aqidah. Akan tetapi orang-orang Yahudi tidak
percaya kepada adanya sesuatu wahyu sesudah kitab suci
mereka.

Agama Masehi menerima Bibel Ibrani dengan menambahkan
beberapa tambahan. Akan tetapi tidak dapat menerima
segala sesuatu yang termuat di dalamnya untuk
membuktikan kenabian Isa. Gereja Masehi telah melakukan
potongan-potongan yang sangat penting dalam fasal-fasal
yang mengenai kehidupan Isa serta ajaran-ajarannya.
Gereja Masehi tidak memasukkan dalam Perjanjian Baru
kecuali tulisan-tulisan yang sangat terbatas jumlahnya,
yang terpenting ialah Injil yang empat. Agama Masehi
tidak menganggap adanya wahyu yang turun sesudah Nabi
Isa dan sahabatnya. Dengan begitu mereka tidak mengakui
Al Qur-an.

Enam abad setelah Nabi Isa, Al Qur-an sebagai wahyu
terakhir, banyak menyebutkan Bibel Ibrani serta Injil.
Al Qur-an sering menyebut Torah1 dan Injil. Al Qur-an
mewajibkan kepada semua orang muslim untuk percaya
kepada kitab-kitab sebelumnya (surat 4 ayat 136). Al
Qur-an menonjolkan kedudukan tinggi para Rasul dalam
sejarah Wahyu, seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Musa dan para Nabi Bani Israil, dan juga kepada Nabi
Isa (Yesus) yang mempunyai kedudukan istimewa di ancara
mereka. Kelahiran Yesus telah dilukiskan dalam Al
Qur-an sebagai suatu kejadian ajaib (supernatural)
seperti juga dilukiskan oleh Injil. Al Qur-an
menyebutkan Maryam secara istimewa. Bukankah surat no.
19 dalam Qur-an bernama surat Maryam?

Perlu saya nyatakan bahwa hal-hal yang mengenai Islam
pada umumnya tak diketahui orang di negeri-negeri
Barat. Hal ini tidak mengherankan jika kita mengingat
bagaimana generasi-generasi diberi pelajaran agama dan
bagaimana selama itu mereka itu dikungkung dalam
ketidak tahuan mengenai Islam. Pemakaian kata-kata
"religion Mahometane" (Mohamedanism) dan Mahometans
(Mohamedans) sampai sekarang masih sering dipakai,
untuk memelihara suatu anggapan yang salah yakni bakwa
Islam adalah kepercayaan yang disiarkan oleh seorang
manusia, dan dalam Islam itu tak ada tempat bagi Tuhan
(sebagaimana yang difahamkan oleh kaum Masehi). Banyak
kaum terpelajar zaman sekarang yang tertarik oleh
aspek-aspek Islam yang mengenai filsafat,
kemasyarakatan atau ketatanegaraan, tetapi mereka tidak
menyelidiki lebih lanjut bagaimana dalam mengetahui
aspek-aspek itu mereka sesungguhnya bersumber kepada
wahyu Islam. Biasanya orang bertitik tolak dari
anggapan bahwa Mohammad bersandar kepada wahyu-wahyu
yang diterima nabi-nabi sebelum dia sendiri, dengan
begitu mereka ingin mengelak dari mempersoalkan
"wahyu."

Orang-orang Islam selalu dianggap remeh oleh golongan
tertentu dalam umat Kristen. Saya mempunyai pengalaman
dalam hal ini, ketika ssya berusaha mengadakan dialog
untuk penelitian perbandingan antara teks Bibel dan
teks Qur-an mengenai sesuatu masalah; saya selalu
disambut dengan penolakan untuk menyelidiki sesuatu
yang mungkin diungkapkan oleh Al Qur-an tentang hal
tersebut. Hal seperti ini seakan-akan berarti
menganggap bahwa Qur-an itu ada hubungannya dengan
Syaitan.

Pada akhir-akkir ini telah terjadi perubahan besar
dalam tingkat tertinggi daripada Dunia Kristen. Setelah
konsili Vatican II (1963-1965), sekretariat Vatican
(Departemen) untuk urusan-urusan dengan umat bukan
Kristen, menyiarkan Dokumen "Orientasi untuk dialog
antara umat Kristen dan umat Islam;" cetakan ketiga
terbit pada tahun 1972. Dokumen tersebut menunjukkan
pergantian sikap yang mendalam secara resmi, mula-mula
Dokumen tersebut mengajak untuk melempar jauh image
yang diperoleh umat Kristen tentang Islam yaitu image
usang yang telah diwarisi dari masa yang silam atau
image yang salah karena didasarkan prasangka dan
fitnahan. Kemudian Dokumen tersebut mengakui terjadinya
ketidak adilan pada masa yang lalu, yaitu ketidak
adilan yang dilakukan oleh Pendidikan Kristen tethadap
umat Islam" diantaranya mengenai gambaran umat Kristen
yang salah tentang fatalisma Islam, juridisma Islam,
fanatisma dan lain-lain. Dokumen tersebut menegaskan
kesatuan akan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Serta menyebutkan bahwa Kardinal Koenig telah membikin
para pendengarnya tercengang ketika dalam ceramah resmi
di Universitas Al Azhar pada bulan Maret 1969
menerangkan hal tersebut. Dokumen tersebut juga
mengatakan bahwa sekretariat (Departemen) urusan
non-Kristen mengajak umat Kristen pada tahun 1967 untuk
mengucapkan selamat kepada umat Islam sehubungan dengan
bulan puasa Ramadlan "sesuatu nilai agama yang
autentik."

Usaha-usaha untuk pendekatan antara Vatican dan Islam
telah diikuti dengan bermacam-macam manifestasi dan
pertemuan yang konkrit. Tetapi hal-hal tersebut hanya
diketahui oleh jumlah yang sangat sedikit di Barat
walaupun mass media seperti pers, radio dan telerisi
tidak kurang.

Surat-surat kabar menyiarkan tentang kunjungan Kardinal
Pignedoli, Ketua Departemen urusan bukan Kristen kepada
Baginda (almarhum) raja Faisal dari Saudi Arabia, pada
tanggal 24 April 1974. Harian Le Monde (Dunia) tanggal
25 April 1974 hanya memuat berita itu dalam beberapa
baris. Tetapi berita tersebut adalah penting karena
Kardinal Pignedoli menyampaikan kepada Sri Baginda
pesan dari Paus Paulus VI yang berisi: rasa hormat Paus
Paulus VI, yang diiringi dengan keyakinan yang mendalam
tentang kesatuan Dunia Islam dan Dunia Kristen yang
kedua-duanya menyembah Tuhan yang Satu.

Enam bulan kemudian pada bulan Oktober 1974, Paus
Paulus VI secara resmi menerima ulama-ulama Saudi
Arabia di Vatican. Pada waktu itu juga diadakan diskusi
antara pihak Islam dan pihak Kristen mengenai: Hak-hak
manusia dalam Islam. Surat kabar Vatican L'observatore
Romano yang terbit pada tanggal 26 Oktober 1974 memuat
berita diskusi tersebut pada halaman pertama.
Berita-berita tersebut mengambil tempat yang lebih
besar daripada berita tentang penutupan sidang Synode
uskup-uskup di Roma.

Ulama-ulama Arabia kemudian mengunjungi Majelis Ekumeni
Gereja di Geneva dan diterima oleh Monsigneur
Elchenger, uskup Strasburg yang kemudian meminta kepada
mereka untuk sembahyang lohor di Kathedral. Hal
tersebut saya sajikan karena luar biasa dan karena
artinya yang besar. Tetapi meskipun begitu sedikit
sekali orang yang saya tanya dapat mengerti
kejadian-kejadian tersebut.

Sikap keterbukaan terhadap Islam yang diperlihatkan
oleh Paus Paulus VI yang pernah berkata, dijiwai dengan
kepercayaan penah tentang kesatuan Dunia Islam dan
Kristen yang rnenyembah Tuhan Yang Satu, akan membuka
halaman baru dalam hubungan kedua agama. Mengingat
sikap Kepala Gereja Katolik terhadap umat Islam adalah
perlu sekali, karena banyak orang Kristen terpelajar
masih berfikir seperti yang dilukiskan oleh Dokamen
Orientasi untuk Dialog antara umat Kristen dan umat
Islam dan tetap menolak menyelidiki ajaran-ajaran
Islam. Dan karena sikap tersebut mereka tetap tidak
memahami realitas dan tetap berpegangan kepada idea
yang sangat salah mengenai Wahyu Islam.

Bagaimanapun juga adalah sangat wajar jika seseorang
mempelajari aspek wahyu dalam suatu agama Samawi, ia
akan mengadakan perbandingan dengan dua agama lainnya
mengenai persoalan yang sama. Sesuatu penyelidikan
tentang sekelompok masalah-masalah lebih menarik
daripada penyelidikan tentang hanya sesuatu masalah.
Oleh karena itu konfrontasi dengan hasil-hasil penemuan
ilmu pengetahuan abad XX mengenai masalah-masalah yang
tersebut dalam kitab suci, adalah penting bagi ketiga
agama itu. Bukankah lebih baik jika ketiga agama itu
merupakan suatu blok yang kompak dalam menghadapi
bahaya materialisma yang mengancam Dunia. Pada waktu
ini, di kalangan-kalangan ilmu pengetahuan, baik di
negeri-negeri yang di bawah pengaruh agama Yahudi
Kristen (Barat) maupun di negeri-negeri Islam banyak
orang berpendapat bakwa agama dan Sains tak dapat
disesuaikan. Untuk membicarakan soal ini, agama dan
ilmu, perlu pembahasan yang sangat luas. Akan tetapi
saya hanya akan membicarakan satu aspek yaitu:
penyelidikan tentang Kitab-kitab Suci dengan
mempergunakan pengetahuan Sains modern.

Maksud tersebut mendorong untuk mengajukan suatu
pertanyaan yang fundamental: Sampai di mana kita dapat
menganggap teks kitab-kitab suci yang kita miliki itu
autentik? Soal ini mendorong kita untuk menyelidiki
kejadian-kejadian yang terjadi sebelum pembukuan
Kitab-kitab Suci tersebut sehingga sampai kepada kita
sekarang

Penyelidikan tentang Kitab Suci dengan menggunakan
kritik teks adalah baru. Mengenai Bibel, yakni
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, selama
berabad-abad manusia sudah puas dengan menerima apa
adanya. Membaca Kitab Suci tersebut hanya diperlukan
untuk maksud-maksud apologetik (mempertahankan agama).
Adalah suatu dosa untuk menunjukkan pikiran kritik
terhadap isi Kitab Suci itu. Para rohaniawan Gereja
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan yang
menyeluruh tentang Kitab-kitab Suci. Adapun orang awam
kebanyakan hanya menerima potongan-potongan yang
dipilih untuk dipakai dalam do'a atau khutbah.

Kata Pengantar (2/2)
Kritik teks, suatu ilmu yang telah dibagi-bagi dalam
jurusan-jurusan telah berguna untuk membuka tabir
tentang adanya persoalan-persoalan yang sangat penting,
akan tetapi kita sering merasa sangat kecewa membaca
buku-buku yang dinamakan kritik, tetapi yang nyatanya
berhadapan dengan kesulitan-kesulitan interpretasi,
hanya dapat menyajikan argumentasi apologetik yang
dimaksudkan unhwk menutupi kejahilan pengarang. Dalam
keadaan semacam ini, bagi orang yang tetap memelihara
kekuatan berfikir dan secara obyektif, kontradiksi dan
kesalahan akan tetap berkesan; ia akan menyesalkan
sikap yang berlawanan dengan logika, untuk
mempertahankan bagian-bagian yang mengandung kesalahan
dalam Kitab Suci. Hal yang semacam ini sangat
membahayakan keutuhan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa bagi orang-orang yang terpelajar.

Bagaimanapun juga pengalaman menunjukkan bahwa walaupun
sebagian orang dapat menunjukkan beberapa kesalahan
semacam itu, namun mayoritas besar dan umat Kristen
tidak tahu-menahu tentang adanya, dan tetap tidak
mengetahui ketidaksesuaian-ketidaksesuaian kitab suci
dengan pengetahuan umum yang kadang-kadang bahkan
bersifat elementer.

Islam mempunyai Hadits, dan Hadits ini dapat disamakan
dengan Injil. Hadits adalah kumpulan kata-kata Nabi
Muhammad serta riwayat tindakan-tindakannya. Injil
adalah seperti Hadits dalam soal-soal yang mengenai
Nabi Isa. Kumpulan yang pertama dari Hadits ditulis
beberapa puluh tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad,
sebagaimana Injil ditulis orang sesudah beberapa puluh
tahun setelah Nabi Isa wafat. Kedua-duanya, merupakan
kesaksian manusia tentang kejadian-kejadian dalam waktu
yang sudah lampau. Berlainan dari apa yang dikira oleh
orang banyak, Injil empat (Matius, Lukas, Markus,
Yahya) dikarang oleh orang-orang yang tidak menyaksikan
kejadian-keiadian yang termuat dalam Injil tersebut.
Keadaannya sama dengan kumpulan Hadits.

Perbandingan antara Hadits dan Injil harus berhenti
disini, oleh karena jika kita membicarakan kebenaran
Hadits ini atau Hadits itu, kita akan mirip kepada
orang yang kembali kepada abad-abad pertama dari
Gereja, di mana orang hanya menentukan Injil empat
walaupun di antara empat itu terdapat kontradiksi dalam
beberapa persoalan. Adapun Injil-Injil yang ada pada
waktu itu harus disembunyikan, itulah sebabnya maka
Injil-Injil selain yang empat itu dinamakan Injil
apokrif yakni yang tersembunyi.

Ada lagi perbedaan yang fundamental antara Kitab Suci
dalam agama Masehi dan dalam Islam yaitu bakwa agama
Masehi tidak mempunyai teks yang diwahyukan, jadi teks
yang tetap, sedang Islam mempunyai Al Qur-an yang
memenuhi syarat wahyu dan tetap.

Al Qur-an adalah penjelmaan wahyu yang diterima oleh
Muhammad dari Tuhan dengan perantaraan Jibril. Setelah
ditulis, dan dihafal, Qur-an dibaca oleh kaum muslimin
di waktu sembahyang dan khususnya pada bulan Ramadlan,
Al Qur-an dibagi-bagi dalam surat-surat oleh Nabi
Muhammad sendiri. Setelah Nabi Muhammad meninggal, pada
zaman Khalifah Usman (tahun 12-14 setelah wafatnya Nabi
Muhammad) Qur-an dibukukan sehingga menjadi seperti
yang kita lihat sekarang.

Berbeda sekali dengan apa yang terjadi dalam Islam,
wahyu (Kitab Suci) Kristen didasarkan atas
kesaksian-kesaksian manusia yang bermacam-macam dan
tidak langsung. Orang Kristen tak mempunyai kesaksian
dari seorang saksi hidup dari zaman Yesus, walaupun
banyak sekali orang Kristen tak mengetahui hal ini.
Dengan begitu maka timbullah soal kebenaran
(autentitas) teks kitab suci Kristen dan teks kitab
suci Islam.

Di samping hal tersebut di atas, konfrontasi antara
teks Kitab Suci Kristen dengan penemuan-penemuan ilmiah
selalu menjadi bahan pemikiran manusia. Mula-mula orang
berpendirian bahwa keserasian antara Kitab Suci (Injil)
dan Sains merupakan unsur yang pokok dalam kebenaran
(autentitas) teks Kitab Suci. Santo Agustinus dalam
suratnya no. 82 yang akan kami muat nanti, telah
menetapkan prinsip tersebut secara formal. Kemudian,
setelah Sains berkembang, terasa adanya
perbedaan-perbedaan antara Bibel dan Sains dan
pemimpin-pemimpin agama Kristen tidak mengadakan lagi
pendekatan antara keduanya. Dengan begitu maka
timbullah suatu situasi yang berbahaya dan pada waktu
ini berhadapanlah ahli Bibel dan para ahli Sains.
Sesungguhnya tak mungkin orang mengatakan bahwa wahyu
Illahi dapat menyebutkan sesuatu hal yang secara ilmiah
sudah dibuktikan keliru. Hanya ada satu jalan untuk
penyesuaian logis, yaitu dengan mengatakan terus
terang bahwa bagian-bagian dari Bibel yang menyebutkan
hal-hal yang tidak dapat diterirna oleh Sains, harus
dinyatakan salah. Tetapi pemecahan persoalan seperti
tersebut tidak pernah dilakukan. Orang Kristen tetap
berpegang teguh kepada kemurnian teks Bibel, dan hal
ini memaksa ahli-ahfi tafsir Injil untuk mengambil
sikap yang bertentangan dengan akal ilmiah.

Islam, seperti Santo Agustinus bersikap terhadap Bibel,
mengatakan bakwa antara teks Al Qur-an dan fakta-fakta
ilmiah selalu ada keserasian. Penyelidikan teks Al
Qur-an pada zaman modern tidak menunjukkan perlunya,
peninjauan baru tentang sikap tersebut. Al Qur-an,
sebagai nanti akan diterangkan secara terperinci,
menyebutkan fakta-fakta yang banyak hubungannya dengan
Sains, dan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada
masalah-masalah dalam Injil. Tak ada perbandingan
antara jumlah terbatas daripada sikap Injil mengenai
pengetahuan dengan jumlah yang besar daripada soal-soal
ilmiah yang tersebut dalam Al Quran. Tak ada soal-soal
yang tersebut dalam Al Qur-an yang dapat dibohongkan
oleh Sains. Inilah hasil yang pokok dari penyelidikan
ini.

Di lain pihak pembaca akan mendapatkan pada akkir buku
ini bahwa mengenai kumpulan sabda-sabda Nabi (hadits)
yang tidak merupakan teks wahyu Qur-an, keadaan agak
berlainan, karena beberapa hadits tertentu tak dapat
diterima menurut Sains. Hadits-hadits semacam itu telah
diselidiki menurut prinsip-prinsip Qur-an yang
menganjurkan pemakaian fakta dan akal dan sebagai hasil
penyelidikan ini, beberapa Hadits telah dinyatakan
tidak autentik (tidak benar).

Pemikiran tentang ciri-ciri yang dapat diterima atau
ditolak secara ilmiah mengenai teks Kitab Suci,
memerlukan suatu penjelasan. Jika kita bicara tentang
hasil ilmiah, kita maksudkan hanya hal-hal yang sudah
dinyatakan secara definitif. Dengan begitu kita harus
menjauhkan theori-theori explicatif (teori-teori
penafsiran) yang berfaedah untuk memberi penjelasan
tentang sesuatu fenomena, tetapi yang mungkin sebentar
lagi terpaksa dihapuskan dan diganti dengon theori
lainnya yang lebih sesuai dengan perkembangan ilmiah.
Yang saya selidiki di sini adalah fakta-fakta yang tak
dapat dikembalikan kepada masa sebelumnya, walaupun
Sains hanya memberi penjelasan yang kurang sempurna,
tetapi cukup kuat dan tidak mengandung resiko
kesalahan.

Umpamanya, kita tidak tahu kapan manusia mulai hidup di
atas bumi ini, walaupun secara kira-kira; tetapi
kemudian telah ditemukan bekas-bekas pekerjaan manusia
yang oleh ilmu pengetakuan dianggap secara pasti telah
terjadi 10 ribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa. Atas
dasar tersebut maka kita tidak dapat menerima
pernyataan Bibel bahwa asal manusia (penciptaan Adam)
adalah pada abad ke 37 sebelum Nabi Isa sebagai yang
disebutkan oleh Perjanjian Lama (Kitab Kejadian).
Mungkin dikemudian hari Sains dapat menentukan secara
lebih pasti dari pengetahuan kita sekarang, akan tetapi
kita sudah yakin dari sekarang bahwa tak mungkin orang
membuktikan bahwa manusia sudah berada di bumi semenjak
5736 tahun seperti yang dikatakan oleh Perjanjian Lama.
Dengan begitu maka keterangan Bibel tentang umurnya
jenis manusia sudah terang salah.

Konfrontasi dengan Sains tidak akan menyinggung
soal-soal yang semata-mata bersifat keagamaan. Jadi
Sains tak akan dapat menjelaskan cara bagaimana Tuhan
menampakkan kehadiranNya kepada Nabi Musa, atau
menjelaskan rahasia yang mengelilingi kelahiran Nabi
Isa dengan tak mempunyai Bapak alamiah. Mengenai
hal-hal tersebut Kitab-kitab Suci juga tidak memberi
penjelasan. Penyelidikan dalam buku ini adalah mengenai
kejadian-kejadian alamiah bermacam-macam yang tersebut
dalam kitab-kitab Suci dan disertai dengan
tafsiran-tatsiran bermacam-macam pula. Dalam hal ini
perlu kita perhatikan kekayaan yang melimpah yang
terkandung dalam Al Qur-an-dan kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
mengenai hal yang sama.

Saya menyelidiki keserasian teks Qur-an dengan Sains
modern secara obyektif dan tanpa prasangka. Mula-mula,
saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa Qur-an
menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah, tetapi
dengan membaca terjemahan itu saya hanya memperoleh
pengetahuan yang samar (ringkas). Dengan membaca teks
Arab secara teliti sekali saya dapat mengadakan
inventarisasi yang membuktikan bakwa Al Qur-an tidak
mengandung sesuatu pernyataan yang dapat dikritik dari
segi pandangan ilmiah di zaman modern ini.

Saya telah melakukan penyelidikan yang sama terhadap
Perjanjian Lama dan Injil. Mengenai Perjanjian Lama
saya tak perlu menyelidiki lebih jauh dari Kitab
Kejadian untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan; yang
tak dapat disesuaikan dengan hal-hal yang sudah
ditetapkan secara pasti oleh Sains di zaman sekarang.

Mengenai Injil (Perjanjian Baru), dengan membaca
genealogi (silsilah keturunan) Nabi Isa yang terdapat
dalam halaman pertama, saya telah terjerumus dalam
persoalan yang sangat serius, karena teks Injil Matius
dalam hal ini sangat kontradiksi dengan Injil Lukas,
dan Injil Lukas menunjukkan ketidakserasian dengan ilmu
pengetahuan modern mengenai asal mula manusia di atas
bumi.

Adanya kontradiksi, ketidak serasian ini, saya kira
tidak akan merubah kepercayaan kepada adanya Tuhan,
karena hal-hal tersebut hanya mengenai tulisan-tulisan
manusia. Tak ada orang yang dapat menerangkan bagaimana
teks yang asli dan yang mana yang merupakan redaksi
yang aneh dan yang mana yang merupakan perubahan yang
dimasukkan dengan sengaja atau yang mana yang merupakan
perubahan yang tak disengaja.

Yang sangat menarik perhatian pada waktu sekarang,
adalah bahwa menghadapi kontradiksi dan ketidakserasian
dengan hasil Sains, para ahli penyelidikan Bibel ada
yang pura-pura tidak mengetahuinya dan ada pula yang
mengetahui kesalahan-kesalahan itu; akan tetapi
berusaha untuk menutupinya dengan akrobatik dialektik
(permainan kata-kata).

Mengenai Injil Matius dan Injil Yahya saya akan memberi
contoh tentang cara-cara apologetik yang diberikan oleh
ahli-ahli tafsir Injil yang ternama. Cara-cara menutupi
(camuflaseJ kesalahan atau kontradiksi dengan
menamakannya secara halus "kesukaran" biasanya dapat
berhasil, dan ini menunjukkan bahwa terlalu banyak
orang Kristen yang tidak mengetahui kesalahan-kesalahan
yang serius dalam beberapa bagian dari Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Para pembaca akan mendapatkan
contoh-contoh yang tepat dalam bagian pertama dan kedua
dalam buku ini!

Dalam bagian ketiga, pembaca akan mendapatkan contoh
aplikasi Sains dalam menyelidiki Kitab Suci, bantuan
dari ilmu pengetahuan modern untuk lebih memahami
ayat-ayat Qur-an yang sampai sekarang masih jadi
teka-teki atau masih belum dapat difahami. Hal ini tak
perlu mengherankan karena dalam Islam agama, dan Sains
selalu dianggap sebagai saudara kembar. Dari semula,
mempelajari Sains merupakan bagian dari kewajiban
keagamaan, Aplikasi ajaran ini telah menghasilkan
kekayaan ilmiah yang melimpah pada zaman perkembangan
kebudayaan Islam, yang juga telah menjadi sumber bagi
Barat pada zaman sebelum renaissance.

Pada zaman sekarang kemajuan yang diperoleh oleh
manusia karena Sains dalam menafsirkan ayat-ayat Al
Qur-an yang selama ini tak dimengerti atau disalah
tafsirkan, merupakan puncak daripada konfrontasi antara
Kitab Suci dengan Sains.





























Perjanjian Lama
Asalnya Bibel
(Perjanjian Lama)
Sebelum tersusun menjadi kumpulan fasal-fasal,
Perjanjian Lama merupakan tradisi rakyat yang tidak
mempunyai sandaran, kecuali dalam ingatan manusia,
satu-satunya faktor untuk tersiarnya idea,
tradisi-tradisi tersebut selalu dinyanyikan.

Edmond Jacob menulis: "Dalam tahap permulaan, semua
orang menyanyi; di Israil seperti di tempat lain, puisi
lebih dahulu daripada prosa. Bani Israil menyanyi baik
dan banyak. Nyanyian itu mempunyai bermacam-macam
ekspresi, tergantung kepada kejadian-kejadian dalam
sejarah dengan enthusiasme yang memuncak atau putus asa
yang menenggelamkan." Mereka menyanyi dalam keadaan
yang bermacam-macam, dan Edmond Jacob menyebutkan
sebagian di mana nyanyian yang menyertainya terdapat
dalam Perjanjian Lama: nyanyian makan pagi, nyanyian
akhir panen, nyanyian yang menyertai pekerjaan, seperti
nyanyian Sumur (Bilangan 21, 17), nyanyian perkawinan,
nyanyian kematian, nyanyian perang yang sangat banyak
dalam Bibel seperti nyanyian Debarah (Hakim-hakim 5,
1-32) yaitu nyanyian yang memuja kemenangan Israil yang
dikehendaki oleh Yahweh dalam suatu peperangan yang
dipimpin oleh Yahweh sendiri (Bilangan 10, 35). Ketika
Peti Suci sudah pergi, Musa berkata-kata: "Bangunlah
Yahweh, mudah-mudahan musuh-musuhmu terserak-serak.
Mudah-mudahan mereka yang benci kepadamu akan lari
tunggang langgang di hadapan wajahmu."

Nyanyian-nyanyian itu juga merupakan kata-kata mutiara
serta perumpamaan kata-kata yang berisi berkat atau
laknat, peraturan-peraturan yang dibikin untuk manusia
oleh para Nabi sesudah mereka itu menerima perintah
Ilahi.

Edmond Jacob mengatakan bahwa kata-kata tersebut
diwariskan dengan jalan keluarga atau melalui
rumah-rumah ibadat dalam bentuk sejarah Bangsa yang
terpilih olehTuhan. Sejarah ini kemudian menjadi
dongeng seperti dongengan Jatam (Kitab Hakim-hakim 9,
7-21) dimana tertulis: "Pohon-pohon itu berjalan untuk
mengusapkan minyak kasturi kepada raja mereka dan
mereka berkata kepada pohon Zaitun, pohon Tien, pohon
anggur dan pohon duri." Hal tersebut mendorong Edmond
Jacob untuk menulis "karena dijiwai oleh fungsi
dongeng, maka penyajian hikayat seperti tersebut di
atas tidak dirasakan janggal karena mengenai soal-soal
dan periode-periode yang sejarahnya tak dikenal orang."

Edmond Jacob kemudian menyimpulkan: "Adalah sangat
mungkin bahwa apa yang dikisahkan oleh Perjanjian Lama
tentang Nabi Musa dan pemimpin-pemimpin agama Yahudi
tidak sesuai dengan yang terjadi dalam sejarah, akan
tetapi para tukang dongeng dalam masa riwayat secara
lisan sudah dapat mengisikan keindahan dan imaginasi
untuk merangkai episode yang bermacam-macam, sehingga
mereka berhasil menyajikannya sebagai sejarah yang
nampak besar kemungkinan kebenarannya bagi
pikiran-pikiran yang kritis, yaitu sejarah yang
mengenai asal alam dan manusia."

Perlu kita ingat bahwa setelah bangsa Yahudi tinggal di
Kan'an, yakni kira-kira pada akhir abad XIII sebelum al
Masih, tulisan sudah mulai dipakai untuk memelihara dan
meriwayatkan dongeng-dongeng, akan tetapi tidak secara
tepat, meskipun yang dikatakan itu mengenai hal-hal
yang harus tepat sekali, yakni soal hukum. Mengenai
hukum ini, perlu diterangkan bahwa hukum sepuluh
(Dekalog) yang dikatakan telah datang langsung dari
tangan Tuhan telah diriwayatkan dalam Perjanjian Lama
menurut dua versi yakni: Kitab Keluaran (Exodus 20,
1-21) dan Kitab Ulangan (Deuteronomy 5, 1-30). Jiwanya
sama, tetapi perbedaan tetap ada. Kemudian muncul
keinginan untuk menetapkan dokumentasi-dokumentasi
penting seperti kontrak, surat-surat, daftar
orang-orang (hakim-hakim, pegawai-pegawai tinggi di
kota-kota), daftar silsilah keturunan, daftar
kurban-kurban dan daftar harta jarahan. Dengan begitu
terjadilah arsip-arsip yang berisi dokumen-dokumen yang
kemudian mengisi kitab-kitab (fasal-fasal) Perjanjian
Lama yang sekarang ini. Dengan begitu dalam tiap-tiap
fasal terdapat bentuk literer yang tercampur. Para ahli
kemudian menyelidiki sebab-sebab yang mendorong untuk
mengumpulkan dokumen-dokumen yang berbeda-beda menjadi
satu.

Adalah sangat menarik untuk membandingkan penyusunan
Perjanjian Lama dengan dasar tradisi lisan, dengan apa
yang terjadi di bidang lain dan pada zaman yang
berlainan, yaitu masa timbulnya kesusasteraan primitif.

Marilah kita mengambil contoh dari sastra Perancis pada
zaman Kerajaan Perancis. Tradisi-tradisi lisan telah
muncul lebih dahulu sebelum peristiwa sejarah yang
besar dicatat dalam sejarah, yakni kejadian seperti
perang untuk mempertahankan agama Kristen, drama
tentang pahlawan-pahlawan yang kemudian diabadikan oleh
pengarang-pengarang dan penulis-penulis sejarah. Dengan
cara begitu mulai abad XI M timbul nyanyian dan tarian
dimana yang benar dan yang khayal menjadi satu dan
menjadi satu epik (syair kepahlawanan). Di antara epik
itu yang termasyhur adalah syair Roland (Chanson de
Roland), tentang pahlawan perang yang bernama Roland
yang menjadi komandan penjaga Kaisar Charlemagne (Karl
yang Agung) waktu kembali dari berperang di Spanyol.
Pengorbanan Roland bukannya satu dongengan yang
dibikin-bikin untuk sekedar dongengan; pengorbanan
Roland terjadi pada tanggal 5 Agustus tahun 778, yaitu
pada waktu serangan orang Basque (Penduduk pegunungan
Pyrenes). Karya kesusasteraan tidak semata-mata
bersifat legenda, tetapi mempunyai dasar sejarah;
walaupun begitu ahli-ahli sejarah, tidak-memahaminya
secara harafiah.

Persamaan antara lahirnya Bibel dan kesusasteraan yang
bukan agama nampaknya memang riil. Hal ini tidak
berarti bahwa kita menolak keseluruhan teks Bibel yang
dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai kumpulan
buku-buku mitologi, yakni seperti yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan; orang
dapat percaya kepada kebenaran bahwa Tuhan menciptakan
alam, bahwa Tuhan menyerahkan sepuluh perintah kepada
Musa, bahwa Tuhan mencampuri urusan-urusan manusia,
umpamanya pada ajaran Raja (Nabi) Sulaiman; orang dapat
percaya bahwa essensi dari kejadian-kejadian tersebut
telah disampaikan kepada kita, akan tetapi kita harus
ingat bahwa rincian penyajian soal tersebut harus
diperiksa dengan teliti, dengan kritik yang ketat,
karena sumbangan manusia dalam menjadikan tradisi
lisan, menjadi buku tertulis adalah sangat besar.

































Siapa Pengarang Perjanjian Lama?

Kebanyakan pembaca Perjanjian Lama yang menerima
pertanyaan tersebut di atas akan menjawab dengan
mengulangi apa yang pernah mereka baca dalam Kata
Pengantar Bibel, yaitu yang mengatakan bahwa fasal itu
semua adalah karangan Tuhan, walaupun ditulis oleh
orang-orang yang mendapat wahyu dari Ruhul Kudus.

Kadang-kadang orang yang memperkenalkan Bibel tadi
menganggap cukup dengan keterangan singkat tersebut,
dan dengan begitu ia menutup kemungkinan untuk
pertanyaan lebih lanjut; tetapi kadang-kadang ia
menambah penjelasan bahwa mungkin ada
perincian-perincian yang ditambahkan orang dalam teks
lama, akan tetapi meskipun begitu, perbedaan faham
tentang sesuatu ayat, tidak merubah kebenaran
keseluruhan. Orang selalu menekankan kepada "Kebenaran"
yang dijamin oleh Kepala Gereja, yaitu orang yang
mendapat bantuan dari Ruhul Kudus, satu-satunya pihak
yang berhak menerangkan sesuatu kepada orang-orang yang
percaya. Bukankah Gereja, semenjak konsili-konsili abad
ke 4 telah meresmikan daftar Kitab Suci yaitu daftar
yang dikuatkan oleh konsili Florence (1441), Trente
(1546) dan Vatikan I (1870) untuk menjadi Kanon (Injil
Induk). Belum lama ini, setelah mengeluarkan
bermacam-macam encyclique (dekrit), Paus telah
mengumumkan suatu keterangan tentang Refelasi (wahyu)
dalam bentuk suatu teks yang sangat penting yang
disusun selama tiga tahun (1962 - 1965). Kebanyakan
orang yang membaca Bibel mendapatkan keterangan-
keterangan yang menenteramkan hati itu di permulaan
cetakan modern serta merasa puas dengan jaminan
kebenaran yang telah diberikan selama beberapa abad
dan mereka itu tak pernah memikirkan bahwa orang dapat
mendiskusikan isi Bibel.

Akan tetapi jika seseorang membaca buku-buku yang
ditulis oleh ahli-ahli agama, yakni buku-buku yang
tidak dimaksudkan untuk dibaca oleh orang awam, ia akan
menyadari bahwa soal autentitas kitab dalam Bibel itu
jauh lebih kompleks daripada pemikiran orang biasa.
Jika salah seorang membaca umpamanya, cetakan modern
dari pada Bibel yang diterjemahkan ke bahasa Perancis
di bawah asuhan Lembaga Bibel di Yerusalem dan
diterbitkan dalam bagian-bagian terpisah, ia akan
mendapatkan suara yang sangat berbeda, dan ia akan
mengerti bahwa Perjanjian Lama, seperti juga Perjanjian
Baru, telah menimbulkan problema-problema yang para
ahli tafsir tidak menyembunyikan unsur-unsurnya yang
menimbulkan khilaf.

Kita juga mendapatkan unsur-unsur yang pasti dalam
pembahasan yang lebih ringkas akan tetapi obyektif,
seperti dalam buku karangan Professor Edmond Yacob
"Perjanjian Lama," yang diterbitkan oleh Presse
Universitaire de France,dalam seri yang berjudul: Que
Sais-je, (apakah yang saya ketahui?). Buku tersebut
memberi gambaran yang menyeluruh.

Banyak orang yang tidak tahu bahwa pada permulaannya,
seperti yang dikatakan Edmond Jacob, terdapat beberapa
teks Perjanjian Lama dan bukan teks tunggal. Pada abad
III SM sedikitnya ada tiga teks Ibrani, yaitu teks
massorethique, teks yang dipakai untuk terjemahanYunani
dan teks kitab Taurat Samaria. Pada abad pertama SM,
ada kecenderungan untuk membentuk teks tunggal, akan
tetapi hal tersebut baru terlaksana satu abad kemudian.

Jika kita mempunyai tiga teks tersebut di atas, tentu
kita dapat melakukan studi perbandingan dan kita
mungkin dapat mempunyai idea tentang teks yang asli,
akan tetapi kita tak mempunyai teks tersebut di atas.
Selain gulungan-gulungan yang terdapat di gua Qumran
pada tahun 1947, yaitu gulungan yang berasal dari zaman
sebelum timbulnya agama Kristen, dan dekat sebelum
munculnya Nabi Isa, telah terdapat Papyrus Decalogue
berasal dari abad II M, dan mengandung
perbedaan-perbedaan dari teks klasik, begitu juga
fragmen Perjanjian Lama, yang ditulis orang pada abad V
M. (Fragmen Geniza, Cairo); selain itu semua, teks
Bibel Ibrani yang paling tua adalah teks abad IX M.

Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani terjadi
pada abad III sebelum Masehi. Teksnya dinamakan
Septante (berarti tujuh puluh; yakni jumlah orang yang
menterjemahkan). Terjemahan tersebut dilakukan oleh
orang-orang Yahudi di Alexandria. Pengarang-pengarang
Perjanjian Baru bersandar kepada teks tersebut, dan
teks tersebut dipakai orang sampai abad VII M. Pada
waktu sekarang teks Yunani yang dipakai Dunia Kristen
adalah manuskrip (tulisan tangan) yang dinamakan Codex
Vaticanus yang disimpan di Vatican dan Codex Sinaiticus
(berasal dari Sinai) yang disimpan di British Museum di
London. Manuskrip tersebut ditulis pada abad IV M.

Terjemahan dalam bahasa Latin dilakukan oleh Jerome
dari dokumen-dokumen Ibrani pada permulaan abad V M.
Terjemahan Latin ini kemudian dinamakan Vulgate oleh
karena telah tersebar diseluruh Dunia sesudah abad VII
M.

Perlu kita ketahui juga bahwa ada terjemahan Aramaik
dan Syriaks akan tetapi terjemahan itu hanya mengenai
beberapa bagian dari Perjanjian Lama.

Bermacam-macam terjemahan tersebut telah diolah oleh
beberapa orang ahli dan dijadikan teks tengah-tengah;
yakni yang merupakan kompromi antara bentuk-bentuk yang
berbeda-beda. Ada pula yang mengumpulkan bermacam-macam
terjemahan disamping Bibel Ibrani seperti terjemahan
Yunani, Latin, Syriak, Aramaik dan Arab. Kumpulan
itulah yang tersohor dengan nama Bibel Walton (London
tahun 1657).

Perlu kita tambahkan pula bahwa diantara Gereja-gereja
Masehi yang bermacam-macam sekarang keadaannya adalah
bahwa Gereja-gereja itu tidak menerima fasal-fasal yang
sama dalam Bibel, dan Gereja-gereja tersebut juga tidak
mempunyai pengesahan yang sama mengenai
terjemahan-terjemahan dalam satu bahasa. Usaha-usaha
untuk mempersatukan masih dilakukan dan terjemahan
Ekumenik (persatuan) yang dilakukan oleh ahli-ahli
Katolik dan Protestan mengenai Perjanjian Lama ternyata
akan meng hasilkan sintesa (perpaduan).

Dengan begitu maka usaha manusia mengenai teks
Perjanjian Lama ternyata sangat besar, dan dengan mudah
kita mengetahui bahwa sebagai akibat koreksi-koreksi
antara versi yang bermacam-macam dan terjemahan yang
bermacam-macam, teks yang asli sudah berubah selama dua
ribu tahun.







































Kitab-kitab Perjanjian Lama

Perjanjian Lama merupakan kumpulan fasal-fasal yang
panjangnya tidak sama dan isinya bermacam-macam,
ditulis selama lebih dari sembilan abad dalam beberapa
bahasa dan dimulai dengan tradisi lisan. Fasal-fasal
itu banyak yang telah dikoreksi dan dilengkapkan sesuai
dengan kejadian-kejadian atau kebutuhan-kebutuhan
tertentu, pada waktu-waktu yang berjauhan jaraknya
antara satu dengan lainnya.

Sangat boleh jadi bahwa munculnya literatur yang
melimpah ini terjadi pada permulaan monarki Yahudi pada
abad XI SM, yaitu pada waktu timbulnya kelompok
pegawai-pegawai Raja yang merupakan
sekretaris-sekretaris, yakni orang-orang pandai yang
pekerjaannya tidak terbatas dalam sekedar menulis. Dari
zaman itulah bermula tulisan-tulisan parsial yang
tersebut dalam fasal-fasal sebelum ini, yakni
tulisan-tulisan yang penting untuk ditetapkan waktunya,
seperti nyanyian-nyanyian yang tersebut di atas,
kata-kata yang diucapkan oleh nabi Ya'kub dan nabi
Dawud, Sepuluh Perintah dan lebih umum lagi teks-teks
legislatif yang membentuk tradisi keagamaan sebelum
tersusunnya undang-undang. Teks-teks tersebut merupakan
bagian-bagian yang terpisah disana-sini dalam
bagian-bagian Perjanjian Lama.

Kemudian kira-kira abad X SM tersusunlah teks "Yahwist"
dari Pentateuque (Torat) yang merupakan lima fasal
pertama. Kemudian orang menambahkan kepada teks
tersebut, bagian-bagian yang dinamakan "versi Elohist"
dan versi "Sakerdotal".2 Teks Yahwist membicarakan
periode permulaan alam sampai matinya Yakob. Teks
tersebut berasal dari Kerajaan Selatan (Israel Selatan)
atau Yuda.

Pada akhir abad IX dan pertengahan abad VIII SM, dalam
Kerajaan Yahudi Utara (Israil)3 telah tersiar pengaruh
Elia dan Elisa; yakni dua orang nabi yang kita jumpai
tulisannya dalam Perjanjian Lama. Periode teks Elohist
lebih singkat daripada teks Yahwist; karena teks
Elohist hanya menceritakan kejadian-kejadian tentang
Abraham (Ibrahim), Yacob (Ya'kub) dan Yosef (Yusuf).
Kitab (fasal) Yusak dan Hakim-hakim juga berasal dan
zaman ini.

Abad VIII SM adalah abad nabi-nabi penulis, yaitu Amos
dan Hosea di Israil(Kerajaan Utara) dan Isaiah dan
Mikah dalam Kerajaan Selatan (Yuda)

Pada tahun 721 SM Kerajaan Samaria mencaplok negara
Israil, dan dengan begitu maka Kerajaan Yuda mengambil
alih warisan keagamaan. Kumpulan peribahasa tersusun
pada periode ini dan menunjukkan campuran antara teks
Yahwist dan Elohist. Dengan begitu tersusunlah kitab
Taurah. Penyusunan Kitab Ulangan juga terjadi dalam
periode ini.

Pemerintahan Yosias dalam pertengahan kedua abad VII SM
bersamaan dengan permulaan zaman nabi Jeremia, akan
tetapi karangan Jeremia ini baru berbentuk yang
definitif satu abad kemudian.

Kenabian- Zefanya, Nahum dan Habakuk terjadi sebelum
orang Israil dideportasi (diasingkan) ke Babylon pada
takun 598 SM, yakni karena Babylon menang atas Samaria
yang mencaplok Israil pada tahun 721 SM. Pada waktu itu
Nabi Yehezkiel sudah menyelesaikan tugas kenabiannya.
Deportasi kedua terjadi ketika Yerusalem jatuh pada
tahun 587 SM, dan pengasingan itu baru selesai pada
tahun 538 SM.

Kitab (fasal) Yehezkiel, seorang nabi Yahudi yang besar
pada zaman pengasingan ke Babylon baru dibukukan
setelah ia meninggal. Para penulis fasal Yehezkiel
tersebut juga menulis versi sakerdotal mengenai Kitab
Kejadian, yakni mengenai periode dari waktu Dunia
diciptakan oleh Tuhan sampai matinya Ya'kub. Dengan
begitu maka di antara teks Yahwist dan teks Elohist
telah diselipkan teks ketiga yang perbedaan umurnya
adalah empat dan dua abad lebih dahulu. Pada waktu itu
sudah terdapat kitab "Nudub" (tangisan) atau
Lamentation.

Karena perintah raja Persia, Cyrus yang mengalahkan
Babylonia, pengasingan ke Babylon diakhiri pada tahun
538 SM. Orang-orang Yahudi kembali ke Palestina dan
mendirikan lagi tempel mereka di kota itu. Nampak pula
nabi-nabi baru dan kitab (fasal) baru seperti kitab
(fasal) Hagai, Zakarya, Israil, Maleachi, Daniel dan
Baruch.

Setelah Bani Israil diasingkan ke Babylon terkumpullah
fasal-fasal dalam perjanjian lama sebagai berikut:
Amstal Sulaiman (Proverbs) kurang lebih pada tahun 480
SM, fasal Ayub pada pertengahan abad V SM, al Khatib
(Ecelesiaste atau chronick), pada abad III SM bersamaan
dengan nyanyian (song of Salomon), dua fasal Berita,
fasal Esdras, fasal Nehemia; eclesiastique atau
seracide baru muncul pada abad II SM, fasal
kebijaksanaan Sulaiman, dua fasal Maccabees ditulis
pada abad I SM, fasal Ruth Esther, Yunus; Tobias dan
Yudit adalah sukar untuk dipastikan abad penulisannya.
Keterangan-keterangan tersebut masih dapat berubah jika
ada riset-riset baru, oleh karena Perjanjian Lama
seluruhnya baru terkumpul pada abad I SM dan secara
definitif, baru pada abad I M

Dengan begitu maka Perjanjian Lama merupakan satu
monumen literatur bangsa Yahudi, yang terkumpul sedikit
demi sedikit sehingga periode Agama Nasrani.
Kitab-kitab (fasal-fasal) nya telah ditulis,
disempurnakan dan ditinjau kembali antara abad X dan
abad I SM. Faktor ini bukan sekedar pendapat saya
pribadi akan tetapi saya kutip dari Encyclopedia
Universalis, cetakan tahun 1974, jilld III halaman 246
- 253, ditulis oleh S.P Sandraz guru besar pada
fakultas dominikan di Soulchoir; untuk memahami apakah
Perjanjian Lama itu, kita harus ingat hasil-hasil
penyelidikan para spesialis yang sangat kompeten.

Suatu wahyu telah tercampur dengan tulisan-tulisan itu,
akan tetapi pada waktu ini yang kita miliki hanya
hal-hal yang ditinggalkan oleh orang-orang yang telah
merubah teks asli menurut situasi dan kondisi yang
dihadapi mereka.

Jika kita bandingkan hal-hal obyektif tersebut di atas
dengan hal-hal yang tersebut dalam mukaddimah atau kata
pengantar bermacam-macam Bibel yang dicetak untuk awam,
kita rasakan ada perbedaan. Dalam kata pengantar itu
tak disebutkan hal-hal yang mengenai pembukuan Bibel;
hal-hal yang samar-samar dan kabur tidak diberi
penjelasan sehingga membingungkan pembaca, dan banyak
soal-soal yang diperkecil sehingga memberi gambaran
yang salah. Dengan begitu maka pengantar-pengantar itu
banyak yang merubah kebenaran. Banyak kitab (fasal)
yang dirubah beberapa kali; seperti dalam kasus Taurah,
tetapi dalam edisi hanya diterangkan, mungkin ada
perinci-perinci yang ditambahkan. Kadang-kadang ada
pengarang yang mengadakan diskusi tentang sesuatu
bagian yang tidak penting, akan tetapi ia melupakan
bagian yang sangat penting dan menolak pembahasan yang
mendalam. Sungguh menyedihkan jika kita melihat hal-hal
yang tidak benar dilakukan oleh orang-orang yang
menyiarkan Bibel untuk awam.
























Taurah atau Pentateuque

Taurah adalah nama dalam bahasa Semit. Kalimat Yunani
yang sekarang dipakai dalam bahasa Perancis adalah
Pentateuque yang artinya kitab yang terdiri dari lima
bagian: Kejadian, Keluaran, Imamat orang Levi, Bilangan
dan Ulangan, yaitu lima fasal yang pertama dari 37
fasal yang terdapat dalam Perjanjian Lama.

Kumpulan teks ini membicarakan asal alam, sampai
masuknya bangsa Israil di Kana'an, tanah yang
dijanjikan sesudah mereka menjadi budak di Mesir; atau
lebih tepat lagi sampai wafatnya nabi Musa. Tetapi
riwayat kejadian-kejadian sejarah itu dipergunakan
sebagai kerangka untuk menerangkan kehidupan keagamaan
dan sosial bangsa Yahudi. Dari sinilah nama Hukum atau
Taurah.

Orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen selama
berabad-abad berpendapat bahwa pengarang Taurah (lina
bagian pertama daripada Perjanjian Lama) adalah Nabi
Musa sendiri. Barangkali pendapat tersebut didasarkan
atas ayat (Keluaran 17, 14) yang berbunyi: "Tulislah
itu (kekalahan kaum Amalek) dalam Kitab," atau atas
ayat (Bilangan 33, 2) tentang keluarnya orang Yahudi
dari Mesir yang berbunyi "Musa menerangkan dengan
tulisan tempat-tempat mereka berangkat," atau dalam
(kitab Ulangan 3, 9) yang berbunyi: "Musa menulis
aturan (hukum) ini." Semenjak abad Pertama S.M. banyak
orang yang mempertahankan anggapan bahwa seluruh
Pentateuque ditulis oleh Nabi Musa, di antara
orang-orang itu adalah: Flavius Joseph dan Philon dari
Alexandria.

Pada waktu sekarang anggapan seperti tersebut di atas
sudah ditinggalkan orang. Tetapi meskipun begitu,
Perjanjian Baru masih mempertahankannya. Paulus dalam
suratnya kepada orang-orang Rum (10, 5) mengutip
kata-kata orang Levi: "Musa sendiri menulis
aturanaturan yang datang dari Taurah." Yahya, pengarang
Injil yang keempat, dalam fasal 5, ayat 46-47
meriwayatkan bahwa Yesus berkata: "Jika kamu telah
melihat Musa, kamu tentu akan percaya kepadaku karena
ia (Musa) telah menulis tentang diriku. Kalau kamu
tidak percaya kepada apa yang ditulis oleh Musa,
bagaimana kamu dapat percaya kepada apa yang aku
katakan?"

Di sini kekeliruan timbul daripada redaksi; teks asli
bahasa Yunani adalah "episteute" yang berarti "fasal"
dan bukan "menulis." Dengan begitu maka Yahya, penulis
Injil ke empat telah memberi keterangan salah yang
digambarkan telah diucapkan oleh Yesus.

Saya meminjam bahan-bahan di atas dari R.P. de Vaux,
direktur Lembaga Bibel di Yerusalem. Dalam terjemahan
"kitab Kejadian" tahun 1962 ia memberi pengantar umum
yang memuat argumentasi yang bertentangan dengan
keterangan Injil mengenai siapa yang menulis
"Pentateuque" (lima fasal pertama dalam Perjanjian
Lama).

R.P. de Vaux memperingatkan bahwa tradisi Yahudi yang
menjadi pedoman bagi Yesus dan para rasul (sahabat)nya
telah diterima sampai akhir abad pertengahan. Pada abad
XII, Aben Isra adalah satusatunya orang yang menentang
anggapan itu. Pada abad XVI, Carlstadt memperingatkan
kita bahwa Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita
tentang kematiannya, seperti yang tersebut dalam kitab
(fasal) Ulangan 34, 512. Pengarang kemudian menyebutkan
kritikkritik lainnya yang mengatakan bahwa tidak semua
Taurah itu karangan Musa; secara khusus disebutkan buku
karangan Richard Simon yang berjudul: Histoire Critique
du Vieux Testament (Sejarah Kritik tentang Perjanjian
Lama) tahun 1678 yang menonjolkan kesulitan-kesulitan
kronologis (urutan Sejarah), ulangan-ulangan,
tulisan-tulisan yang tak teratur tentang
riwayat-riwayat, serta perbedaan-style (tata bahasa)
dalam Taurah. Karangan R. Simon tersebut telah
menyebabkan heboh, tetapi orang tidak lagi mengikuti
argumentasi R. Simon; buku-buku sejarah dari permulaan
abad 18 selalu menyebutkan: "Apa yang telah ditulis
oleh Musa" untuk menunjukkan sumber yang sangat kuno.

Kita dapat mengerti betapa susahnya menentang suatu
dongengan (Legende) yang berdasarkan atas sandaran yang
(digambarkan) telah diberikan oleh Yesus dalam
Perjanjian Baru. Kita berhutang budi kepada Yean
Astruc, tabib pribadi Raja Louis XV yang telah
memberikan argumen yang kuat.

Pada tahun 1753 ia menerbitkan bukunya: Dugaan tentang
catatan-catatan asli, yang dipakai oleh Nabi Musa untuk
menulis kitab (fasal) Kejadian. Dalam buku itu, ia
menitik beratkan adanya bermacam-macam sumber. Ia sudah
terang, bukannya orang pertama yang menulis hal ini,
akan tetapi ia adalah orang pertama yang berani
mengumumkan suatu kenyataan yang sangat penting, yaitu
bahwa mengenai kitab: (fasal) Kejadian terdapat dua
teks yang berbeda-beda; yang satu menamakan Tuhan
dengan kata Yahwe, yang lainnya menyebut Tuhan dengan
kata Elohim. Eichhorn (1780-1783) mengungkapkan
penemuan yang sama mengenai empat kitab (fasal) lainnya
dalam Taurah (Pentateuque). Kemudian pada tahun 1798,
Ilgen merasa bahwa satu daripada dua teks yang
diselidiki oleh Astruc yaitu teks yang di dalamnya
Tuhan dinamakan Elohim, harus dibagi menjadi dua.
Dengan begitu maka Pentateuque menjadi benar-benar
terpecah-pecah.

Pada abad XIX telah dilakukan penelitian yang telah
mantap mengenai sumber-sumber Perjanjian Lama. Pada
tahun 1854, orang berpendapat bahwa ada 4 sumber,
yaitu: dokumen Yahwist, dokumen Elohist, Deuteronomy,
kitab-(fasal) Ulangan dan kode Sakerdotal (hukum para
pendeta). Dokumen Yahwist telah ditulis di Kerajaan
Yuda pada abad IX S.M. Dokumen Elohist adalah lebih
baru, dan ditulis di kerajaan Israil Deuteronomy (Kitab
Ulangan) menurut Edmond Yacob ditulis pada abad VIII
S.M., dan menurut R.P. de Vaux ditulis pada abad VII
S.M. pada zaman Yosias. Dan akhirnya, code Sakerdotal
(hukum-hukum pendeta) ditulis pada abad VI S.M., yakni
pada zaman pengasingan Israil di Babylon atau
sesudahnya.

Dengan begitu maka teks Taurah telah berangsur-angsur
tertulis selama sedikitnya tiga abad.

Akan tetapi masalahnya jauh lebih kompleks. Pada tahun
1941, A. Lods mengatakah bahwa document Yahwist
mempunyai 3 sumber, dokumen Elohist mempunyai 4 sumber,
kitab ulangan mempunyai 6 sumber dan hukum-hukum
pendeta mempunyai 9 sumber, di samping tambahan-
tambahan yang dibagi-bagi antara 8 penulis, sebagai
yang dikatakan oleh R.P. de Vaux.

Kemudian orang mulai berfikir bahwa banyak hukum-hukum
dalam Taurah yang sama dengan hukum-hukum lama di luar
Bibel, dan banyak riwayat-riwayat dalam Taurah yang
memberi kesan berasal dari lingkungan lain yang lebih
kuno; dengan demikian maka persoalannya menjadi jauh
lebih kompleks.

Sumber-sumber yang banyak itu menyebabkan perbedaan-
perbedaan dan ulangan-ulangan. R.P. de Vaux memberi
contoh tentang tercampurnya tradisi yang berbeda- beda
mengenai penciptaan alam, anak keturunan Cain (Habil),
banjir Nabi Nuh, penculikan Nabi Yusuf, petualangannya
di Mesir, perbedaan nama seseorang, penyajian yang
berbeda-beda mengenai sesuatu ke}adian.

Dengan begitu maka Taurah (Pentateuque) nampak tersusun
daripada tradisi bermacam-macam yang dihimpun secara
baik oleh penyusun-penyusunnya, yang kadang-kadang
menjajarkan kumpulan mereka dan kadang-kadang merubah
kumpulan-kumpulan itu dengan maksud menimbulkan sintesa
di antaranya; meskipun dalam melakukan hal terakhir ini
mereka tidak menghilangkan perbedaan serta
keragu-raguan sehingga hal-hal ini menarik perhatian
orang-orang zaman sekarang untuk mengadakan penelitian
mengenai sumber-sumber asli.

Dalam rangka kritik mengenai teks, Taurah (Pentateuque)
memberi contoh yang amat jelas tentang perubahan-
perubahan yang dilakukan oleh manusia, pada bermacam-
macam periode sejarah bangsa Yahudi, tradisi lisan
dan teks-teks yang berasal dari generasi-generasi
terdahulu.

Taurah bermula pada abad X atau IX S.M. dengan tradisi
Yahwist yang menceriterakan permulaan penciptaan alam,
kemudian menyusun sejarah bangsa Israil, dan seperti
kata R.P de Vaux, menempatkannya dalam rencana Tuhan
untuk seluruh kemanusiaan. Akhirnya Taurah terus
tersusun pada abad VI S.M dengan tradisi
pendeta-pendeta, yang mementingkan tahun dan silsilah
keturunan (Genealogi).4

Pernyataan-pernyataan yang sedikit atau jarang yang
tetap terdapat dalam tradisi ini, menurut R.P. de Vaux,
menunjukkan perhatian besar yang mengenai hukum seperti
istirahat pada hari Sabtu setelah menciptakan alam,
aliansi dengan Nuh, aliansi dengan Ibrahim, khitan,
pembelian gua Makpeh yang memberi hak milik kepada
pendeta-pendeta di Kana'an. Kita perlu ingat bahwa
tradisi sakerdotal (pendeta-pendeta) muncul setelah
bangsa Israil kembali dari pengasingannya di Babylon
dan mendiami Palestina mulai tahun 583 S.M. Jadi soal
agama dan soal politik tercampur.

Mengenai kitab (fasal) Kejadian, pembagian dalam tiga
sumber pokok telah dianggap benar: R.P. de Vaux dalam
terjemahannya membawakan teks-teks yang menjadi dasar
bagi teks yang ada sekarang dalam fasal Kejadian.
Dengan mendasarkan penyelidikan kepada teks-teks
tersebut, siapa saja dapat menunjukkan hubungan antara
teks dalam fasal Kejadian dengan teks dalam tiga sumber
pokok tersebut di atas. Umpamanya, mengenai yang
berhubungan dengan penciptaan alam, dengan banjir dan
periode semenjak banjir sampai munculnya Ibrahim, yaitu
ceritera dalam 11 bagian yang pertama dalam kitab
(fasal) Kejadian, kita dapat menemukan sebagian teks
Yahwist dan sebagian lainnya teks Sakerdotal.

Teks Elohist tak terdapat dalam 11 bagian pertama.
Percampuran antara teks Yahwist dan Sakerdotal nampak
dengan jelas. Adapun yang mengenai penciptaan alam
sampai Zaman Nabi Nuh (5 bagian yang pertama),
susunannya lebih mudah; satu bagian Yahwist bergantian
dengan satu susunan Sakerdotal dari permulaan sampai
akhir. Mengenai Banjir, khususnya mengenai bagian 7 dan
8, potongan-potongan teks menurut sumber asli
memisahkan beberapa bagian-bagian yang sangat pendek.
Dalam meneliti 100 baris teks Prancis, kita beralih
dari satu teks kepada teks yang lain lebih dari 17
kali. Dari sinilah timbulnya perbedaan-perbedaan dan
kontradiksi dalam pembacaan Taurah dalam Injil yang ada
sekarang. (Lihatlah gambar yang menjelaskan pembagian
sumber-sumber di bawah ini).

Perincian Pembagian Teks Yahwist dan Teks Sakerdotal
dalam Bagian 1-11 dari Kitab Kejadian

Angka pertama menunjukkan fasal (Bagian).

Angka kedua antara dua kurung menunjukkan nomornya
kata-kata (phrase) yang kadang-kadang dibagi menjadi
dua bagian, a dan b

Huruf Y menunjukkan teks Yahwist.

Huruf S menunjukkan teks Sakerdotal.

Contoh: baris pertama daripada tabel ini menunjukkan
bahwa dari fasal (bagian) pertama, kata-kata (phrase) 1
sampai bagian 2 kata-kata (phrase) 4a, teks yang ada
sekarang dalam Bibel adalah teks Sakerdotal.

Fasal(bagian) Phrase s/d Fasal Phrase Teks

1 (1) 2 (4a) S
2 (4b) 4 (2b) Y
5 (1) 5 (32) S
6 (1) 6 (8) Y
6 (9) 6 (22) S
7 (1) 7 (5) Y
7 (6) ... ... S
7 (7) 7 (10) Y
7 (11) ... ... S
7 (12) ... ... Y
7 (13) 7 (16a) S
7 (16B) 7 (17) Y
7 (18) 7 (21) S
7 (22) 8 (23) Y
7 (24) 8 (2a) S
8 (2b) ... ... Y
8 (3) 8 (5) S
8 (6) 8 (12) Y
8 (13a) ... ... S
8 (13b) ... ... Y
8 (14) 8 (19) S
8 (20) 8 (22) Y
9 (1) 9 (17) S
9 (18) 9 (27) Y
9 (28) 10 (7) S
10 (8) 10 (19) Y
10 (20) 10 (23) S
10 (24) 10 (30) Y
10 (31) 10 (32) S
11 (1) (11) (9) Y
11 (10) 11 (32) S


Ini semua adalah gambaran yang sangat jelas tentang
permainan yang dilakukan oleh manusia mengenai Bibel.










Bagian-bagian Mengenai Sejarah

Dalam bagian-bagian yang mengenai Sejarah dalam Bibel,
kita dapatkan sejarah bangsa Yahudi semenjak masuk ke
daerah yang dijanjikan (kira-kira pada abad XIII S.M.)
sampai deportasi (pengasingan) ke Babylon pada abad VI
S.M.

Dalam sejarah itu ditekankan "kejadian nasional" yang
digambarkan sebagai pelaksanaan janji Tuhan. Akan
tetapi dalam hikayat ini tak terdapat ketelitian
historis. Suatu fasal seperti fasal Yusak hanya
mempunyai dasar teologi. Dalam hal ini, professor
Edmond Yacob mengingatkan kita tentang adanya
kontradiksi yang jelas antara arkeologi dan teks
Perjanjian Lama mengenai kerusakan kota Jericho dan Ay.

Kitab (fasal) Hakim-hakim dimaksudkan untuk
mempertahankan bangsa yang terpilih terhadap
musuh-musuh yang melingkunginya, yakni dengan
pertolongan Tuhan Fasal itu berkali-kali dirubah; hal
ini dijelaskan oleh R.P.A. Lefevre dalam mukaddimah
Bibel Crampon. Kata-kata pengantar yang bercampur aduk
susunannya serta tambahan-tambahan di belakang,
menunjukkan fakta tersebut. Sejarah Ruth ada hubunganya
dengan fasal Hakim-hakim.

Fasal Samuel dan Fasal Raja-raja merupakan
kumpulan-kumpulan biografik yang menarik bagi Samuel,
Saul, David dan Salomon Tetapi nilai sejarahnya
disangsikan. Edmond Yacob menemukan di dalamnya banyak
kesalahan-kesalahan; kadang-kadang sesuatu kejadian
diriwayatkan dua atau tiga kali. Nabi-nabi Elia, Elisa,
Yesaya dalam bagian itu juga mendapat tempat, tetapi
sejarah mereka tercampur dengan legenda, walaupun
menurut R.P.A. Lefevre nilai sejarahnya sangat penting.

Bagian pertama dan kedua dari kitab (fasal) Tawarikh,
fasal-fasal Ezra dan Nehemia ditulis oleh satu orang
yang hidup pada akhir abad IV S.M. Ia meriwayatkan
sejarah dari masa penciptaan Tuhan sampai waktu itu,
akan tetapi silsilah keturunan (genealogi) hanya sampai
nabi Dawud. Ia mengambil dan menjiplak dari fasal
Samuel dan fasal Raja-raja dengan tidak memperhatikan
kepincangannya; begitulah kata E. Yacob; akan tetapi ia
menambah hal-hal yang pasti yang dikuatkan oleh
arkeologi. Dalam fasal-fasal tersebut, sejarah
disesuaikan dengan teologi. Edmond Yacob berkata:
kadang-kadang pengarang menulis sejarah bersandar
kepada teologi. Umpamanya, untuk menerangkan bahwa Raja
Manassi, seorang yang fasiq dan menganiaya
pemeluk-pemeluk agama tetapi memerintah lama dan masa
pemerintahannya penuh dengan kemakmuran, pengarang
Injil mengatakan bahwa raja tersebut telah mengikuti
agama Yahudi ketika berada di Assyrie (Tawarikh, fasal
dua, 33/11), padahal soal tersebut tak terdapat baik
dalam sumber-sumber Bibel atau di luarnya.

Fasal Ezra dan Nehemia telah menjadi sasaran kritik
yang banyak oleh karena fasal itu penuh dengan
kekaburan dan karena fasal-fasal tersebut menceritakan
tentang suatu periode sejarah yang sampai sekarang
belum terang benar kecuali jika kita pakai dokumen di
luar Bibel, yaitu periode abad IX S.M.

Di antara fasal-fasal yang mengenai sejarah terdapat
fasal Tobias, Yudith dan Ester. Dalam fasal-fasal
tersebut terdapat perubahan-perubahan terhadap sejarah
seperti penggantian nama-nama orang, dan kejadian yang
tak pernah ada; semua itu untuk sesuatu maksud
keagamaan. Fasal-fasal tersebut lebih merupakan
berita-berita yang bersifat petunjuk-petunjuk moral
akan tetapi penuh dengan kekeliruan sejarah.

Mengenai dua fasal tentang Maccabee yang membicarakan
kejadian-kejadian abad II S.M., dapat dikatakan bahwa
fasal itu meriwayatkan sejarah dengan baik dan
mempunyai nilai yang besar.

Dengan begitu maka kesimpulan-kesimpulan fasal-fasal
sejarah: merupakan kumpulan yang pincang. Sejarah
ditulis, sebagian secara ilmiah dan sebagian lagi
secara khayalan.































Pasal-pasal Mengenai Kenabian

Fasal-fasal Kenabian ini memuat ajaran-ajaran Nabi-nabi
yang namanya tersebut dalam Perjanjian Lama terpisah
daripada nama-nama Nabi-nabi yang besar dan yang
ajarannya dimuat dalam fasal lain seperti fasal nabi
Musa, Samuel, Elia dan Elisa.

Fasal-fasal kenabian ini meliputi periode dari abad
VIII sampai abad II S.M.

Pada abad VIII S.M., kita dapatkan fasal Amos, Hosea,
Yesaya dan Micha. Amos, mashur karena ia telah
melakukan kesalahan keagamaan sehingga ia terpaksa
menderita dengan badannya, yaitu ketika ia kawin dengan
seorang pelacur suci5 dalam agama kafir. Ia menderita
sebagaimana Tuhan menderita karena makhlukNya yang
tidak rnengikuti petunjukNya, tetapi Tuhan tetap
mencintai mereka. Isaiah adalah seorang tokoh politik;
ia menguasai kejadian-kejadian karena Raja-raja minta
nasehat kepadanya. Ia adalah seorang Nabi besar. Di
samping karya pribadinya, petuah-petuahnya disiarkan
oleh murid-muridnya sampai abad III S.M., seperti
protes terhadap ketidakadilan, takut kepada hukum
Tuhan, pengumuman tentang akan adanya pembebasan pada
waktu orang Yahudi dalam pengasingan, pengumuman bahwa
orang Yahudi akan kembali ke Palestina. Dalam Isaiah II
dan III, persoalan kenabian berbarengan dengan
persoalan Politik. Ramalan Micha yang hidup pada waktu
yang sama dengan Isaiah, bertitik tolak dari idea, yang
sama.

Pada abad VII S. M., Zefanya, Jeremia, Nahum, Habakuk
menjadi mashur dalam kenabian. Jeremie mati dibunuh.
Petuah-petuahnya dikumpulkan oleh Baruch, mungkin ia
adalah pengarang fasal Tangisan (Nudub).

Pengasingan di Babylon pada permulaan abad VI S.M.
menyebabkan adanya aktivitas kenabian yang intensif.
Tokoh besarnya adalah Yehezkiel sebagai seorang yang
menenteramkan teman-temannya dan memberikan harapan
kepada mereka. Fasal Abdias ada hubungannya dengan
Yerusalem yang telah jatuh di tangan musuh.

Sesudah pengasingan yang selesai pada tahun 538 S.M.,
Nabi Hagai dan Zakora menunjukkan aktivitas dalam
menganjurkan membina temple kembali. Setelah Temple
dibina kembali, kita dapatkan fasal Malaoko yang berisi
petuah-petuah spiritual.

Mengapa fasal Yunus dimasukkan dalam fasal Nabi-nabi
meskipun Perjanjian Lama tidak menyebutkan teks khusus?
Jawabnya, Yunus adalah suatu sejarah yang dapat memberi
kesimpulan pokok yaitu: menyerahkan diri kepada
Kehendak Tuhan.

Fasal Daniel adalah suatu fasal yang kabur, dan menurut
ahli tafsir Kristen, ia merupakan fasal yang sulit,
tertulis dalam 3 bahasa, yakni Ibrani, Aramean dan
Yunani. Fasal Daniel adalah suatu karangan dari abad II
S.M, Pengarangnya ingin meyakinkan bangsanya yang hidup
dalam zaman kesusahan yang mendalam bahwa saat
kebebasan sudah dekat. Ini adalah untuk menjaga
keimanan mereka (Edmond Yacob).


















































Pasal Mengenai Syair dan Hikmah

Fasal-fasal ini merupakan kumpulan tulisan yang
mempunyai keseragaman literer yang nyata.

Yang pertama adalah Psaumen (nyanyian) yang merupakan
puncak daripada puisi Ibrani. Sebagian terbesar disusun
oleh Nabi Dawud, sebagian lagi oleh para pendeta dan
orang-orang Lewi. Themanya adalah memuja Tuhan, mendoa
(memohon) dan meditasi. Fungsinya adalah liturgi, yakni
dibaca waktu sembahyang.

Fasal Job (Ayub) merupakan fasal hikmah dan taqwa;
tertulis pada tahun 400 atau 500 S.M.

Fasal Nudub (Tangisan) karena jatuhnya Yerusalem,
ditulis pada permulaan abad VI S.M. mungkin ditulis
oleh Jeremia.

Kita juga harus menyebutkan fasal Cantiqus des
Cantiques (suatu kumpulan nyanyian tentang cinta kepada
Tuhan), fasal peribahasa, kumpulan kata-kata Nabi
Sulaeman dan orang-orang bijaksana di Istana, Imam
(Eclesiast) atau qoheleth dimana orang memperdebatkan
antara kebahagiaan dunia dan kebijaksanaan.

Bagaimana kumpulan yang sangat berbeda-beda dari segi
isinya, yang fasal-fasalnya ditulis selama paling
sedikit 700 tahun, dan mempunyai sumber-sumber yang
sangat berbeda, kemudian semua itu dipadukan dan
dimasukkan dalam satu buku, bagaimana kumpulan semacam
itu dalam beberapa abad dapat merupakan kesatuan yang
tak terpisah-pisah dan menjadi Kitab Wahyu Yahudi
Kristen (dengan sedikit perbedaan-perbedaan menurut
kelompok) dan menjadi hukum (Kanon) yakni suatu kalimat
Yunani yang mengandung arti (tidak boleh disentuh).

Pengumpulan bahan-bahan Perjanjian Lama tidak terjadi
pada zaman Kristen, akan tetapi masih dalam zaman
Yahudi, dan dimulai secara pasti pada abad VII S.M.
Fasal-fasal lainnya dimuat sesudah fasal-fasal pertama.
Tetapi perlu kita ingat bahwa 5 fasal pertama yang
merupakan Taurah (Pentateuk) selalu mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada fasal-fasal lain. Kemudian
orang menambah fasal-fasal Taurah itu dengan
Pengumuman-pengumuman para Nabi (siksaan Tuhan bagi
orang yang berdosa), serta janji-janji mereka, karena
Taurah sudah merupakan fasal-fasal yang diterima rakyat
pada abad II S.M., Kanon para Nabi sudah jadi.

Fasal-fasal lain seperti nyanyian Nabi Dawud yang
dipakai untuk sembahyang, ditambahkan pula bersama
dengan fasal Tangisan dan hikmat Suleman atau Ayub.

Agama Kristen, atau lebih tepat pada permulaannya,
agama Yahudi Kristen, sebagai yang akan kita lihat
nanti, yaitu agama yang telah banyak dipelajari oleh
sarjana-sarjana modern seperti Kardinal Danielou, agama
Kristen sebelum mengalami perubahan-perubahan pokok
yang disebabkan oleh pengaruh Paulus, telah menerima
warisan Perjanjian Lama. Para pengarang Injil sangat
tertarik kepada Perjanjian Lama.

Akan tetapi jika kita melakukan pembersihan-pembersihan
terhadap Injil empat dengan menghilangkan hal-hal yang
apokrif (yang misterius, tidak benar, tidak autentik),
kita tidak perlu melakukan hal yang sama untuk
Perjanjian Lama. Ini berarti bahwa kita menerima
seluruh atau hampir seluruh isi Perjanjian Lama.

Siapakah yang berani mempersoalkan sesuatu mengenai
kumpulan-kumpulan yang pincang ini sampai akhir abad
Pertengahan, sedikitnya di Barat? Tak ada atau hampir
tak ada. Mulai akhir abad Pertengahan sampai permulaan
abad modern telah timbul beberapa kritik. Kita sudah
membaca sebagian kritik tersebut pada permulaan buku
ini, akan tetapi gereja-gereja selalu dapat memaksakan
kekuasaannya . Suatu kritik autentik mengenai teks
memang sudah ada sekarang, akan tetapi jika para
pendeta-pendeta spesialis dapat mempergunakan pikiran
lebih banyak untuk menyelidiki perincian-perincian dari
bermacan-macam persoalan, mereka kemudian berpendapat
bahwa lebih baik jangan masuk terlalu jauh kedalam
"hal-hal yang sukar." Nampaknya mereka itu tidak
menyelidiki "hal-hal yang sukar itu" dengan sinar
pengetahuan modern. Jika kita mau mengadakan
perbandingan dalam sejarah, apalagi kalau terdapat
persesuaian antara mereka dan Bibel, maka sebetulnya
mereka itu belum berhasrat sungguh-sungguh untuk
melakukan perbandingan yang mendalam dan blak-blakan
dengan idea-idea ilmiah yang mereka rasakan akan
menyanggah idea-idea tentang kebenaran isi Injil yang
sampai waktu ini tidak pernah dibantah.





















Perjanjian Lama dan Sains

SEKEDAR MENGEMUKAKAN FAKTA

Hanya sedikit hal-hal yang tersebut dalam Perjanjian
Lama, dan juga dalam Perjanjian Baru yang menimbulkan
konfrontasi dengan pengetahuan modern. Tetapi jika
terdapat hal-hal yang tidak sesuai antara teks Bibel
dengan Sains, maka soalnya menjadi sangat penting.

Dalam bab-bab yang terdahulu, kita telah menemukan
dalam Bibel kesalahan-kesalahan sejarah dan kita telah
menyebutkan beberapa masalah yang telah dibicarakan
oleh ahli tafsir Yahudi dan Kristen. Ahli-ahli Kristen
condong untuk mengecilkan persoalannya. Mereka
berpendapat bahwa adalah normal jika seorang pengarang
buku agama menyajikan fakta-fakta sejarah dengan
menghubungkannya dengan teologi, menulis sejarah untuk
keperluan agama. Kita akan melihat dalam Injil Matius,
sikap yang bebas terhadap sesuatu kenyataan, dan kita
dapatkan tafsiran-tafsiran yang tujuannya untuk
menjadikan yang tidak benar menjadi benar; suatu
pikiran yang obyektif dan logis tidak akan merasa puas
dengan cara yang demikian.

Dengan memakai logika, orang dapat menunjukkan banyak
kontradiksi dan kekeliruan dalam Bibel. Adanya
sumber-sumber yang berlainan telah menyebabkan adanya
versi yang berlainan mengenai sesuatu hikayat. Tetapi
di samping itu kita dapatkan bermacam-macam perubahan,
bermacam-macam tambahan. Pada mulanya tambahan itu
sebagai tafsiran, tetapi kemudian naskah asli dan
tafsiran disalin lagi dan semua isinya dianggap asli.
Semua ini sudah diketahui oleh ahli-ahli kritik teks,
dan mereka kemukakan secara jujur.

Mengenai Taurah, R.P. de Vaux dalam bukunya: Pengantar
Umum (Introduction Generale) yang ditulis sebelum
menterjemahkan Taurah telah menunjukkan bermacam-macam
kepincangan yang tak perlu lagi saya ulangi di sini
karena banyak lagi yang akan saya sebutkan dalam
penyelidikan ini. Kesimpulan dari semua itu adalah
bahwa kita tidak boleh memahami teks-teks Taurah secara
harafiah.

Di bawah ini adalah suatu oontoh yang menarik:

Dalam Kitab Kejadian (6, 3) Tuhan memutuskan, sebelum
Banjir Nabi Nuh, untuk membatasi umur manusia, paling
panjang hanya 120 tahun. "Hidupnya tidak akan lebih
dari 120 tahun." Tetapi kemudian, dalam Kitab Kejadian
(II, 10-32) kita dapatkan bahwa sepuluh orang keturunan
Nabi Nuh hidup sampai umur antara 148 dan 600 tahun
(lihatlah tabel mengenai anak turunan Nabi Nuh sampai
Abraham). Kontradiksi antara dua kalimat tersebut
adalah menyolok. Tetapi adalah mudah untuk menerangkan.
Kalimat pertama (Kitab Kejadian 6,3) adalah teks
Yahwist, yang sebagai kita telah membicarakannya,
dibuat pada abad X S.M. Sedangkan kalimat kedua (Kitab
Kejadian II, 10-32) merupakan teks yang lebih muda
(abad VI S.M.) dari tradisi pendeta-pendeta
(Sakerdotal) yang merupakan dasar dari silsilah
keturunan (genealogi) yang memberi gambaran tentang
lamanya hidup seseorang secara tepat tetapi ternyata
tidak benar dalam keseluruhannya.

Kontradiksi dengan Sains modern terdapat dalam Kitab
Kejadian, yaitu mengenai tiga persoalan:

1). Penciptaan alam dan tahap-tahapnya.
2). Waktu penciptaan alam dan waktu timbulnya
manusia di atas bumi.
3). Riwayat banjir Nuh.









































Penciptaan Alam (1/3)
Sebagai yang telah dikatakan oleh R. P. de Vaux, Kitab
Kejadian bermula dengan dua riwayat mengenai penciptaan
alam. Oleh karena itu kita perlu menyelidiki kedua
riwayat itu secara terpisah untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan penyeiidikan-penyelidikan ilmiah.

RIWAYAT PERTAMA

Riwayat pertama memenuhi fasal I dan ayat-ayat pertama
dari fasal II. Riwayat ini merupakan contoh yang sangat
menonjol tentang ketidaktepatan ilmiah. Kita perlu
melakukan kritik sebaris demi sebaris. Teks yang kita
muat di sini adalah teks menurut terjemahan Lembaga
Bibel Yerusalem, (Ecole Biblique de Yerusalem). Dalam
bahasa Indonesia, diambil dari Al Kitab cetakan Lembaga
Alkitab Indonesia tahun 1962. (Rasjidi).

Fasal 1, ayat 1 dan 2,

1. "Bahwa pada mula pertama dijadikan Allah akan langit
dan bumi.

2. Maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu
hal yang ketutupan kelam kabut; maka Roh Allah
melayang-layang diatas muka air itu."

Kita dapat menerima bahwa pada tahap bumi belum
diciptakan, apa yang kemudian menjadi alam yang kita
ketahui sekarang masih tenggelam dalam kegelapan, akan
tetapi tersebutnya adanya air pada periode tersebut
hanya merupakan alegori (kiasan) belaka mungkin sekali
ini adalah terjemahan suatu mitos. Kita akan melihat
dalam bagian ketiga dari buku ini bahwa pada tahap
permulaan dari terciptanya alam yang terdapat adalah
gas. Maka disebutkannya air di situ adalah suatu
kekeliruan.

Ayat 3 sampai 5

3. "Maka firman Allah: Hendaklah ada terang. Lalu
terangpun jadilah.

4. Maka dilihat Allah akan terang itu baiklah adanya,
lalu diceraikan Allah terang itu dengan gelap.

5. Maka dinamai Allah akan terang itu siang dan akan
gelap itu malam. Setelah petang dan pagi, maka itulah
hari yang pertama."

Cahaya yang menerangi alam adalah hasil daripada reaksi
kompleks yang terjadi pada bintang-bintang. Hal ini
akan kita bicarakan pada bagian ketiga daripada buku
ini. Pada tahap penciptaan alam yang kita bicarakan
sekarang, menurut Bibel, bintang-bintang belum
diciptakan, karena sinar di langit baru disebutkan
dalam ayat 14 dari Kitab Kejadian, yaitu sebagai
ciptaan pada hari keempat, untuk "memisahkan siang
daripada malam," "untuk menerangi bumi." Dan ini semua
betul. Tetapi adalah tidak logis untuk menyebutkan efek
(sinar) pada hari pertama, dengan menempatkan
penciptaan benda yang menyebabkan sinar
(bintang-bintang) tiga hari sesudah itu. Lagipula
menempatkan malam dan pagi pada hari pertama adalah
alegori (kiasan) semata-mata, karena malam dan pagi
sebagai unsur hari tak dapat digambarkan kecuali
sesudah terwujudnya bumi dan beredarnya di bawah sinar
planetnya yaitu matahari.

Ayat 6 sampai 8

6. "Maka firman Allah: Hendaklah ada suatu bentangan
pada sama tengah air itu supaya diceraikan dengan air.

7. Maka dijadikan Allah akan bentangan itu serta
diceraikanlah air yang di bawah bentangan itu dengan
air yang di atas bentangan. Maka jadilah demikian.

8. Lalu dinamai Allah akan bentangan itu langit.
Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang kedua."

Mitos air diteruskan dalam ayat-ayat tersebut dengan
memisahkan air menjadi dua lapisan, di tengahnya adalah
langit. Dalam riwayat Banjir Nabi Nuh, langit
membiarkan air menanjak, dan air itu kemudian jatuh ke
tanah. Gambaran bahwa air terbagi menjadi dua kelompok
tak dapat diterima secara ilmiah.

Ayat 9 sampai 13

9. "Maka firman Allah: Hendaklah segala air yang di
bawah langit itu berhimpun kepada satu tempat, supaya
kelihatan yang kekeringan itu; maka jadilah demikian.

10. Lalu dinamai Allah akan yang kekeringan itu darat,
dan akan perhimpunan segala air itu dinamainya laut;
maka dilihat Allah itu baiklah adanya.

11. Maka firman Allah: Hendaklah bumi itu menumbuhkan
rumput dan pokok yang berbiji dan pohon yang
berbuah-buah dengan tabiatnya yang berbiji dalamnya di
atas bumi itu; maka jadilah demikian.

12. Yaitu ditumbuhkan bumi akan rumput dan pokok yang
berbiji dengan tabiatnya dan pohon-pohon yang
berbuah-buah yang berbiji dalamnya dengan tabiatnya;
maka dilihat Allah itu baiklah adanya

13. Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang
ketiga."

Fakta bahwa pada suatu periode dalam sejarah bumi,
ketika bumi ini masih tertutup dengan air, terjadi
bahwa daratan-daratan mulai muncul, adalah suatu hal
yang dapat diterima secara ilmiah. Akan tetapi bahwa
pohon yang mengandung biji-biji bermunculan sebelum
terciptanya matahari (yang menurut Kitab Kejadian, baru
tercipta pada hari keempat), dan juga bahwa siang dan
malam silih berganti sebelum terciptanya matahari, hal
tersebut sama sekali tak dapat dipertahankan.

Ayat 14 sampai 19

14. "Maka firman Allah: Hendaklah ada beberapa benda
terang dalam bentangan langit supaya diceraikannya
siang dengan malam dan menjadi tanda dan ketentuan masa
dan hari dari tahun.

15. Dan supaya ia itu menjadi benda terang pada
bentangan langit akan menerangkan bumi; maka jadilah
demikian.

16. Maka dijadikan Allah akan kedua benda terang yang
besar itu, yaitu terang yang besar itu akan
memerintahkan siang dan terang yang kecil akan
memerintahkan malam, dan lagi segala bintang pun.

17. Maka ditaruh Allah akan dia dalam bentangan langit
akan memberi terang di atas bumi.

18. Dan akan memerintahkan siang dan malam dan akan
menceraikan terang itu dengan gelap maka dilihat Allah
itu baik adanya.

19. Setelah petang dan pagi maka itulah hari yang ke
empat."

Di sini gambaran yang diberikan oleh pengarang Injil
dapat diterima. Satu-satunya kritik yang dapat kita
lemparkan terhadap ayat-ayat tersebut adalah tempat dan
letaknya dalam hikayat penciptaan alam seluruhnya. Bumi
dan bulan telah memisahkan diri daripada matahari;
menempatkan penciptaan matahari dan bulan sesudah
penciptaan bumi adalah bertentangan dengan hal-hal yang
sudah disetujui secara pasti dalam ilmu pengetahuan
mengenai tersusunnya alam bintang-bintang.

Ayat 20 sampai 23

20. "Maka firman Allah: Hendaklah dalam segala air itu
menggeriak beberapa kejadian yang bernyawa dan yang
sulur menyulur, dan hendaklah ada unggas terbang di
atas bumi dalam bentangan langit.

21. Maka dijadikan Allah akan ikan raya yang
besar-besar dan segala binatang sulur menyulur yang
menggeriak dalam air itu tetap dengan tabiatnya, dan
segala unggas yang bersayap dengan tabiatnya, maka
dilihat Allah itu baik adanya.

22. Maka diberkati Allah akan dia, firmannya: Jadilah
biak dan bertambah kamu dan damaikanlah air yang di
dalam laut itu dan hendaklah segala unggas itupun
bertambah-tambah di atas bumi.

23. Setelah petang dan pagi maka itulah hari yang
kelima."

Ayat-ayat tersebut mengandung hal-hal yang tak dapat
diterima













































Penciptaan Alam (2/3)
Timbulnya binatang-binatang, menurut Kitab Kejadian,
bermula dengan binatang-binatang laut dan
burung-burung. Menurut Bibel, adalah pada hari
keesokannya bahwa bumi dihuni oleh binatang-binatang
(kita akan melihatnya dalam ayat-ayat selanjutnya);

Sudah terang bahwa asal kehidupan itu dari laut; kita
akan membicarakan hal tersebut pada bagian ketiga
daripada buku ini. Setelah adanya kehidupan di laut,
daratan dihuni oleh binatang-binatang. Di antara
binatang-binatang yang hidup diatas bumi, ada suatu
jenis reptil (binatang melata) yang dinamakan pseudo
suchiens yang hidup pada periode kedua dan yang
dikirakan menjadi asal burung-burung. Beberapa
sifat-sifat biologis yang bersamaan menguatkan sangkaan
ini. Tetapi binatang-binatang darat tidak disebutkan
oleh Kitab Kejadian, kecuali pada hari ke enam, setelah
munculnya burung-burung, oleh karena itu maka urutan
munculnya binatang darat dan burung-burung tak dapat
diterima.

Ayat 24 sampai 31

24. "Maka firman Allah: hendaklah bumi itu mengeluarkan
kejadian yang hidup dengan tabiatnya yaitu daripada
yang jinak dan yang menjalar dan yang liar, tiap-tiap
dengan tabiatnya, maka jadilah demikian.

25. Maka dijadikan Allah akan segala binatang yang liar
di atas bumi itu dengan tabiatnya, dan segala binatang
yang jinak pun dengan tabiatnya dan segala binatang
yang menjalar di atas bumipun dengan tabiatnya, maka
dilihat Allah itu baiklah adanya.

26. Maka firman Allah: Baiklah kita menjadikan manusia
atas peta dan atas teladan kita supaya diperintahkannya
segala ikan yang di dalam laut dan segala unggas yang
di udara dan segala binatang yang jinak dan seisi bumi
dan segala binatang melata yang menjalar di tanah.

27. Maka dijadikan Allah akan manusia itu atas petanya
yaitu atas peta Allah dijadikannya ia, maka
dijadikannya mereka itu laki-laki dan perempuan.

28. Maka diberkati Allah akan keduanya serta firmannya
kepadanya: berbiaklah dan bertambah-tambahlah kamu dan
penuhilah olehmu akan bumi itu dan taklukkanlah dia,
dan perintahkanlah segala ikan yang di dalam laut dan
segala unggas yang di udara dan segala binatang yang
menjalar di atas bumi.

29. Lagi firman Allah: bahwa sesungguhnya Aku telah
memberikan kamu segala tumbuh-tumbuhan yang
berbiji-biji di atas seluruh muka bumi dan segala pohon
yang berbuah dengan berbiji itu akan makananmu.

30. Tetapi akan segala binatang liar yang di bumi dan
segala binatang yang menjalar di atas bumi, yang ada
nyawa hidup dalamnya, maka Aku mengaruniakan segala
tumbuh-tumbuhan yang hijau akan makanannya maka jadilah
demikian.

31. Maka dilihat Allah akan tiap-tiap sesuatu yang
dijadikannya itu, sesungguhnya amat baiklah adanya.
Setelah petang dan pagi, maka itulah hari yang ke
enam."

Ini adalah gambaran selesainya penciptaan alam. Dalam
gambaran itu pengarang menyebutkan segala makhluk yang
hidup yang tidak disebutkan sebelumnya, dan
mengingatkan kepada bahan makanan yang bermacam-macam
yang diperuntukkan bagi manusia dan binatang.

Kesalahannya, sebagai yang telah kita lihat, adalah
dalam menempatkan munculnya binatang-binatang darat
sesudah burung-burung. Tetapi munculnya manusia di atas
bumi di tempatkan secara benar sesudah munculnya
makhluk-makhluk hidup yang lain.

Riwayat penciptaan alam selesai dengan tiga ayat
pertama dari fasal II.

1. "Demikianlah sudah dijadikan langit dan bumi serta
dengan segala isinya.

2. Maka pada hari yang ke tujuh setelah sudah
disampaikan Allah pekerjaannya yang telah diperbuatnya
itu, maka berhentilah ia pada hari yang ke tujuh itu
dari pekerjaannya, yang telah diperbuatnya.

3. Maka diberkati Allah akan hari yang ke tujuh itu
serta disucikannya karena dalamnya ia berhenti dari
pekerjaannya, yang telah diperbuatnya, akan
menyempurnakan dia.

4. Maka demikianlah asalnya langit dan bumi pada masa
itu dijadikan, tatkala diperbuat Tuhan Allah akan
langit dan bumi. "

Ayat mengenai hari ketujuh ini memerlukan komentar:

Pertama mengenai arti kata-kata. Teks tersebut adalah
terjemahan dari Lembaga Bibel Yerusalem. Ayat pertama
berbunyi: "Demikianlah sudah dijadikan langit dan bumi
serta dengan segala isinya." Perkataan terakhir dalam
bahasa Perancis terjemahan Lembaga Al Kitab Yerusalem
berbunyi "avec toute leur armee,' yang artinya, dengan
segala bala tentaranya.

Ayat kedua mengandung kata, berhentilah ia daripada
pekerjaannya. Yang dimaksudkan adalah beristirahatlah,
sebagai terjemahan Ibrani "chabbat." Dan sampai hari
ini, hari Sabtu merupakan hari istirahat bagi orang
Yahudi.

Sudah terang bahwa "istirahat" yang dilakukan Tuhan
setelah bekerja keras selama enam hari adalah suatu
legenda, akan tetapi legenda itu ada tafsirannya. Kita
harus ingat bahwa riwayat penciptaan Tuhan yang kita
bicarakan di sini berasal dari tradisi sakderdotal atau
tradisi pendeta-pendeta, yakni tradisi yang ditulis
oleh para pendeta atau juru tulis yang merupakan
pewaris spiritual dari Yehezkiel, nabi Bani Israil pada
waktu pengasingan di Babylon, pada abad VI SM. Kita
mengetahui bahwa para pendeta mengolah versi Yahwist
dan Elohist daripada Kitab Kejadian, menyusunnya
menurut selera mereka, dan menurut adat kebiasaan
mereka yang mementingkan segi hukum sebagai diterangkan
oleh R.P. de Vaux. Kita telah membicarakan segi ini
pada lain tempat.

Teks Yahwist tentang penciptaan alam adalah lebih tua
beberapa abad daripada teks Sakerdotal, dan tidak
menyebutkan bahwa Tuhan beristirahat setelah bekerja
keras enam hari seperti yang disebut oleh penulis teks
Sakerdotal. Penulis teks Sakerdotal membagi waktu
penciptaan alam dalam hari-hari yang disamakan dengan
hari-hari seminggu yang biasa serta menekankan
istirahat hari Sabtu yang mereka rasa harus
dipertahankan kepada pengikut-pengikut mereka dengan
mengatakan bahwa Tuhanlah yang pertama menghormati hari
Sabtu itu. Dengan bertitik tolak dari segi praktis ini,
maka riwayat penciptaan alam disajikan dengan logika
keagamaan yang semu, yang hasil-hasil penyelidikan
ilmiah membuktikannya sebagai khayalan belaka.

Menyelipkan hari ke tujuh (daripada hari-hari satu
minggu) dalam tahap-tahap penciptaan alam dengan maksud
agar para pengikut agama menghormati hari Sabtu seperti
yang dilakukan oleh pengarang sumber Sakerdotal, tak
dapat dipertahankan secara ilmiah. Pada waktu sekarang,
semua orang tahu bahwa terciptanya alam, termasuk di
dalamnya bumi tempat hidup kita telah terjadi dalam
tahap waktu yang sangat panjang, yang penyelidikan
ilmiah belum dapat memastikan walaupun secara "kurang
lebih." Hal ini akan kita bicarakan dalam bagian ketiga
daripada buku ini, yakni pada waktu kita membicarakan
tentang penciptaan alam menurut Al Qur-an.

Seandainya riwayat penciptaan alam selesai pada malam
hari yang ke 6, dan tidak menyebutkan hari ke tujuh
atau Sabat waktu Tuhan beristirahat, atau seandainya
kita tafsirkan enam hari di Perjanjian Lama itu sebagai
enam periode seperti yang tersebut dalam Al Qur-an,
riwayat Sakerdotal tetap tak dapat diterima karena
urutan periode-periode tersebut sangat kontradiksi
dengan dasar-dasar ilmiah yang elementer.

Dengan begitu maka riwayat Sakerdotal merupakan
konstruksi imaginatif yang lihay yang mempunyai suatu
tujuan, dan tujuan itu bukan untuk memberitahukan suatu
kebenaran.




















































Riwayat Kedua
Riwayat kedua tentang penciptaan alam yang termuat
dalam Kitab Kejadian sesudah riwayat pertama, dengan
tanpa peralihan (transisi) dan tanpa komentar, tidak
menjadi sasaran kritik yang dilancarkan terhadap
riwayat pertama.

Kita harus ingat bahwa riwayat ini berasal dari periode
yang jauh lebih kuno, kira-kira 3 abad. Riwayat ini
pendek sekali, akan tetapi membicarakan juga penciptaan
manusia dan surga dunia di samping membicarakan
penciptaan bumi dan langit secara sangat singkat.
Beginilah bunyinya:

Fasal 2, 4b-7

4. "Maka demikianlah asalnya langit dan bumi pada masa
itu dijadikan, tatkala diperbuat Tuhan Allah akan
langit dan bumi.

5. Pada masa itulah belum ada tumbuh-tumbuhan di atas
bumi dan tiada pokok bertunas di padang, karena belum
lagi diturunkan Tuhan Allah hujan kepada bumi dan belum
ada orang akan membelakan tanah itu.

6. Melainkan naiklah uap dari bumi serta membasahkan
segala tanah itu.

7. Maka dirupakan Tuhan Allah akan manusia itu daripada
debu tanah dan dihembuskannya nafas hidup ke lubang
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi suatu nyawa
yang hidup adanya."

Itulah; riwayat Yahwist yang terdapat dalam Bibel yang
kita miliki sekarang. Apakah riwayat ini yang kemudian
ditambah dengan riwayat Sakerdotal, memang dari
permulaan adalah sangat singkat? Tak ada orang yang
dapat mengatakan bahwa teks Yahwist pernah dipotong,
dan tak ada pula orang yang dapat mengatakan bahwa
beberapa baris yang kita miliki itu merupakan segala
sesuatu yang termuat dalam teks yang lebih kuno
daripada Bibel mengenai penciptaan alam.

Sesungguhnya riwayat Yahwist tersebut tidak menyebutkan
terbentuknya bumi dan langit. Riwayat tersebut hanya
memberi gambaran bahwa ketika Tuhan menciptakan
manusia, tak terdapat pohon-pohonan di atas bumi (belum
pernah ada hujan), meskipun air yang datang dari dalam
bumi menutupi dataran bumi. Teks selanjutnya memberi
konfirmasi karena ayat 8 mengatakan: "Maka diperbuat
Tuhan Allah pula suatu taman dalam Eden, di sebelah
Timur, maka di sanalah ditaruhnya akan manusia yang
telah dirupakannya itu." Dengan ayat tersebut dapat
disimpulkan bahwa pohon-pohonan tumbuh pada waktu yang
sama dengan diciptakannya manusia. Ini secara ilmiah
tidak benar, manusia muncul di atas bumi lama setelah
tumbuh-tumbuhan ada, walaupun kita tidak tahu berapa
juta tahun perbedaan antara dua kejadian itu.

Itulah satu-satunya kritik yang dapat dilontarkan
kepada teks Yahwist. Dengan tidak mengatakan bahwa
manusia diciptakan Tuhan bersamaan dengan diciptakannya
alam dan bumi, dua hal yang dikatakan oleh teks
Sakerdotal sebagai dua hal yang terjadi dalam satu
minggu, teks Yahwist terhindar dari kritik berat yang
dilontarkan orang terhadap teks Sakerdotal.













































Tahun Penciptaan Alam

TAHUN PENCIPTAAN ALAM DAN TAHUN MUNCULNYA
MANUSIA DI ATAS BUMI

Menurut bahan-bahan yang terdapat dalam Perjanjian
Lama, kalender Yahudi menempatkan tahun-tahun itu
secara pasti. Pertengahan kedua daripada tahun 1975,
sama dengan permulaan tahun yang ke 5736 daripada
penciptaan alam. Manusia yang diciptakan Tuhan beberapa
hari sesudah terciptanya alam, mempunyai usia yang
sama, menurut kalender Yahudi.

Tentu saja tahun tersebut perlu dikoreksi, karena tahun
Yahudi dihitung menurut gerak bulan sedangkan kalender
Barat didasarkan atas tahun matahari, akan tetapi
koreksi sebanyak 3% agar menjadi tepat, tidak ada
artinya. Untuk tidak meruwetkan perhitungan, lebih baik
tidak melakukan koreksi itu. Yang penting di sini
adalah soal kebenaran, maka tidak penting jika masa
berjuta tahun itu berselisih 30 tahun untuk lebih dekat
kepada kebenaran, marilah kita katakan bahwa menurut
perhitungan Yahudi, terciptanya alam terjadi pada abad
XXXVII SM.

Apakah yang diajukan kepada kita oleh Sains modern?
Sukarlah kiranya untuk menjawab pertanyaan yang
mengenai terbentuknya alam; yang dapat kita katakan
adalah waktu terbentuknya sistem matahari (solair).
karena ini dapat kita kira-kirakan dengan cara yang
memuaskan. Orang memperkirakan bahwa antara waktu
terciptanya alam dan waktu sekarang, kirakira 4.5
milliard tahun. Dengan begitu dapat kita ukur perbedaan
antara kebenaran yang sudah ditetapkan oleh ilmu
pengetahuan (dan yang akan kita bicarakan secara
panjang dalam bagian ketiga dari buku ini) dan hal-hal
yang dibicarakan oleh Perjanjian Lama. Hal-hal terakhir
ini adalah hasil dari penyelidikan yang teliti terhadap
teks Bibel. Kitab Kejadian memberi keterangan yang
persis mengenai perbedaan waktu antara Adam dan
Ibrahim. Daftar tahun antara Nabi Ibrahim dan Nabi Isa
tidak lengkap dan perlu dilengkapi dengan sumber-sumber
lain.














Dari Adam sampai Ibrahim

Kitab Kejadian dalam fasal 4, 5, 11, 21, dan 25 memberi
silsilah nenek moyang Ibrahim sampai Nabi Adam dalam
garis lurus, secara sangat teliti. Dengan menyebutkan
umur masing-masing, umur bapak ketika anaknya lahir,
daftar itu memudahkan kita untuk menemukan tahun
kelahiran dan kematian tiap-tiap orang tua, sampai
kepada Adam, seperti tertera dalam daftar di bawah ini.

SILSILAH NABI ADAM

No. Nama Tahun kelahiran Lama Tahun kematian
sesudah tercipta hidup sesudah
Adam (tahun) terciptanya Adam

1. Adam 000 930 930
2. Seth 130 912 1042
3. Enokh 235 905 1140
4. Kenan 325 910 1235
5. Mahaleel 395 895 1290
6. Jered 460 962 1422
7. Henoe 622 365 987
8. Meluschelach 687 969 1656
9. Lemek 876 777 1653
10. Noch 1056 950 2006
11. Sem 1556 600 2156
12. Arpasehad 1658 438 2096
13. Sehelach 1693 433 2126
14. Heber 1723 464 2187
15. Peleg 1757 239 1996
16. Rehu 1787 239 2026
17. Serug 1819 230 2049
18. Nakhar 1849 148 1997
19. Terah 1878 205 2083
20. Ibrahim 1948 175 2123


Daftar ini disusun menurut keterangan yang berasal dari
teks Sakerdotal daripada Kitab Kejadian. Teks tersebut
adalah satu-satunya teks yang memberi kepastian. Kita
dapat mengambil kesimpulan dari teks tersebut bahwa
Nabi Ibrahim, menurut Bibel, dilahirkan pada tahun 1948
sesudah Nabi Adam.













Dari Nabi Ibrahim Sampai Nabi Isa

Untuk periode tersebut, Bibel tidak memberi keterangan
angka-angka yang dapat menyampaikan kita kepada
evaluasi tepat sebagaimana kita mendapat keterangan
mengenai nenek moyang Nabi Ibrahim dari Kitab Kejadian.
Untuk mengukur waktu yang memisahkan antara Nabi
Ibrahim dan Nabi Isa, kita harus mencari bantuan dan
sumber lain.

Pada waktu ini orang menempatkan Nabi Ibrahim kurang
lebih 18 abad S.M. Hal ini jika digabungkan dengan
keterangan Kitab Kejadian mengenai perbedaan waktu
antara Nabi Ibrahim dan Nabi Adam, akan memberi hasil
bahwa Adam hidup 38 abad sebelum Nabi Isa. Perhitungan
ini sudah terang salah. Kesalahannya disebabkan oleh
perhitungan Bibel mengenai waktu antara Adam dan
Ibrahim, yaitu perhitungan yang dijadikan dasar untuk
membikin kalender Yahudi. Pada waktu ini kita dapat
membantah mereka yang mempertahankan kebenaran Bibel
dengan menunjukkan kepincangan antara ilmu pengetahuan
modern dengan perkiraan khayalan yang dilakukan oleh
pendeta-pendeta Yahudi abad VI S.M.; selama
berabad-abad perkiraan pendeta tersebut selalu menjadi
dasar hubungan antara zaman sejarah kuno dengan Nabi
Isa.

Bibel yang diterbitkan sebelum zaman modern menyajikan
kronologi kejadian-kejadian yang terjadi semenjak
penciptaan alam sampai waktu Bibel tersebut dicetak.
Kronologi tersebut biasanya dimuat dalam suatu kata
pengantar yang mengandung angka-angka yang sedikit
berlain-lainan menurut waktu pencetakan Bibel tersebut.
Sebagai contoh, Vulgate Clement (tahun 1621)
menempatkan Ibrahim pada waktu yang lebih kuno dan
menempatkan penciptaan alam pada abad XL SM. Bibel
Walton yang dicetak pada abad XVII menyajikan kepada
pembacanya, suatu tabel yang mirip dengan tabel nenek
moyang Nabi Ibrahim, sebagai tambahan kepada teks dalam
beberapa bahasa; pada umumnya perkiraannya sesuai
dengan angka-angka yang tersebut dalam tabel yang kita
muat.

Pada zaman modern, orang tidak lagi dapat
mempertahankan kronologi khayalan yang bertentangan
dengan ilmu pengetahuan modern yang telah dapat
membuktikan bahwa penciptaan alam telah terjadi pada
waktu yang sangat jauh lebih dahulu. Tetapi orang
merasa puas hanya dengan menghilangkan kata pengantar
dan tabel, dan tidak berani mengatakan kepada para
pembaca tentang kelemahan teks Bibel yang dijadikan
dasar untuk membuat tabel, sehingga teks Bibel tak
dapat dianggap mengatakan kebenaran. Orang lebih suka
memasang tabir, dan mencari cara untuk berdebat secara
halus agar teks Bibel tersebut dapat diterima tanpa
dikurangi.

Karena inilah maka silsilah keturunan (genealogi) teks
Sakerdotal sampai sekarang masih dihormati orang,
meskipun orang pada abad XX ini tak dapat lagi menerima
dasar-dasar khayalan.

Mengenai tahun munculnya manusia di atas bumi, hasil
pengetahuan modern baru dapat memberi penjelasan sampai
batas tertentu. Kita dapat merasa yakin bahwa manusia
telah ada di atas bumi ini, dengan kekuatan berfikirnya
dan kekuatan bertindaknya, dua kekuatan yang
membedakannya daripada binatang-binatang yang bentuknya
hampir serupa manusia, yaitu dalam waktu yang lebih
mutakhir pada periode yang dapat diperkirakan, tetapi
tidak dengan kepastian yang mutlak.

Orang sudah dapat mengatakan sekarang bahwa bekas-bekas
manusia yang berfikir dan bertindak telah ditemukan,
dan umur bekas-bekas itu dapat diukur dengan jarak
puluhan ribu tahun.

Penetapan perkiraan waktu ini ada hubungannya dengan
type manusia prasejarah yang telah diungkapkan sebagai
yang paling baru, seperti manusia neo-Anthropien
(cromagnon). Memang ada bekas-bekas lain tentang
manusia telah diungkapkan di beberapa tempat, yaitu
mengenai manusia yang kurang berevolusi (paleo
Anthropies) yang diperkirakan umurnya sudah ratusan
ribu tahun. Tapi apakah mereka itu betul manusia?

Bagaimanapun juga, bukti-bukti ilmiah adalah pasti,
mengenai neo-Anthropien, mereka adalah sebelum zaman
manusia pertama yang dilukiskan oleh Kitab Kejadian.
Dengan begitu maka terdapat kepincangan antara
angka-angka yang tersebut dalam Kitab Kejadian mengenai
munculnya manusia di atas bumi dengan pengetahuan
ilmiah yang sudah pasti di waktu ini.





















Banjir Nabi Nuh

Fasal 6, 7 dan 8 daripada Kitab Kejadian dipergunakan
untuk meriwayatkan banjir untuk lebih tepat, saya
katakan bahwa ada dua riwayat yang tidak ditulis satu
di samping lainnya, akan tetapi terpisah dengan
kalimat-kalimat yang memberi kesan seperti adanya
kesinambungan antara berbagai-bagai dongeng. Akan
tetapi sesungguhnya dalam tiga fasal tersebut terdapat
kontradiksi yang menyolok. Kontradiksi tersebut dapat
diterangkan dengan adanya dua sumber yang berlainan,
yaitu sumber Yahwist dan sumber Sakerdotal.

Kita telah melihat sebelum ini bahwa dua sumber
tersebut membentuk suatu campuran yang pincang. Tiap
teks asli dipotong-potong dalam paragraf-paragraf dan
kalimat-kalimat, dengan unsur daripada satu sumber
berseling dengan unsur-unsur dari sumber yang lain,
sehingga dalam teks Perancis, orang melompat dari satu
sumber ke sumber yang lain tujuh belas kali, sepanjang
hanya seratus baris.

Secara keseluruhan, hikayat banjir adalah sebagai
berikut:

Karena maksiat manusia sudah sangat umum, Tuhan
memutuskan untuk memusnahkan manusia dan
makhluk-makhluk hidup lainnya, Tuhan memberi tahu Nabi
Nuh dan memerintahnya untuk membikin perahu, serta
membawa muatan yang terdiri dari isterinya, tiga orang
anaknya dengan isteri-isteri mereka, serta beberapa
makhluk hidup lain. Mengenai makhluk-makhluk hidup ini,
dua sumber berbeda. Satu riwayat yang berasal dari
sumber Sakerdotal mengatakan Nuh membawa satu pasang
dari tiap jenis. Kemudian dalam kata-kata berikutnya
(berasal dan sumber Yahwist) dikatakan bahwa Tuhan
memerintahkan mengambil 7 dari tiap-tiap jenis jantan
dan betina dari jenis yang suci, dan hanya satu pasang
dari jenis yang tidak suci.

Akan tetapi lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa Nuh
hanya membawa dalam perahu itu satu pasang daripada
tiap jenis. Ahli-ahli Perjanjian Lama seperti R.P. de
Vaux mengatakan bahwa teks semacam itu merupakan teks
Yahwist yang sudah dirubah.

Satu paragraf (dari sumber Yahwist) mengatakan bahwa
sebab banjir adalah air hujan, sedang paragraf lain
(dari sumber Sakerdotal) mengatakan bahwa sebab banjir
adalah dua yaitu air hujan dan sumber-sumber dari
tanah.

Seluruh bumi telah tenggelam sampai diatas puncak
gunung. Segala kehidupan musnah. Setelah satu tahun,
Nabi Nuh keluar dari perahunya yang telah berada diatas
puncak gunung Ararat setelah air bah menurun.

Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu
berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40
hari sedang sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari.

Sumber Yahwist tidak memastikan pada umur berapa banjir
itu dialami oleh Nabi Nuh, tetapi sumber Sakerdotal
mengatakan bahwa banjir itu terjadi waktu Nabi Nuh
berumur 600 tahun.

Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun
terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik
dari segi Nabi Adam maupun dari segi Nabi Ibrahim. Oleh
karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar
Kitab Kejadian, Nabi Nuh dilahirkan 1056 tahun sesudah
Nabi Adam (silahkan lihat tabel nenek moyang dari
Ibrahim) maka banjir telah terjadi 1656 tahun sesudah
lahirnya Nabi Adam. Akan tetapi dilihat dari segi Nabi
Ibrahim, Kitab Kejadian menempatkan terjadinya banjir
pada 292 tahun sebelum lahirnya Nabi Ibrahim tersebut.

Menurut Kitab Kejadian, banjir mengenai seluruh jenis
manusia dengan seluruh makhluk hidup yang diciptakan
oleh Tuhan telah mati di atas bumi. Kemanusiaan telah
dibangun kembali, dimulai dengan tiga orang putra Nuh
dan isteri-isteri mereka, sedemikian rupa bahwa tiga
abad kemudian lahirlah Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim
mendapatkan jenis manusia sudah pulih kembali dalam
kelompok-kelompok bangsa. Bagaimana dalam waktu yang
singkat, jenis manusia dapat pulih kembali? Soal ini
telah menghilangkan kepercayaan kepada riwayat banjir
tersebut.

Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan
ketidakserasian riwayat tersebut dengan ilmu
pengetahuan modern. Sekarang ini ahli sejarah
menempatkan Nabi Ibrahim pada tahun 1800-1850 SM. Jika
banjir telah terjadi 3 abad sebelum Nabi Ibrahim
seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam
silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir
telah terjadi pada abad XXI atau XXII SM. Pada waktu
itu, menurut ilmu sejarah modern, di beberapa tempat di
dunia ini sudah bermunculan bermacam-inacam peradaban
yang bekas-bekasnya telah sampai kepada kita. Waktu
itu, bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan
Pertengahan (tahun 2100 SM), kira-kira zaman peralihan
pertama sebelum dinasti ke sebelas. Waktu itu, adalah
periode dinasti ketiga di kota Ur atau Babylon. Kita
tahu dengan pasti bahwa tak ada keterputusan dalam
kebudayaan, jadi tak ada pemusnahan jenis manusia
seperti dikehendaki oleh Bibel.

Oleh karena itu maka kita tak dapat memandang tiga
riwayat Bibel sebagai menggambarkan kejadian-kejadian
yang sesuai dengan kebenaran. Jika kita ingin bersikap
obyektif kita harus mengakui bahwa teks-teks yang kita
hadapi tidak merupakan pernyataan kebenaran. Mungkinkah
Tuhan memberikan sebagai wahyu kecuali hal-hal yang
benar? Kita tak dapat menggambarkan Tuhan yang memberi
pelajaran kepada manusia dengan perantaraan khayal dan
khayal yang kontradiksi. Dengan begitu maka kita
terpaksa membentuk hipotesa bahwa Bibel adalah tradisi
yang secara lisan diwariskan dari suatu generasi kepada
generasi yang lain, atau hipotesa bahwa Bibel adalah
suatu teks dari tradisi-tradisi yang sudah tetap. Jika
seseorang mengatakan bahwa suatu karya seperti Kitab
Kejadian telah dirubah-rubah sedikitnya dua kali selama
tiga abad, maka tidak mengherankan jika kita
mendapatkan didalamnya kekeliruan-kekeliruan atau
riwayat yang tidak sesuai dengan hal-hal yang telah
diungkapkan oleh kemajuan pengetahuan manusia, yaitu
kemajuan yang jika tidak memberi ilmu tentang segala
sesuatu, sedikitnya kemajuan yang memungkinkan
seseorang mendapat pengetahuan yang cukup untuk menilai
keserasian dengan riwayat-riwayat kuno. Tidak ada yang
lebih logis daripada berpegangan bahwa interpretasi
kesalahan teks-teks Bibel itu hanya menyangkut manusia.

Sangat disayangkan, bahwa interpretasi semacam ini
tidak diakui oleh kebanyakan ahli tafsir Bibel, baik
orang Yahudi maupun orang Kristen. Tetapi walaupun
begitu argumentasi mereka perlu kita perhatikan.

































Penelitian yang kritis (1/2)

IV. SIKAP PENGARANG PENGARANG KRISTEN
TERHADAP KESALAHAN ILMIAH DARI TEKS BIBEL (1/2)

PENELITIAN MEREKA YANG KRITIS

Kita merasa heran karena reaksi yang berbeda-beda yang
ditunjukkan oleh ahli tafsir Kristen terhtadap kumpulan
kesalahan-kesalahan, kekeliruan dan kontradiksi ini. Di
antara mereka ada yang mengakui sebagian
kesalahan-kesalahan tersebut dan tidak segan-segan
membicarakan soal-soal yang rumit itu dalam
karangan-karangan mereka. Ada golongan lain yang secara
lihai menghindari hal-hal yang tak dapat dipertahankan,
tetap mempertahankan kemurnian Bibel kata demi kata
serta berusaha meyakinkan orang lain dengan
keterangan-keterangan yang bersifat apologetik dengan
memakai argumentasi yang tak terduga, dan dengan begitu
mengharap orang lain akan melupakan soal-soal yang
ditolak oleh logika.

R. P. de Vaux, dalam pengantar terjemahan Kitab
Kejadian mengakui adanya kritik-kritik dan mengakui
pula kebenaran kritik-kritik tersebut, akan tetapi,
baginya, tidaklah penting untuk mengadakan penyusunan
baru terhadap kejadian-kejadian pada masa yang lampau.
Ia menulis dalam catatan-catatannya: bahwa Bibel
menyebutkan kenangan sesuatu atau beberapa banjir yang
dahsyat di lembah Tigris atau Euphrate, yaitu
banjir-banjir yang dibesar-besarkan dalam tradisi
sehingga menjadi suatu bencana dunia, adalah tidak
penting; yang penting adalah bahwa pengarang Kitab
Kejadian telah mengisi kenangan itu dengan ajaran abadi
mengenai keadilan dalam rahmat Tuhan, serta kejahatan
manusia, dan keselamatan bagi orang yang benar.

Dengan begitu maka untuk merubah suatu legenda rakyat
menjadi suatu kejadian suci yang perlu diyakini oleh
umat beragama, adalah suatu tindakan yang dapat
dibenarkan selama pengarang memakainya untuk contoh
dalam pelajaran agama. Sikap apologetik semacam itu
akan membenarkan segala macam penyalahgunaan
tulisan-tulisan yang dianggap suci dan mengandung sabda
Tuhan. Membenarkan campur tangan manusia dalam hal-hal
yang suci berarti menutupi segala perubahan-perubahan
yang dilakukan oleh manusia terhadap teks Bibel. Jika
terdapat suatu maksud teologik maka segala perubahan
dibolehkan, dan dengan begitu maka orang membenarkan
perubahan-perubahan yang dilakukan oleh
pengarang-pengarang Sakerdotal (pendeta-pendeta) pada
abad VI serta kesibukan-kesibukan legalistis yang
akhirnya menghasilkan riwayat-riwayat khayalan yang
sudah kita lihat.

Ada kelompok yang tidak kecil daripada ahli-ahli tafsir
Kristen yang merasa bangga untuk menerangkan
kekeliruan, kesalahan dan kontradiksi yang terdapat
dalam Bibel dengan mengemukakan alasan bahwa para
pengarang Bibel terpengaruh oleh faktor-faktor sosial
daripada peradaban atau mental yang berbeda dengan
peradaban dan mental sekarang; ini berarti bahwa
persoalan kekeliruan dan kontradiksi tersebut berakhir
dan menjelma menjadi suatu jenis yang khusus daripada
kesusasteraan. Penggunaan istilah "suatu jenis yang
khusus daripada kesusasteraan" ini dalam perdebatan
yang rumit di antara para ahli tafsir Bibel telah dapat
menutupi segala kesulitan. Tiap kontradiksi antara dua
teks dapat dijelaskan dengan: perbedaan cara ekspresi
daripada tiap pengarang, khususnya perbedaan gaya
sastranya. Sudah tentu argumentasi seperti ini tidak
dapat diterima oleh semua orang, karena argumentasi
tersebut tidak serius. Tetapi argumentasi tersebut
masih ada orang yang memakainya sekarang, dan dalam
membicarakan Perjanjian Baru, kita akan melihat
orang-orang menafsirkan kontradiksi yang ada didalamnya
dengan cara yang berlebihan.

Suatu cara lain untuk memaksakan hal-hal yang tak dapat
diterima oleh logika dalam teks Bibel adalah dengan
mengelilingi teks tersebut dengan
pertimbangan-pertimbangan apologetik. Dengan begitu
maka perhatian pembaca dialihkan dari problema crucial
mengenai kebenaran kepada problema-problema lain.

Pemikiran-pemikiran Kardinal Danielou mengenai Banjir
yang dimuat dalam majalah Dieu Vivant (Tuhan yang
hidup), nomor 38 tahun 1947 halaman 95-112 dengan judul
"Banjir Pembaptisan dan Hukuman," menunjukkan cara
tersebut. Ia menulis: "Tradisi yang paling kuno
daripada Gereja telah terlihat dalam Teologi Banjir,
gambar Yesus Kristus dan gambar Gereja. Ini adalah
hikayat yang besar sekali artinya. Hukuman yang
mengenai seluruh umat manusia." Setelah mengutip
Origene yang dalam karangan: "Ceramah tentang
Yehezkiel," membicarakan tentang tenggelamnya seluruh
Dunia dan diselamatkannya dalam Perahu, Kardinal
Danielou tersebut membicarakan tentang pentingnya angka
delapan (yang menunjukkan jumlah orang yang
diselamatkan oleh Perahu; Nuh dan isterinya serta tiga
orang anaknya dan isteri-isteri mereka). Ia mengulangi
yang ditulis oleh Yusten dalam Dialognya "mereka itu
memberikan simbol hari ke delapan, hari Yesus Kristus
dibangkitkan dari mati" dan ia menulis: "Nuh, yang
dilahirkan pertama daripada penciptaan baru, suatu
citra Yesus Kristus yang merealisir apa yang
digambarkan oleh Nuh." Ia meneruskan perbandingan
antara Nuh yang diselamatkan oleh kayunya perahu dan
oleh air yang mengapungkannya, dan air pembaptisan (air
Banjir yang melahirkan kemanusiaan baru) dan kayu
salib. Kardinal menekankan nilai simbolisme dan menutup
uraiannya dengan menekankan kekayaan spiritual dan
doktrinal daripada sakramen Banjir!

Banyak sekali yang dapat dikatakan mengenai
pendekatan-pendekatan apologetik. Pendekatan semacam
itu menerangkan suatu kejadian yang tak dapat
dipertahankan kebenarannya, dan pada waktu yang
diterangkan oleh Bibel, dengan penjelasan yang bersifat
universal. Dengan tafsiran seperti yang ditulis oleh
Kardinal Danielou kita kembali ke abad pertengahan di
mana kita harus menerima teks apa adanya dan segala
pembicaraan mengenainya terlarang kecuali pembicaraan
yang menguatkan.

Meskipun begitu, saya merasa segar bahwa sebelum
periode obscurantisme yang dipaksakan ini, kita baca
sikap-sikap yang logik seperti sikap Agustinus yang
menunjukkan pemikiran yang maju, lebih dahulu daripada
pemikiran yang ada pada masa hidupnya.

Pada periode pendeta-pendeta Gereja, problema kritik
teks sudah terasa oleh karena Agustinus menyebutkannya
dalam suratnya no. 82, yaitu yang mengandung
kalimat-kalimat penting sebagai berikut: "Khusus kepada
fasal-fasal dari Bibel, yang dinamakan kanonik (yang
telah dilegalisir oleh Paus) saya memberi perhatian dan
kehormatan, dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa tak
seorangpun daripada para pengarang-pengarangnya yang
melakukan kekeliruan dalam menulisnya. Jika dalam
fasal-fasal itu saya jumpai suatu pernyataan yang
kelihatan bertentangan dengan kebenaran, maka saya
tidak ragu untuk mengatakan bahwa: teks (yang saya
baca) itu salah, atau si penterjemah tidak
menterjemahkan teks asli sebaik-baiknya, atau pikiran
saya kurang cerdas.

Bagi Agustinus, tak terbayang bahwa suatu teks kitab
suci dapat mengandung kesalahan. Agustinus memberi
penjelasan tentang "dogma bahwa Bibel tidak bisa salah"
secara terang dan jelas. Jika ada kalimat-kalimat yang
nampaknya kontradiksi dengan kebenaran, ia mencari
sebabnya, dan tidak mengenyampingkan kemungkinan sebab
itu datang dari manusia. Sikap semacam itu adalah sikap
orang yang percaya dan mempunyai daya kritik. Pada
zaman Agustinus ( 354 - 430 M ) belum ada kemungkinan
konfrontasi antara teks Bibel dan Sains. Suatu
pandangan yang luas yang serupa dengan pandangan
Agustinus akan menghilangkan kesulitan-kesulitan yang
disebabkan konfrontasi antara beberapa teks dalam Bibel
dengan pengetahuan ilmiah.










Penelitian yang kritis (2/2)

IV. SIKAP PENGARANG-PENGARANG KRISTEN
TERHADAP KESALAHAN ILMIAH DARI TEKS BIBEL (2/2)

Sebaliknya, para spesialis pada masa kita sekarang
merasa bangga untuk mempertahankan teks Bibel terhadap
sangkaan kesalahan. R.P. de Vaux, dalam Pengantar
kepada Kitab Kejadian memberikan sebab-sebab yang
mendorongnya untuk mempertahankan teks Bibel, walaupun
teks tersebut ternyata tidak dapat diterima dan segi
sejarah atau dari segi Sains. Ia meminta kita "supaya
jangan memandang sejarah dalam Bibel dengan kacamata
metode-metode yang diikuti oleh orang-orang modern,"
seakan-akan ada beberapa cara untuk menulis sejarah.
Jika sejarah itu ditulis dengan cara yang tidak betul,
maka ia menjadi roman sejarah. Tetapi dalam hal ini,
sejarah menjadi terlepas dari konsep-konsep kita.
Ahli-ahli tafsir Bibel menolak pengamatan teks Bibel
dengan geologi, paleontologi dan ilmu pra sejarah. Ia
menulis: Bibel tidak ada sangkut pautnya dengan
disiplin-disiplin tersebut. Jika seseorang ingin
mengkonfrontasikan Bibel dengan ajaran Sains, ia hanya
akan mencapai sebagai hasilnya, suatu pertentangan yang
tidak riil, atau suatu persesuaian yang "semu." Perlu
diterangkan disini bahwa pemikiran-pemikiran ini
dikemukakan berhubung dengan hal-hal yang terdapat
dalam Kitab Kejadian yang sama sekali tidak sesuai
dengan Sains modern yakni yang terkandung dalam 11
fasal yang pertama. Tetapi jika ada bagian-bagian Bibel
yang sekarang ini diperkuat oleh ilmu pengetahuan,
umpamanya beberapa hikayat dari zaman nabi-nabi bangsa
Israil, pengarang tidak segan-segan memakai pengetahuan
modern untuk menunjang kebenaran Bibel. Ia menulis
dalam halaman 34: Keragu-raguan terhadap hikayat ini
harus disingkirkan karena sejarah dan arkeologi Timur
telah memberikan kesaksian yang menguntungkan. Dengan
kata lain: jika Sains berfaedah untuk menguatkan teks
Bibel ia menggunakannya; jika Sains melemahkan teks
Bibel, orang tak boleh mempergunakan Sains untuk
menyesuaikan hal-hal yang tidak dapat disesuaikan,
yakni untuk menyesuaikan teori bahwa Bibel itu mutlak
benar. Dengan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat dalam
Perjanjian Lama, ahli-ahli teologi modern mencoba
meninjau kembali tentang konsep klasik mengenai
kebenaran. Untuk menyebutkan secara terperinci
argumentasi-argumentasi rumit yang berkembang dalam
karangan-karangan mengenai Kebenaran Bibel seperti
karangan O. Lorentz (1972) "Apakah kebenaran Bibel itu
(quelle est la verite de la Bibel), akan membawa kita
keluar dari rangka buku ini; cukuplah kiranya jika kita
cantumkan disini pantangannya mengenai Sains."

Penulis menyebutkan bahwa Konsili Vatikan II
berhati-hati untuk memberi patokan guna membedakan
antara kekeliruan dan kebenaran dalam Bibel.
Pertimbangan-pertimbangan fundamental menunjukkan bahwa
hal tersebut adalah mustahil oleh karena Gereja tidak
dapat memutuskan kebenaran atau kesalahan metode ilmiah
sehingga ia juga tidak dapat memutuskan kebenaran Bibel
secara umum dan menurut prinsip.

Memang jelas bahwa Gereja tak dapat mengatakan terus
terang mengenai metode ilmiah sebagai usaha untuk
sampai kepada Pengetahuan. Tapi itu bukan persoalan
yang kita bicarakan. Kita tidak membicarakan
teori-teori tetapi membicarakan fakta yang jelas.
Apakah kita harus menjadi pendeta besar di zaman kita
ini untuk mengetahui bahwa alam itu tidak diciptakan
dan bahwa manusia itu tidak timbul di dunia ini
semenjak 37 atau 38 abad, atau mengetahui bahwa
perkiraan yang didasarkan atas silsilah keturunan dalam
Bibel mungkin dianggap salah, tanpa ada resiko
kekeliruan. Pengarang yang namanya disebut di sini (O.
Lorentz) tentu mengetahui hal ini. Keteranganrrya
tentang Sains hanya dimaksudkan untuk mengelakkan
persoalan, karena ia tidak membahas persoalan tersebut
secara yang semestinya.

Bahwa kita menyebutkan sikap para pengarang Kristen
dalam menghadapi kekeliruan ilmiah dalam teks Bibel
menunjukkan kesulitan yang timbul karenanya dan
menunjukkan pula bahwa tidak mungkin untuk menerangkan
sikap yang logis kecuali dengan mengakui bahwa
kekeliruan-kekeliruan itu berasal dari manusia dan
rasanya tidak mungkinlah untuk menerima
kekeliruan-kekeliruan tersebut sebagai suatu bagian
daripada wahyu.

Krisis yang mencekam kalangan-kalangan Gereja mengenai
wahyu telah terungkap dalam Konsili Vatikan II
(1962-1965), di mana diperlukan lebih dari 5 redaksi
untuk sampai kepada suatu teks final sesudah perdebatan
selama 3 tahun. Dengan begitu maka berakhirlah "situasi
yang parah dan mengancam bubarnya Konsili," menurut
kata-kata Monsieur Weber dalam kata pengantarnya untuk
dokumen no. 4 mengenai: Wahyu.

Dua kalimat dalam dokumen Konsili Vatikan mengenai
Perjanjian Lama (fasal 4, halaman 3) menyebutkan
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan beberapa
teks dengan cara yang tidak dapat lagi dibantah.

Dengan mengingat situasi manusia sebelum keselamatan
yang ditegakkan oleh Yesus Kristus, kitab-kitab
(fasal-fasal) Perjanjian Lama memungkinkan kepada kita
semua untuk mengetahui siapa Tuhan itu dan siapa
manusia itu, begitu juga rasanya Tuhan dalam
keadilanNya dan rahmatNya bertindak terhadap manusia.
Kitab-kitab (fasal-fasal) itu walaupun mengandung
hal-hal yang tidak sempurna dan lemah, merupakan saksi
dari pendidikan ilahi yang benar.6

Dengan kata "imparfait" (tidak sempuma) dan "Caduc"
(lemah) yang dipakai untuk memberi ciri kepada beberapa
teks, berarti bahwa teks-teks tersebut dapat dikritik
dan dapat ditinggalkan. Prinsip ini telah diterima
secara jelas sekali.

Teks ini merupakan satu bagian daripada deklarasi umum
yang mendapat 2344 suara pro dan 6 kontra. Tetapi
sesungguhnya tidak diperlukan adanya gambaran hampir
aklamasi. Dalam tafsiran dokumen resmi, di bawah tanda
tangan Monsigneur Weber kita dapatkan suatu kalimat
yang dengan jelas mengoreksi adanya "caducite"
(kelemahan) beberapa teks yang termasuk dalam deklarasi
agung daripada Konsili "Tidak ada syak lagi bahwa
beberapa fasal dari Bibel Israil mempunyai sifat
"sementara" dan sifat "tidak sempurna."

"Caduc" suatu kata dalam deklarasi resmi, tidak sinonim
dengan "sifat sementara" yang dipakai oleh juru tafsir.
Mengenai kata sifat "Israilite" yang ditambahkan,
memberi kesan bahwa deklarasi Konsili hanya dapat
mengkritik versi Ibrani; padahal soalnya tidak begitu.
Yang menjadi sasaran Konsili adalah Perjanjian Lama,
dan Perjanjian Lama itulah yang dianggap mengandung
kekurangan dan kelemahan dalam beberapa bagiannya.

V. KESIMPULAN

Kita harus memandang Bibel bukan dengan melekatkan
kepadanya secara resmi sifat-sifat yang kita inginkan
untuknya, tetapi, dengan menelitinya sebagaimana adanya
secara obyektif. Ini memerlukan pengetahuan tentang
teks dan juga tentang sejarah teks-teks tersebut.
Sejarah teks memungkinkan kita memperoleh idea tentang
keadaan-keadaan yang mendorong kepada terjadinya
perubahan-perubahan teks selama beberapa abad, kepada
terbentuknya teori yang kita miliki secara pelan-pelan
dengan beberapa pengurangan atau penambahan.

Hal-hal tersebut memungkinkan sekali bahwa dalam
Perjanjian Lama kita mendapatkan versi bermacam-macam
mengenai sesuatu hikayat, atau mendapatkan
kontradiksi-kontradiksi, kekeliruan sejarah, kesalahan
dan ketidak sesuaian dengan pengetahuan-pengetahuan
ilmiah yang sudah pasti. Hal-hal yang akhir ini sangat
wajar dalam karya manusia kuno, sehingga wajar pula
jika kita menemukannya dalam buku-buku yang ditulis
dalam kondisi tersusunnya teks Bibel.

Sebelum problema ilmiah muncul, dalam periode di mana
orang belum dapat mengatakan tidak benar atau
kontradiksi, seseorang yang berperasaan sehat seperti
Agustinus, berpendapat bahwa Tuhan tidak mungkin
mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak sesuai
dengan kebenaran, dan ia membentuk suatu prinsip yaitu:
kemustahilan bahwa pernyataan yang tidak sesuai dengan
kebenaran itu berasal dari Tuhan. Dan karena itu ia
bersedia untuk mengeluarkan hal yang semacam itu dari
Bibel.

Kemudian, ketika orang sudah dapat memahami bahwa
beberapa bagian Bibel tidak sesuai dengan pengetahuan
modern, manusia tidak suka mengikuti sikap seperti
tersebut di atas. Dengan begitu kita mengalami
perkernbangan teratur yang bertujuan untuk memelihara
dalam Bibel teks-teks yang mestinya sudah tidak
mempunyai tempat lagi.

Konsili Vatikan II (1962-1965) telah meredakan sikap
yang keras ini dengan mengemukakan reserve untuk
"fasal-fasal Perjanjian Lama" yang mengandung "hal-hal
yang kurang sempurna dan hal-hal yang lemah." Apakah
sifat reserve tersebut merupakan suatu pandangan taqwa
semata-mata atau akan disusul dengan perubahan sikap
terhadap hal-hal yang tak dapat diterima lagi pada abad
XX dalam buku-buku yang jika diselamatkan dari
perubahan-perubahan yang dibikin oleh manusia, hanya
akan dijadikan oleh Tuhan sebagai saksi daripada
pendidikan suci yang hakiki.




































Perjanjian Baru

Pengantar Kepada Perjanjian Baru

INJIL

I. PENGANTAR

Banyak pembaca Injil yang merasa bingung bahkan
ragu-ragu jika mereka memikirkan arti beberapa hikayat
atau mengadakan perbandingan antara versi-versi yang
bermacam-macam mengenai suatu kejadian yang diceritakan
dalam beberapa Injil. Hal tersebut adalah suatu
konstatasi yang diberikan oleh R.P. Rouguet dalam
bukunya: Pembimbing kepada Injil (Initiation a
l'Evangile) cetakan Seuil 1973. Dengan pengalamannya
selama beberapa tahun sebagai redaktur suatu mingguan
Katolik yang ditugaskan untuk menjawab pembaca-pembaca
yang mendapatkan kesulitan memahami teks Injil, R.P.
Rouguet dapat mengukur pentingnya kebingungan para
pembaca. Ia merasakan bahwa permintaan penjelasan dari
para pembaca yang datang dari lapisan masyarakat dan
kebudayaan orang bermacam-macam adalah mengenai teks
yang kabur, yang tak dapat dimengerti, yang
kontradiksi, absurd dan memalukan. Tidak ada syak lagi
bahwa membaca teks Injil seluruhnya dapat membingungkan
umat Kristen.

Pengamatan semacam ini adalah baru; buku R.P. Rouguet
diterbitkan pada tahun 1973. Pada masa-masa yang belum
terlalu lama, kebanyakan orang Kristen hanya mengetahui
ayat-ayat yang dipilih oleh pendeta, dibacakan di waktu
sembahyang atau ceramah agama. Di luar kaum Protestan,
jarang sekali orang membaca seluruh Injil, di luar
kesempatan-kesempatan tersebut.

Buku-buku pelajaran agama hanya memuat kutipan-kutipan.
Tak ada teks lengkap yang beredar. Pada waktu saya
menjadi siswa sekolah menengah katolik, saya selalu
memiliki buku-buku karangan Virgile dan Plato, tetapi
tidak memiliki Perjanjian Baru, pada hal teks Yunani
Perjanjian Baru sangat berfaedah. Baru kemudian,
setelah terlambat, saya baru tahu mengapa kami tidak
disuruh menterjemahkan kitab suci Kristen. Pokoknya,
terjemahan kitab itu akan mendorong kami memajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

Hal-hal yang dipertanyakan oleh pikiran yang kritis
setelah membaca Injil secara menyeluruh telah mendorong
Gereja untuk campur tangan dan membantu para pembaca
mengatasi kesulitan mereka. R.P. Rouguet berkata:
"Banyak orang Kristen yang memerlukan belajar membaca
Injil," mungkin orang setuju atau tidak setuju terhadap
kata-kata tersebut, akan tetapi jasa seorang yang
menghadapi problema-problema yang rumit amat
diperlukan. Sangat disayangkan bahwa kita tidak selalu
menjumpai sikap semacam itu dalam buku-buku mengenai
Wahyu Kristen yang banyak jumlahnya.

Dalam edisi-edisi Bibel yang disediakan untuk awam,
biasanya terdapat kata pengantar yang menyajikan
beberapa uraian dengan tujuan untuk meyakinkan para
pembaca bahwa Injil tidak menimbulkan persoalan
mengenai personnya, penulis-penulis fasal-fasalnya,
keaslian teksnya dan kebenaran isinya, padahal banyak
pengarang-pengarang yang tak terkenal, dan banyak pula
keterangan yang memberi kesan benar dan pasti padahal
hanya merupakan hipotesa; di antara
keterangan-keterangan tersebut ada yang mengatakan
bahwa pengarang Injil tertentu menyaksikan
kejadian-kejadian yang diriwayatkannya padahal
buku-buku para ahli mengatakan sebaliknya. Perbedaan
waktu antara hidupnya Nabi Isa dengan timbulnya
Injil-Injil dilukiskan sangat singkat. Ada usaha untuk
meyakinkan orang banyak, bahwa hanya ada satu naskah
semenjak tradisi lisan, padahal perubahan-perubahan
teks telah dibuktikan oleh para ahli. Memang ada yang
membicarakan kesulitan penafsiran, tetapi orang itu
tergelincir dalam kontradiksi-kontradiksi yang
menyolok. Dalam kamus kecil yang disusun di akhir edisi
Bibel tersebut, yaitu kamus yang dimaksudkan untuk
menambah kata-kata pendahuluan yang meyakinkan tadi,
sering terdapat bahwa kekeliruan, kontradiksi atau
kesalahan-kesalahan yang besar dihilangkan atau ditutup
dengan alasan apologetik yang lihai. Keadaan semacam
itu adalah menyedihkan karena menunjukkan sifat yang
menyesatkan.

Hal-hal yang saya sebutkan di atas tentu mengherankan
para pembaca yang belum pernah memikirkan hal-hal
tersebut. Oleh karena itu sebelum memasuki pembicaraan
yang lebih dalam, saya ingin menyajikan contoh yang
menyolok.

Matius dan Yahya tidak pernah membicarakan kenaikan Al
Masih ke langit. Lukas menempatkan kejadian itu pada
hari Yesus dihidupkan kembali. Hal ini ia sebutkan
dalam Injilnya, padahal dalam fasal: "Perbuatan Para
Rasul" yang ia sendiri menulisnya, kejadian tersebut
ditempatkan empat puluh hari kemudian. Adapun Markus,
ia menyebutkannya dengan tidak pakai waktu, dalam satu
paragraf yang sekarang sudah dianggap tidak autentik
lagi. Dengan begitu maka kenaikan Al Masih ke langit
tidak mempunyai dasar yang kokoh dalam Perjanjian Baru.
Walaupun begitu para ahli tafsir menganggap soal ini
sangat enteng.

A. Tricot, dalam bukunya: Kamus Kecil Tentang
Perjanjian Baru (Petit Dictionnaire du Nouveau
Testament) dari Bibel Crampon, yaitu suatu buku yang
tersebar luas (terbit tahun 1960) tidak memuat artikel
Ascension (kenaikan Al Masih). Synopse des Evangiles
(Ringkasan Injil-Injil) karangan R. P. Benoit dan
Boismard, gurubesar-gurubesar di sekolah Bibel di
Yerusalem (cetakan 1972) mengatakan pada jilid 11
halaman 451 dan 452 bahwa kontradiksi antara Lukas
dalam Injilnya dan Lukas dalam fasal Perbuatan Para
Rasul dapat diterangkan dengan "artifice Litteraire"
(penipuan sastra). Apakah artinya ini?

Nampaknya R.P. Rouguet dalam: Pengantar kepada Injil
(Initiation a Evangile) cetakan 1973 halaman 187 tidak
tertarik dengan (penipuan sastra) tersebut. Akan tetapi
penjelasan yang ia kemukakan adalah aneh, seperti
berikut: "Di sini, seperti dalam beberapa kasus yang
sama, persoalannya dapat dipecahkan, kecuali jika
seseorang memahami isi kitab suci secara harafiah dan
melupakan arti keagamaannya. Di sini soalnya bukan
untuk memecahkan fakta-fakta dalam simbolisme yang
tidak konsisten tetapi untuk menyelidiki maksud
teologik dari mereka yang mengungkapkan
rahasia-rahasia, dengan memberikan kepada kita fakta
yang dapat diterima pancaindera dan alamat-alamat yang
sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan badaniah
daripada jiwa kita."

Bagaimana kita dapat merasa puas dengan tafsiran
semacam itu? Cara-cara apologi seperti itu hanya sesuai
dengan orang-orang yang bersifat dogmatis!

Tetapi pernyataan R.P. Rouguet penting karena ia
mengatakan bahwa dalam Injil terdapat hal-hal yang sama
dengan persoalan kenaikan Nabi Isa ke langit. Oleh
karena itu kita perlu membicarakan persoalan ini secara
menyeluruh, mendalam dan obyektif. Adalah bijaksana
jika kita mencari penjelasan dalam pembahasan tentang
kondisi waktu Injil-Injil itu ditulis dan suasana
keagamaan pada waktu itu. Pengungkapan
perubahan-perubahan redaksi asli semenjak menjelmanya
dari tradisi lisan, perubahan-perubahan teks selama
dialihkan dari generasi ke generasi sampai hari ini,
telah menjadikan kita tidak terlalu terperanjat dalam
menghadapi bagian-bagian yang kabur yang tidak
dimengerti, yang keliru, yang menjurus untuk menjadi
absurd atau tidak sesuai dengan realitas-realitas yang
telah dibuktikan oleh kemajuan ilmu pengetahuan.
Kenyataan-kenyataan semacam itu menunjukkan partisipasi
manusia dalam menyusun Injil dan menunjukkan pula
perubahan-perubahan teks yang terjadi kemudian.

Semenjak beberapa puluh tahun telah timbul
kecenderungan untuk mempelajari kitab-kitab suci
-dengan jiwa penyelidikan yang obyektif. Dalam suatu
karangan baru yang berjudul "Foi en la Resurrection,
Resurrection de la foi" (Kepercayaan bahwa Yesus hidup
kembali, Kehidupan kembali dari kepercayaan). R. P.
Kannengiesser, Guru Besar pada Institut Katolik di
Paris memberikan gambaran tentang perubahan yang
mendalam ini sebagai berikut: "Orang-orang yang percaya
hampir tidak mengetahui bahwa suatu revolusi dalam
metode penafsiran Bibel telah terjadi semenjak periode
Paus Pius XII (1939-1958). Revolusi yang dibicarakan
itu memang baru. Revolusi tersebut dimulai dengan
memperpanjang waktu pendidikan-pendidikan pemeluk agama
Kristen, sedikitnya mengenai bahan-bahan yang diajarkan
oleh ahli-ahli Injil yang memiliki jiwa pembaharuan.
Suatu pembalikan terhadap perspektif yang telah sangat
mantap tentang tradisi para pendeta, telah berjalan
sedikit atau banyak dengan timbulnya revolusi metode
menafsirkan ini."

R.P. Kannengiesser memperingatkan kita "Jangan memahami
secara harafiah" segala hal yang diceritakan oleh Injil
tentang Yesus, karena "Injil itu adalah fasal-fasal
yang ditulis pada keadaan-keadaan tertentu'? atau
merupakan "fasal-fasal perjuangan" yang
pengarang-pengarangnya bermaksud untuk memelihara
dengan tulisan segala dongengan masyarakat mereka
tentang Yesus. Mengenai dihidupkannya Yesus kembali,
yaitu hal yang dibicarakan dalam bukunya, ia
menandaskan bahwa tak ada pengarang Injil yang dapat
mengatakan dirinya sebagai saksi mata.

Hal ini berarti bahwa, mengenai masa kenabian Yesus,
keadaannya juga begitu, yakni tak ada pengarang Injil
yang menjadi saksi mata, oleh karena tak ada seorang
rasul (Hawari) selain Yudas,7 yang berpisah dari
gurunya (yakni dari Yesus) dari semenjak mereka
mengikutinya sampai akhir penjelmaannya diatas bumi
(Padahal para penulis Injil bukan Hawari).

Dengan begitu, maka kita sudah menjadi terlalu jauh
dari sikap tradisional yang masih dipegang dengan
khusuknya oleh Konsili Vatikan II, baru sepuluh tahun
yang lalu; sikap tradisional tersebut juga masih terus
nampak dalam buku-buku modern yang ditulis untuk awam.
Tetapi sedikit demi sedikit kebenaran itu nampak juga.

Memang tidak mudah untuk menangkap kebenaran selama
tradisi yang sudah turun temurun lama itu tetap
dipertahankan. Jika seseorang ingin me}epaskan diri
dari tradisi tersebut ia harus meneliti permasalahannya
dari dasarnya, artinya ia harus meneliti
keadaan-keadaan yang meliputi lahirnya agama Kristen.














Mengingat Kembali Sejarah

II. MENGINGAT KEMBALI SEJARAH

AGAMA YAHUDI KRISTEN (JUDEO-CHRISTIANISME) DAN PAULUS

Kebanyakan umat Kristen mengira bahwa Injil-Injil itu
ditulis oleh saksi-saksi mata yang menyaksikan
kehidupan Yesus secara langsung, dan dengan begitu
mereka itu merupakan saksi-saksi yang tak dapat
disangsikan lagi mengenai kejadian-kejadian yang
memenuhi kehidupannya dan dakwahnya. Dengan menghadapi
jaminan-jaminan tentang kebenaran Injil, dapatkah orang
mempersoalkan ajaran-ajaran yang dapat diambil dari
Injil tersebut? Dapatkah orang ragu-ragu tentang
kebenaran kelembagaan Gereja yang didirikan menurut
petunjuk-petunjuk umum yang diberikan oleh Yesus
sendiri? Cetakan-cetakan Injil sekarang yang
diperuntukkan bagi orang awam memuat komentar-komentar
yang dimaksudkan untuk menyebarluaskan idea-idea
tersebut diantara mereka.

Kepada pengikut-pengikut agama yang setia, ditonjolkan
aksioma bahwa para pengarang Injil adalah saksi-saksi
mata. Bukankah Yustin pada abad II mengatakan bahwa
Injil-Injil itu adalah memoir (catatan-catatan) para
Rasul (sahabat-sahabat Nabi Isa). Kemudian diberikan
pula keterangan yang terperinci mengenai para pengarang
Injil sehingga orang tidak ragu-ragu lagi akan
kebenarannya. Umpamanya: Matius adalah seorang yang
sangat terkenal "pegawai bea Cukai di Kafrna'um, "Ia
faham bahasa Aramaik dan bahasa Yunani. Markus
disebutkan sebagai teman Petrus; sudah terang bahwa
Markus bukan saksi mata yang melihat Yesus sendiri.
Lukas adalah seorang tabib, sehingga Paulus mengatakan
bahwa keterangan-keterangan tentang Lukas tersebut
sangat tepat. Yahya adalah rasul (sahabat) yang selalu
dekat dengan Yesus, anak dari Zebede, seorang nelayan
di danau Genesareth.

Penyelidikan-penyelidikan modern tentang permulaan
agama Kristen menunjukkan bahwa penyajian seperti
tersebut di atas tidak sesuai dengan kenyataan. Kita
nanti akan mengetahui siapa pengarang-pengarang Injil
itu. Mengenai periode beberapa puluh tahun setelah
Yesus tak ada lagi, kita harus tahu bahwa yang terjadi
tidak seperti apa yang dikatakan, dan bahwa kunjungan
Petrus ke Roma tidak mendirikan Gereja Katolik.
Sebaliknya antara waktu Yesus meninggalkan bumi ini
sampai pertengahan abad II, yakni selama lebih dari
satu abad telah terjadi perjuangan antara dua aliran
yakni agama Kristen menurut Paulus dan agama
Yahudi-Kristen; dengan pelan-pelan aliran Paulus
mendesak aliran asli yakni agama Yahudi-Kristen.

Banyak karangan-karangan yang muncul pada beberapa
dasawarsa yang akhir ini dan yang berdasarkan
penemuan-penemuan yang terungkap di zaman kita, telah
memungkinkan kita memahami pikiran-pikiran modern yang
disajikan oleh Kardinal Danielou. Artikel yang
diterbitkan pada bulan- Desember 1967 dalam majalah
Etude (penyelidikan) berjudul: Suatu pandangan baru
tentang asal agama Kristen atau Yudeo-Christianisme.
Dengan mengutip karangan-karangan yang terdahulu, ia
menjelajahi sejarah dan memungkinkan kita untuk
menempatkan Injil dalam konteks yang sangat berbeda
dengan apa yang dapat kita baca dalam uraian-uraian
yang ditulis untuk kaum awam. Di bawah ini kita
cantumkan ringkasan pikiran-pikiran pokok dalam artikel
tersebut, dengan kutipan-kutipan:

Sesudah Yesus, tidak ada lagi kelompok kecil para rasul
(sahabat) yang merupakan suatu "sekte Yahudi yang setia
kepada ibadat dan upacara temple." Tetapi ketika banyak
orang-orang baru yang masuk agama Kristen dari agama
Kafir (Pagan), mereka mengusulkan suatu aturan Khusus;
konsili Yerusalem tahun 49 M membebaskan mereka dari
khitan dan upacara-upacara Yahudi. Banyak orang-orang,
Yahudi-Kristen yang tidak setuju dengan perlakuan
khusus ini. Kelompok ini memisahkan diri dan Paulus.
Malahan telah terjadi bentrokan antara Paulus dan
kelompok Yahudi Kristen pada tahun 49 M itu juga di
Antioch. Bagi Paulus, khitan, liburan hari Sabtu dan
upacara di temple tidak perlu lagi, baik untuk pengikut
Yesus atau untuk orang Yahudi sendiri. Agama Kristen
harus membebaskan diri dari hubungan politico religius
dengan agama Yahudi, dan membuka diri bagi orang gentil
(yang bukan Yahudi).

Dalam pandangan orang Yahudi Kristen yang tetap setia,
kepada ajaran Yahudi, Paulus adalah orang yang
berkhianat. Dokumen-dokumen mereka mengatakan bahwa
Paulus adalah musuh dan mendakwanya dengan taktik dua
muka; tetapi sampai tahun 70 M Yudeo--Christianisme
merupakan "mayoritas dalam gereja" dan "Paulus
merupakan orang yang terasing." Ketua daripada
masyarakat Yudeo-Christian adalah Jack, seorang kerabat
Yesus. Jack didampingi Petrus dan Yahya. Jack dapat
dianggap sebagai tiangnya Yudeo-Christianisme, yang
sengaja setia kepada agama Yahudi menentang agama
Kristen yang dipimpin Paulus. Keluarga Yesus memegang
peranan dalam gereja Yudeo-Christian di Yerusalem.
Pengganti Jack adalah Simon, anak Cleopas, saudara
sepupu Yesus.

Kardinal Danielou mengutip tulisan-tulisan Yudeo
Christian yang mengungkapkan pandangan kelompok Yudeo
Christian yang terbentuk sekitar para rasul (sahabat)
terhadap Yesus: Injil orang-orang Ibrani (mengenai
masyarakat Yahudi Kristen di Mesir), Hypotesa karangan
Clement, rasa syukur Clement (Reconnaissance de
Clement), Apocalypse Jack dan Injil Thomas.8

Orang-orang Yahudi Kristen itulah yang menulis
dokumen-dokumen Kristen kuno yang disebutkan secara
terperinci olel Kardinal Danielou.

"Pada abad I M, agama Yahudi Kristen tidak hanya di
Yerusalem dan Palestina, akan tetapi di tempat-tempat
lain juga, yakni sebelum aliran Paulus tersiar. Hal ini
memberi penerangan mengapa surat-surat Paulus selalu
menyebutkan adanya konflik," memang di mana-mana Paulus
mendapat rintangan yang sama, di Galitea, Korintus,
Kolose, Roma dan Antioch.

Di tanah pesisir Siria Palestina, dari Gaza sampai
Antioch, orang-orang menganut agama Yahudi Kristen,
seperti yang diterangkan oleh surat-surat para rasul
dan tulisan-tulisan Clement."

Di Asia kecil adanya pengikut-pengikut agama Yahudi
Kristen telah dibuktikan oleh surat untuk orang Galitia
dan surat untuk orang Kolose, keduanya dikirim oleh
Paulus. Tulisan-tulisan Papias memberi gambaran tentang
agama Yahudi Kristen di Phrygie. Di negeri Yunani,
khususnya di Apollos, surat Paulus kepada orang
Korintus menunjukkan tersiarnya agama Yahudi Kristen.
Roma merupakan suatu pusat penting, menurut surat
Clement dan Pendeta dari Hernias. Di Suetone dan
Tacite, orang-orang Kristen merupakan sekte Yahudi.
Kardinal Danielou berpendapat bahwa agama Kristen yang
masuk Afrika, mula-mula adalah agama Yahudi Kristen.
Ini dikuatkan oleh Injil orang Ibrani dan
tulisan-tulisan Clement dari Alexandria.

Adalah sangat penting untuk mengetahui fakta-fakta
tersebut agar kita dapat memahami bahwa Injil-lnjil itu
ditulis pada suasana perjuangan antara dua kelompok.
Penyebaran teks yang kita punyai sekarang, setelah
diadakannya perubahan-perubahan dalam teks sumbernya,
dimulai sekitar tahun 70 M, yaitu waktu bentrokan
antara kedua kelompok yang bersaingan. Pada waktu itu
kelompok Yahudi Kristen lebih banyak. Tetapi dengan
terjadinya Perang Yahudi (melawan Kerajaan Romawi) dan
jatuhnya Yerusalem pada tahun 70, keadaan menjadi
terbalik.

Kardinal Danielou menerangkan kemunduran ini sebagai
berikut:

"Karena orang-orang Yahudi tidak dipercaya lagi di
dalam Kerajaan Romawi, maka orang-orang Kristen
menjauhkan diri dari mereka. Agama Kristen seperti yang
tersiar di negeri Yunani mendapat kemajuan. Paulus
mendapat kemenangan sesudah ia sendiri mati. Agama
Kristen memisahkan diri dari agama Yahudi baik secara
sosiologik maupun secara politik, dan menjadi kelompok
ketiga, yakni di samping Yahudi dan Kafir. Tetapi
meskipun begitu sampai pemberontakan Yahudi yang
terjadi pada tahun 140, agamaYahudi Kristen masih
dominan secara kebudayaan."

Dari tahun 70 sampai kira-kira tahun 110, timbullah
empat Injil, yakni yang ditulis oleh Markus, Matius,
Lukas dan Yahya. Injil itu tidak merupakan dokumen
Kristen yang pertama; sebelumnya telah ada surat-surat
Paulus. Menurut O. Culmann, Paulus menulis surat kepada
orang Tesalonika pada tahun 50. Tetapi sudah terang,
Paulus meninggal beberapa tahun sebelum Injil Markus
selesai ditulis.

Paulus adalah seorang yang banyak dipersoalkan dan
dianggap pengkhianat kepada ajaran Yesus oleh keluarga
Yesus sendiri, dan oleh rasul-rasul (sahabat-sahabat
Nabi Isa) yang tinggal di Yerusalem dengan Jack. Paulus
dianggap telah menyiarkan ajaran-ajarannya sendiri dan
merugikan para sahabat-sahabat yang dikumpulkan oleh
Yesus sendiri untuk menyiarkan ajaran-ajarannya. Oleh
karena Paulus tidak pernah bertemu dengan Yesus, maka
ia memberi dasar untuk perbuatannya dengan mengatakan
bahwa Yesus yang telah hidup kembali setelah di kubur,
nampak kepadanya di jalan ke Damascus. Kita dapat
bertanya-tanya bagaimana yang mestinya terjadi dalam
agama Kristen seandainya Paulus tidak muncul; tentu ada
bermacam-macam hypotesa. Akan tetapi, dalam hal yang
mengenai Injil-Injil, kita dapat mengatakan bahwa jika
suasana bentrokan antara dua kelompok yang disebabkan
oleh ajaran Paulus yang menyeleweng itu tiada ada,
tentunya kita tidak akan menemukan Injil-lnjil seperti
yang ada sekarang. Karena ditulis pada waktu
pertentangan antara dua kelompok, maka tulisan-tulisan
perjuangan (ecrits de Combat) seperti yang dinamakan
oleh R.P. Kannengiesser, telah muncul dari
tulisan-tulisan mengenai Yesus ketika agama Kristen
menurut ajaran Paulus telah menang dan sedang menyusun
kumpulan teks-teks resmi atau Canon, yaitu teks yang
menghukum segala teks lain yang tidak sesuai dengan
garis yang dipilih oleh Gereja serta menganggapnya
sebagai bertentangan dengan ortodoksi.

Setelah pengikut agama Yahudi Kristen tidak lagi
rnerupakan kelompok yang berpengaruh, mereka itu
biasanya dinamakan "Yudaisants" yakni orang-orang yang
condong kepada agama Yahudi. Kardinal Danielou menulis:

"Orang-orang Yudeo Kristen terputus dari Gereja Besar
yang membebaskan diri dari pengaruh Yahudi, dan mereka
itu musnah dengan cepat di Barat. Akan tetapi mereka
masih terdapat di Timur pada abad III dan IV, khususnya
di Palestina, Arabia, Yordania, Syria dan Mesopotamia
(Irak). Di antara mereka banyak yang memeluk agama
Islam, yang memang merekalah pewaris agama Kristen dari
suatu segi, lainnya mengikuti ortodoksi Gereja Besar
dengan mempertahankan kebudayaan Semit;" seperti yang
masih terdapat di Ethiopia dan Babylon.



Sejarah Injil Empat

III. INJIL EMPAT, SUMBER-SUMBER DAN SEJARAHNYA

Dalam karangan-karangan yang ditulis pada permulaan
sejarah agama Kristen, Injil baru disebutkan, lama
sesudah surat-surat Paulus. Bukti-bukti tentang adanya
lnjil-Injil baru terdapat pada pertengahan abad II M,
dan lebih tepat lagi sesudah tahun 140, padahal banyak
pengarang-pengarang Kristen dari permulaan abad II
sudah mengetahui adanya surat-surat Paulus.

Pernyataan-pernyataan yang dimuat dalam l'Introduction
a la Traduction oecumeniq de la Bible Nouveau Testament
(Pengantar kepada terjemahan bersama Protestant,
Katolik - Perjanjian Baru) cetakan tahun 1972 tersebut,
perlu diingat betul-betul, dan perlu diingat pula bahwa
buku Pengantar tersebut adalah hasil karya kolektif
yang mengumpulkan sarjanae-sarjana Protestant dan
Katholik yang jumlahnya lebih dari 100 orang.

Injil yang kemudian menjadi resmi atau Kanonik, baru
diketahui lama sesudah itu, meskipun redaksinya sudah
selesai pada permulaan abad II. Menurut terjemahan
ekumenik orang mulai menyebutkan riwayat-riwayat Injil
mulai pertengahan abad II, "akan tetapi selalu sukar
untuk menetapkan apakah riwayat-riwayat itu disebutkan
menurut teks tertulis atau hanya menurut
ingatan-ingatan fragmen daripada tradisi lisan."

"Sebelum tahun 140 tak ada bukti-bukti bahwa ada orang
yang mengetahui tentang kumpulan fasal-fasal Injil;
begitulah yang kita baca dalam komentar mengenai
terjemahan Bibel." Keterangan tersebut di atas
bertentangan dengan apa yang ditulis oleh A. Tricot
(tahun 1960) dalam komentar terjemahan Perjanjian Baru.
"Dari pagi-pagi semenjak permulaan abad II, telah ada
kebiasaan memakai perkataan Injil, untuk menunjukkan
fasal-fasal yang disekitar tahun 150 Yustin menamakan
memoar para Rasul." Pernyataan yang semacam itu sangat
sering sehingga akibatnya orang awam mempunyai gambaran
yang keliru tentang waktu pengumpulan Injil.

Injil-Lnjil menjadi suatu kesatuan satu abad setelah
Yesus tidak ada lagi, dan bukan sebelum itu. Terjemahan
Ekumenik Bibel mengira-ngirakan bahwa Injil yang empat
itu mendapat status sebagai Injil Kanonik sekitar tahun
170.

Pernyataan Yustin yang mengatakan bahwa para pengarang
Injil adalah para rasul (sahabat Yesus) tak dapat lagi
diterima pada waktu ini, seperti yang akan kita lihat
nanti mengenai waktu penyusunan Injil-Injil. A. Tricot
menerangkan bahwa Injil Matius, Markus dan Lukas telah
disusun sebelum tahun 70. Pernyataan tersebut tidak
dapat diterima kecuali yang mengenai Markus. Juru
tafsir, A. Tricot ini, seperti juru-juru tafsir lainnya
merasa berbuat amal kebajikan untuk melukiskan bahwa
para penulis Injil adalah rasul-rasul atau
sahabat-sahabat Yesus, dan dengan begitu maka ia
memajukan waktu penyusunannya sehingga dekat kepada
waktu hidupnya Yesus. Adapun Yahya yang oleh A. Tncot
digambarkan sebagai seorang yang hidup sampai tahun
100, orang-orang Kristen biasa membaca namanya
disebutkan dekat Yesus dalam peristiwa-peristiwa
penting, akan tetapi sangat sukar untuk memastikan
bahwa orang itu adalah pengarang Injil yang membawa
nama Injil Yahya. Rasul Yahya (sebagai juga Matius),
bagi A.Tricot dan beberapa ahli tafsir lainnya adalah
saksi yang cakap dan boleh dipercaya mengenai
kejadian-kejadian yang diriwayatkannya; tetapi
kebanyakan ahli kritik tidak menerima hypotesa yang
mengatakan bahwa sahabat Yahya itu adalah pengarang
Injil keempat

Tetapi jika empat Injil itu tidak dapat dianggap secara
memuaskan sebagai memoar para rasul atau para sahabat
Yesus, darimanakah asal Injil-Injil itu?

O.Culmann dalam bukunya: Perjanjian Baru (1967),
Presses Universitaire de France, menulis bahwa "para
pengarang Injil adalah juru bicara dari masyarakat
Kristen asli yang menentukan tradisi lisan; selama 30
tahun atau 40 tahun, Injil hanya ada dalam bentuk
tradisi lisan; tradisi meriwayatkan kata-kata atau
hikayat-hikayat yang terpisah-pisah. Para pengarang
Injil menghubungkan hal-hal yang terpisah itu,
masing-masing menurut caranya dan seleranya serta
perhatian teolognya yang khusus. Pengelompokan
kata-kata Yesus sebagai rangkaian riwayat-riwayat
dengan kata-kata penghubung yang kabur seperti: sesudah
itu, selekasnya, dan lain-lain yang terdapat dalam
Injil-Injil Sinoptik9 hanya merupakan susunan literer
dan tidak mempunyai dasar sejarah."

Pengarang tersebut meneruskan: "Kita harus ingat bahwa
yang menjadi pedoman kelompok primitif (asli) dalam
menentukan tradisi mengenai kehidupan Yesus bukan
perhatian terhadap sejarah hidup Yesus, akan tetapi
kebutuhan untuk berdakwah untuk pendidikan dan untuk
beribadah. Para rasul menggambarkan kebenaran
kepercayaan yang mereka dakwahkan dengan cara
meriwayatkan kejadian-kejadian dalam kehidupan Yesus.
Khotbah-khotbah mereka itulah yang menentukan
hikayat-hikayat tersebut. Kata-kata Yesus diriwayatkan
khususnya dalam pengajaran kateketiknya Gereja asli.

Para penyusun "Terjemahan Ekumenik dari pada Bibel"
tidak menyebutkan mengenai penyusunan Bibel kecuali
terbentuknya tradisi lisan di bawah pengaruh
nasehat-nasehat murid Yesus dan juru-juru dakwah
lainnya. Pemeliharaan bahan-bahan tersebut dalam Injil
adalah dengan jalan dakwah, liturgi,
pengajian-pengajian para penganut agama yang setia.
Kemungkinan tersusunnya bentuk tertulis mengenai
kepercayaan, kata-kata tertentu danpada Yesus seperti
Hikayat Penyaliban umpamanya, para pengarang Injil
memakai bentuk tertulis bersama dengan tradisi oral
untuk menghasilkan teks yang sesuai dengan lingkungan
yang bermacam-macam, untuk memenuhi kebutuhan Gereja,
untuk menunjukkan pemikiran tentang kitab suci, untuk
membetulkan yang salah dan untuk menjawab argumentasi
lawan. Dengan begitu maka para pengarang Injil
mengumpulkan secara tertulis hal-hal yang mereka
dapatkan sebagai tradisi lisan, masing-masing menurut
pandangan dan seleranya."

Sikap kolektif yang diperlihatkan oleh 100 ahli tafsir
Perjanjian Baru Katolik dan Protestant berbeda sekali
dengan garis yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II
dalam penyusunan dogmatik tentang Wahyu, yaitu
penyusunan yang dikerjakan antara tahun 1962 dan tahun
1965. Kita telah menyebutkan di atas tentang dokumen
penting yang dihasilkan oleh Konsili tersebut mengenai
Perjanjian Lama. Konsili Vatikan II telah mengatakan
bahwa fasal-fasal Perjanjian Lama mengandung hal-hal
yang tidak sempurna dan lemah (imparfait et caduc),
akan tetapi Konsili tersebut tidak memberikan "reserve"
yang sama terhadap Injil. Sebaliknya Konsili tersebut
menyebutkan:

"Semua orang tahu bahwa di antara tulisan-tulisan Kitab
suci, termasuk yang terdapat dalam Perjanjian Baru,
Injil-Injil menunjukkan kelebihan yang menonjol, karena
Injil itu merupakan kesaksian yang tertinggi tentang
kehidupan dan ajaran kata Tuhan yang menjelma menjadi
manusia, juru selamat kita. Di mana saja dan kapan
saja, Gereja selalu mempertahankan bahwa empat Injil
itu berasal dari para Rasul (sahabat Isa). Injil-Injil
itu adalah apa yang telah diceramahkan oleh para Rasul
dengan mengikuti perintah Yesus. Oleh karena itu maka
para Rasul dan orang-orang yang selalu dekat dengan
mereka, telah mendapat inspirasi suci dari Ruhul Kudus
dan meriwayatkan tulisantulisan yang merupakan dasar
kepercayaan Kristen, yakni Injil, dengan empat
bentuknya yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas
dan Injil Yahya." "Ibu Suci (Gereja) selalu berpegang
dengan kuat bahwa empat Injil yang diberi sifat
bersejarah telah menyampaikan dengan penuh amanat
segala apa yang diperbuat dan diajarkan oleh Yesus,
putra Tuhan, selama ia hidup di antara manusia sampai
ia diangkat ke langit. Para pengarang suci kemudian
menyusun Injil empat yang memberikan kepada kita segala
yang benar dan jujur mengenai Yesus."

Kata-kata yang kita kutip daripada Konsili Vatikan II
itu menunjukkan secara tegas kepercayaan bahwa Injil
telah meriwayatkan perbuatan dan perkataan Yesus. Akan
tetapi kita merasakan ketidakserasian antara pernyataan
Konsili tersebut dengan pernyataan pengarang-pengarang
yang kita sebutkan sebelumnya, khususnya kata kata R.P.
Kannengiesser: "Kita tidak boleh memahami Injil-lnjil
secara harafiah, oleh karena Injil itu merupakan
tulisan-tulisan daripada keadaan-keadaan tertentu atau
tulisan-tulisan perjuangan yang penulis-penulisnya
memelihara tradisi masyarakat mereka mengenai Yesus
dengan tulisan."

"Injil-Injil adalah teks-teks yang menyesuaikan diri
dengan bermacam-macam lingkungan, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan Gereja, melontarkan pikiran-pikiran
mengenai Kitab suci, membetulkan kesalahan-kesalahan
dan menjawab argumentasi lawan. Dengan begitu,
Injil-injil mengumpulkan dan menuliskan apa yang mereka
terima dari tradisi lisan, menurut pandangan-pandangan
pribadi mereka." (Terjemahan Ekumenik dari Injil).

Nyata sekali hahwa antara deklarasi Konsili Vatikan dan
sikap-sikap yang lebih baru terdapat kontradiksi. Tidak
mungkin untuk menyesuaikan deklarasi Vatikan II yang
mengatakan bahwa dalam Injil, kita menemukan riwayat
yang jujur tentang perbuatan dan perkataan Yesus,
dengan adanya kontradiksi, kekeliruan, kemustahilan
material dan pemberitaan yang bertentangan dengan
realitas ilmiah yang sudah pasti.

Sebaliknya, jika kita memandang Injil sebagai ekspresi
dari pandangan-pandlangan pribadi dari orang-orang yang
mengumpulkan tradisi-tradisi lisan yang terdapat dalam
bermacam-macam kelompok, kita tidak merasa heran jika
kita menemukan dalam Injil-Injil itu
keterangan-keterangan yang menunjukkan bahwa
Injil-lnjil tersebut ditulis oleh orang-orang dalam
suasana yang telah kita terangkan di atas. Mereka itu
dapat saja merupakan orang-orang yang sangat jujur
walaupun mereka itu meriwayatkan hal-hal yang memuat
kontradiksi dengan pengarang-pengarang lain karena
mereka sendiri tak pernah merasa curiga akan
kebenarannya, atau mungkin sekali karena ada persaingan
keagamaan antara dua kelompok, mereka itu menyajikan
riwayat kehidupan Yesus menurut kaca mata yang sangat
berlainan dengan kaca mata lawannya.

Kita telah membaca bahwa konteks sejarah adalah sesuai
dengan cara memandang Injil seperti tersebut.
Bahan-bahan untuk menyelidiki Injil yang kita miliki
semua menguatkan pandangan semacam itu.











Injil Karangan Matius

INJIL KARANGAN MATIUS

Di antara empat Injil, Injil Matius adalah yang pertama
dalam urutan kitab-kitab (fasal-fasal) Perjanjian Baru.
Hal ini memang tepat oleh karena Injil Matius hanya
merupakan kelanjutan dan Perjanjian Lama. Injil
tersebut ditulis untuk menunjukkan bahwa "Yesus telah
menamatkan sejarah Bani Israil" yaitu seperti yang
dikatakan oleh para pengarang "Terjemahan Ekumenik
daripada Bibel" yang akan banyak kita kutip. Karena
maksud tersebut di atas, Matius selalu mengutip dari
Perjanjian Lama, serta menunjukkan bahwa Yesus telah
berbuat sebagai Al Masih (Pemimpin yang diakui oleh
rakyat dengan upacara mengusapkan minyak kasturi ke
badannya) yang telah lama dinanti oleh orang-orang
Yahudi.

Injil ini bermula dengan menyebutkan silsilah keturunan
Yesus.10 Matius rnenunjukkan bahwa asal-usul Yesus itu
sampai kepada nabi Ibrahim melalui nabi Dawud. Kita
akan menemukan kesalahan teks yang biasanya dianggap
sepi oleh para ahli tafsir Injil. Bagaimanapun
keadaannya, maksud Matius adalah jelas, yaitu untuk
mempergunakan hubungan keturunan dengan Ibrahim sebagai
bukti bahwa karangannya itu mempunyai suatu tujuan dan
maksud. Matius mengikuti garis yang sama dengan selalu
menonjolkan sikap Yesus terhadap hukum-hukum Yahudi
yang mengandung tiga prinsip besar yaitu: sembahyang,
puasa dan sedekah.

Yesus ingin menyampaikan ajarannya pertama-tama kepada
rakyatnya. Ia berkata kepada para rasul yang dua belas:
"Jangan mengikuti jalannya orang kafir dan jangan masuk
ke kotanya orang-orang Samara;11 lebih baik. pergilah
kepada domba-domba Bani Israil yang hilang" (Matius 15,
24). Pada akhir Injilnya, Matius memperluas tugas para
murid-murid Yesus yang pertama dan melukiskan Yesus
sebagai memerintahkan: "Pergilah dan timbulkan
pengikut-pengikut dari segala bangsa (Matius 28, 19),
tetapi permulaan dakwah harus diutamakan untuk Bani
Israil." Mengenai Injil Matius ini, A. Tricot menulis:
"Injil Matius adalah suatu buku Yahudi dalam bentuk dan
jiwanya. Walaupun ditutup dengan pakaian Yunani, buku
itu tetap berbau Yahudi dan menunjukkan ciri-ciri
Yahudi."

Pandangan-pandangan tersebut di atas menempatkan asal
Injil Matius dalam tradisi masyarakat Yahudi Kristen,
yang sebagaimana dikatakan oleh O. Culmann, berusaha
sekuat-kuatnya untuk melepaskan diri dan ikatan
agama-agama Yahudi, tetapi dengan tetap memelihara
kontinuitas Perjanjian Lama. Pokok-pokok perhatian dan
nada kitab Injil Matius pada umumnya menunjukkan adanya
situasi yang tegang.

Faktor-faktor politik juga terasa dalam teks.
Pendudukan Kerajaan Romawi di Palestina menyalakan
semangat bangsa Yahudi untuk mencapai kemerdekaan, dan
mereka berdo'a kepada Tuhan untuk membantu bangsa yang
Ia pilih daripada bermacam-macam bangsa. Tuhannya
Israil adalah Tuhan yang Maha Kuasa dan yang dapat
memberi bantuan langsung dalam urusan-urusan manusia,
sebagaimana Ia telah berbuat berkali-kali dalam
sejarah.

Siapakah Matius itu? Kita mengatakan dengan tegas
bahwa pada waktu sekarang ia tidak lagi dianggap
sebagai sahabat Yesus. A. Tricot menggambarkan Matius
dalam tafsirnya terhadap Terjemahan Perjanjian Baru
tahun 1960 sebagai berikut: "Matius alias Levi adalah
seorang pegawal kantor bea cukai di distrik Kafrna'um
ketika ia diminta oleh Yesus supaya menjadi salah satu
dari pengikut-pengikutnya." Begitulah yang dikatakan
oleh pemimpin-pemimpin Gereja seperti Origene, Yerome
dan Epihane. Tetapi sekarang orang berpendapat lain;
suatu hal yang tak dapat disangkal adalah bahwa Matius
adalah seorang Yahudi, kata-katanya adalah kata-kata
dari daerah Palestina, sedang susunan kata-katanya
adalah Yunani. Pengarang (Matius) mengarahkan
karangannya kepada kelompok yang berbicara dengan
bahasa Yunani, mengetahui adat kebiasaan Yahudi dan
bangsa Aramaik; begitulah menurut O. Culmann.

Menurut ahli-ahli tafsir "Terjemahan Ekumenik," asal
usul Injil Matius adalah sebagai berikut:

"Biasanya orang berpendapat bahwa Injil Matius ditulis
di Syria atau di Phenisie karena di tempat tersebut
terdapat banyak orang-orang Yahudi.12 Kita dapat
merasakan suatu polemik melawan agama Yahudi Sinagog
yang ortodoks yang dianut oleh kaum Parisi sebagaimana
yang terjadi dalam Konferensi Sinagog di Yamina
kira-kira pada tahun 80. Dalam keadaan keadaan semacam
itu banyak pengarang-pengarang yang mengatakan bahwa
Injil Matius ditulis di antara tahun 80 90, atau
mungkin lebih dahulu sedikit, karena tak ada cara untuk
mencari kepastian."

"Oleh karena kita tidak mengetahui nama pengarang yang
sesungguhnya, maka kita akan terpaksa merasa puas
dengan sifat-sifat yang diterangkan dalam Injil
tersebut; pengarang dapat dikenal dengan pekerjaannya.
Ia mahir dalam pengetahuan tentang kitab-kitab suci,
tradisi Yahudi, kenal dan menghormati pembesar-pembesar
agama daripada bangsanya tetapi menghadapkan
persoalan-persoalan kepada mereka dengan kasar; ia
mahir dalam mengajar dan dalam memperkenalkan Yesus
kepada para pendengar, selalu mendesakkan akibat-akibat
praktis tentang ajaran-ajarannya, ia membalas baik
terhadap sinyalemen seorang Yahudi terpelajar yang
menjadi pemeluk agama Kristen, seorang pemilik rumah
yang dapat mengeluarkan dari simpanannya hal-hal yang
baru atau lama, seperti yang dikatakan oleh Matius 13,
52. Dengan gambaran seperti di atas, kita menjadi jauh
daripada seorang pegawai kantor di Kafrna'um yang
diberi nama Levi oleh Markus dan Lukas dan kemudian
menjadi salah satu daripada dua belas orang sahabat
Yesus.

Semua orang setuju untuk mengatakan bahwa Matius
menulis Injilnya dengan mengambil bahan daripada sumber
yang sama dengan sumbernya Markus dan Lukas. Akan
tetapi riwayatnya berlainan dalam hal-hal yang pokok
sebagai yang akan kita lihat nanti. Walaupun begitu
Matius telah mempergunakan Injil Markus, padahal Markus
bukan muridnya Yesus," begitulah kata O. Culmann.

Matius bersikap liberal (bebas) terhadap teks-teks.
Kita akan menemukannya mengutip silsilah keturunan
Yesus dari Perjanjian Lama dan diletakkannya pada
permulaan Injilnya. Ia menyelipkan dalam Injilnya
hikayat-hikayat yang tak dapat dipercayai (incroyable).
Kata: "tak dapat dipercayai" adalah kata yang dipakai
oleh R.P. Kannengiesser pada bukunya Foi en la
Resurrection, Resurrection de la foi (Percaya terhadap
hidup kembalinya Yesus, kembali hidupnya kepercayaan)
dalam hikayat hidupnya Yesus kembali, yakni dalam hal
yang mengenai "pengawal." Ia menunjukkan "kurang
bobotnya sejarah pengawal militer kuburan; pengawal
militer kuburan itu adalah tentara Kafir yang tidak ada
hubungannya dengan atasan mereka, akan tetapi mereka
melapor kepada para pendeta besar yang menggaji mereka
untuk mengatakan kebohongan-kebohongan." Tetapi R.P.
Kannengiesser menambahkan: "Kita tidak boleh
mencemoohkan, karena maksud Matius adalah sangat baik,
oleh karena ia mempersatukan bahan-bahan kuna tradisi
lisan dengan karya yang ditulisnya. Penyajiannya mirip
dengan Yesus Christ Superstar.13

Penelitian-penelitian tentang Matius ini berasalkan
dari seorang besar ahli teologi, seorang Professor dari
Lembaga Katolik di Paris.

Matius menyebutkan dalam tulisannya kejadian-kejadian
yang berbarengan dengan matinya Yesus; ini adalah suatu
contoh lain tentang khayalannya. Beginilah bunyinya:
Setelah tutup daripada tempat suci itu robek menjadi
dua, dari atas ke bawah, maka bumipun bergeraklah,
batu-batu luluh, kuburan-kuburan menjadi terbuka,
mayat-mayat para wali menjadi hidup. Setelah Yesus
bangkit kembali, mayat-mayat hidup itupun masuk ke kota
suci dan memperlihatkan diri kepada orang banyak.

Paragraf daripada Matius ini (27, 51-53) tak ada
bandingannya dalam Injil-Injil lainnya. Kita tidak
mengerti bagaimana mayat-mayat para wali dapat bangun
hidup kembali pada waktu wafatnya Yesus (malam Sabat
seperti yang tersebut dalam Injil-Injil) dan tidak
keluar dari kuburan mereka sampai Yesus bangkit kembali
{keesokan hari sesudah Sabat, menurut sumber-sumber itu
juga).

Barangkali hanya dalam Injil Matius kita dapatkan
kekeliruan-kekeliruan yang sangat menyolok dan tidak
dapat dipertahankan lagi, yaitu hal yang dilukiskan
sebagai kata-kata yang keluar dari mulut Yesus.

Matius meriwayatkan dalam Injilnya (12, 38-40)
dongengan tentang alamat Yunus:

Yesus berada di tengah-tengah para ahli agama Yahudi
dan orang-orang Parisi yang berkata kepadanya: "Ya
Tuan. Guru, kami mengharap tuan Guru menunjukkan suatu
alamat kepada kami," Yesus menjawab: "Generasi jahat
dan pelacurlah yang minta suatu alamat. Tak ada suatu
alamat yang akan diberikan kepadanya kecuali alamat
nabi Yunus. Karena sebagaimana Yunus berada dalam perut
monster tiga hari dan tiga malam, begitu juga anak
manusia (Yesus sendiri) akan berada di dalam tanah tiga
hari dan tiga malam." (teks terjemahan Ekumenik).

Sebagai tersebut di atas, Yesus mengumumkan bahwa ia
akan berada dalam tanah tiga hari dan tiga malam.
Padahal Matius dan juga Lukas dan Markus menyebutkan
dalam Injil mereka, bahwa wafatnya Yesus dan
penguburannya terjadi pada hari Sabtu malam. Ini
berarti bahwa Yesus berada di dalam tanah selama tiga
hari. Akan tetapi semua kejadian itu hanya mengandung
dua malam.14

Biasanya para ahli tafsir Injil menutup mulut terhadap
hikayat ini. Meskipun begitu R.P. Rouguet menunjukkan
kekeliruan tersebut karena ia mengatakan bahwa hari itu
hanya ada satu hari penuh, dan dua malam. Tetapi R.P.
Rouguet menambahkan: "tetapi kalimat-kalimat itu
diringkaskan dan hanya mempunyai satu arti yaitu tiga
hari." Adalah menyedihkan jika kita melihat para ahli
tafsir memakai argumentasi-argumentasi yang tidak
mempunyai arti positif, padahal seandainya mereka
mengatakan bahwa ketidak serasian itu disebabkan oleh
kekeliruan yang membuat naskah, keterangan mereka akan
sangat memuaskan akal dan pikiran.

Yang menjadi ciri-ciri Injil Matius selain
kekeliruan-kekeliruan tersebut di atas, adalah bahwa
Injil Matius merupakan Injil kelompok Yahudi Kristen
yang sedang memutuskan hubungannya dengan agama Yahudi,
tetapi tetap dalam garis Perjanjian Lama. Injil Matius
ini mempunyai arti yang sangat penting jika di pandang
dari segi sejarah agama Yahudi Kristen.






Injil Karangan Markus

INJIL MARKUS

Injil Markus adalah Injil yang paling pendek, tetapi ia
adalah Injil yang paling tua. Ia bukan buku karangan
seorang sahabat Yesus, akan tetapi karangan seorang
murid sahabat Yesus.

O. Culmann menulis bahwa ia tidak menganggap Markus
sebagai murid Yesus, akan tetapi ia mengingatkan kepada
mereka yang sangsi akan kebenaran anggapan bahwa Injil
itu ditulis oleh Markus seorang rasul atau sahabat
Yesus, bahwa "Matius dan Lukas tidak akan mempergunakan
Injil tersebut seandainya mereka tidak yakin bahwa
Injil Markus didasarkan pada ajaran seorang Rasul."
Tetapi argumentasi seperti ini tidak meyakinkan. O.
Culmann juga mengutip untuk menguatkan "reserve"nya
bahwa Injil tersebut memuat banyak kutipan-kutipan dari
seorang. "Yahya yang digelari Markus" dalam Perjanjian
Baru, akan tetapi kutipan-kutipan tersebut tidak
menyebutkan nama seorang pengarang Injil, dan teks
Markus sendiri juga tidak menyebutkan pengarangnya.

Kurangnya penerangan, tentang hal ini menyebabkan para
ahli tafsir menganggap perincian-perincian yang
bersifat khayalan sebagai hal yang berharga, contohnya
sebagai berikut: berdasarkan anggapan bahwa Markus
adalah satu-satunya pengarang Injil yang meriwayatkan
kejadian penyaliban Yesus, hikayat seorang muda yang
hanya memakai sehelai kain untuk pakaiannya, kemudian
ketika ditangkap, ia menanggalkan sehelai kain tersebut
serta lari telanjang (Markus 14, 51-52), banyak orang
mengambil konklusi bahwa pemuda tersebut adalah Markus,
seorang murid yang setia yang berusaha mengikuti
gurunya (Terjemahan Ekumenik). Bagi beberapa orang
lainnya dapat dilihat di sini "dengan kenang-kenangan
pribadi, suatu bukti kebenaran, suatu tanda tangan
anonime, membuktikan bahwa ia adalah saksi mata" (O.
Culmann).

Bagi pengarang ini "banyak pemutaran kata-kata
menguatkan hipotesa bahwa pengarang Injil Markus adalah
seorang Yahudi," tetapi adanya latinisme (bentuk
kesusasteraan latin) memberi kesan bahwa pengarang
tersebut menulis Injilnya di kota Roma. "Ia berbicara
kepada orang-orang Kristen yang tidak tinggal di
Palestina, dan ia berusaha untuk menjelaskan
kalimat-kalimat Aramaik yang ia pergunakan."

Tradisi menggambarkan, Markus sebagai teman Petrus di
Roma. Ini didasarkan atas kata penutup daripada surat
Petrus yang pertama, jika Petrus memang betul-betul
orang yang menulis surat tersebut. Petrus telah menulis
dalam suratnya: "Kelompok orang-orang yang terpilih
yang ada di Babylon kirim salam kepadamu, begitu juga
Markus, anakku," Babylon amat boleh jadi Roma, begitu
kita dapatkan dalam tafsir Terjemahan Ekumenik,
sehingga orang mengira dapat mengambil konklusi bahwa
Markus yang bersama Petrus berada di Roma adalah
penulis Injil Markus. Apakah pemikiran semacam itulah
yang mendorong Papias, uskup Hierapolis pada kira-kira
tahun 150 untuk mengatakan bahwa yang mengarang Injil
adalah Markus, juru bahasa Petrus dan seorang yang juga
bekerja sama dengan Paulus?

Dengan kaca mata ini, orang menempatkan penyusunan
Injil Markus sesudah matinya Petrus, yakni paling pagi
antara tahun 65 dan 70 menurut "Terjemahan Ekumenik,"
atau kira-kira tahun 70 menurut O. Culmann.

Teks Injil Markus menunjukkan suatu cacat yang besar,
karena ditulis tanpa mengindahkan kronologi. Dengan
begitu Markus menyebutkan dalam permulaan Injilnya (1,
16-20), hikayat empat orang nelayan yang dilatih oleh
Yesus dengan katanya: "Kamu akan menjadi pembaru
manusia," pada saat mereka belum kenal dengan Yesus.
Pengarang Injil tersebut juga menunjukkan ketidak
mampuan menilai kebenaran.

Seperti yang dikatakan oleh R.P. Rouguet, Markus adalah
seorang penulis yang kurang pandai, "yang paling bodoh
di antara para pengarang Injil." Ia tidak mengerti
bagaimana menulis hikayat. Ahli tafsir Injil
menyandarkan penilaian ini kepada paragraf yang
meriwayatkan kelembagaan 12 rasul, yang terjemahan
harfiahnya sebagai berikut: "Ia naik ke atas gunung dan
mengundang mereka yang ia kehendaki, mereka datang
kepadanya. Ia menjadikan 12 orang itu supaya bersama
dengannya, supaya Ia dapat mengirim mereka mencari ikan
dan mempunyai kekuatan untuk mengusir setan. Dan ia
membuat 12 orang dan memaksakan nama Petrus kepada
Simon" (Markus 3, 13-16).

Dalam beberapa hikayat, Markus berkontradiksi dengan
Matius dan Lukas seperti yang kita pernah lihat
berhubung dengan alamat Yunus. Di samping itu mengenai
alamat yang diberikan oleh Yesus kepada beberapa orang
selama Yesus bertugas, Markus (8, 11-12) meriwayatkan
suatu dongengan yang tak dapat dipercaya, "orang-orang
Parisi datang dan mulai bicara dengan Yesus; untuk
menjebak Yesus, mereka minta suatu alamat yang datang
dari langit. Sambil menunjukkan keluhan yang dalam,
Yesus berkata: mengapa generasi ini minta alamat? Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya tak ada alamat yang akan
diberikan kepada generasi ini. Ia meninggalkan mereka,
naik di atas perahu kecil dan berangkat ke daratan
sebelah."

Ini tidak dapat disangkal lagi adalah karena penegasan
dari Yesus sendiri tentang niatnya tidak akan melakukan
sesuatu perbuatan yang supernatural. Oleh karena itu
ahli-ahli tafsir daripada Terjemahan Ekumenik heran
karena Lukas menerangkan bahwa Yesus hanya akan
memberikan satu alamat, yaitu alamat Nabi Yunus
(silahkan baca Injil Matius), dan merasakan kontradiksi
karena Markus berkata "generasi ini tidak akan
mendapatkan sesuatu alamat, dan kemudian mereka
memperingatkan kepada mukjizat yang ditunjukkan oleh
Yesus sendiri sebagai alamat" (Lukas.7, 22 dan 11, 20).
Seluruh Injil Markus dianggap Canon (kanon) secara
resmi. Akan tetapi kita ingat bahwa akhir Injil Markus
( 16, 9-20) dianggap oleh ahli-ahli modern sebagai
suatu karya yang ditambahkan. Terjemahan Ekumenik tegas
dalam hal ini. Bagian terakhir tersebut tidak dimuat
dalam dua manuskrip kuno Injil yang komplit, yaitu
Kodex Vatikanus dan Kodex Sinaitikus dari abad IV.
Mengenai hal ini O. Culmann menulis:
Manuskrip-manuskrip Yunani yang lebih baru dan beberapa
versi telah menambah suatu konklusi yang tidak ditulis
oleh Markus sendiri tetapi diambil dari beberapa Injil.
Sesungguhnya versi bagian terakhir yang ditambahkan
adalah banyak. Dalam teks kadang-kadang terdapat versi
panjang, kadang-kadang terdapat versi pendek
(dua-duanya telah diterbitkan dalam Terjemahan
Ekumenik), kadang-kadang versi panjang dengan tambahan
dan kadang-kadang kedua versi bersama.

R.P. Kannengiesser memberi komentar sebagai berikut:
orang terpaksa menghapuskan ayat-ayat terakhir ketika
Injil Markus diterima secara resmi oleh masyarakat yang
menjamin, begitu juga ketika Injil Markus dicetak untuk
awam. Baik Matius, maupun Lukas atau Yahya tidak tahu
bagian yang ditinggalkan Injil Markus. Walaupun begitu
kekosongan tersebut sangat terasa. Lama sesudah itu
ketika Injil-Injil Matius, Lukas dan Yahya telah
tersiar, orang mengumpulkan bagian terakhir dari Injil
Markus dengan mengambil dari kiri dan kanan, dari para
pengarang Injil lainnya, menjadi mudahlah untuk
mengulangi bagian-bagian tebakan ini dengan membaca
Markus (16, 9-20). Dengan begitu orang akan mendapatkan
suatu ide yang kongkrit tentang kebebasan para
pengarang dalam membentuk susunan literer
hikayat-hikayat Bibel sampai permulaan abad II.

Tak ada pengakuan tentang adanya manipulasi teks suci
yang dilakukan oleh manusia lebih terang dari
pikiran-pikiran tersebut yang dicetuskan oleh seorang
ahli teologi yang besar.












Injil Karangan Lukas

INJIL LUKAS

Menurut O. Culmann, Lukas adalah pencatat berita, dan
menurut R.P. Kannengiesser, Lukas adalah penulis roman.
Lukas menulis dalam Pendahuluan Injilnya, bahwa banyak
orang lain menulis riwayat Nabi Isa, maka ia akan
menulis riwayat tentang kejadian-kejadian yang sama
dengan mempergunakan hikayat dan informasi dari
saksi-saksi mata (ini secara tidak langsung berarti
bahwa Lukas bukan saksi mata) dan informasi-informasi
yang datang dari ceramah-ceramah para rasul. Dengan
begitu maka yang ia sajikan dengan syarat-syarat
tersebut adalah suatu karya yang tersusun menurut
metode:

Pendahuluan:

1. Sedangkan banyak orang sudah mencoba mengarang
hikayat dari hal segala perkara yang menjadi yakin
di antara kita.

2. Sebagaimana yang diserahkan kepada kita oleh orang,
yang dari mulanya melihat dengan matanya sendiri dan
menjadi pengajar Injil itu.

3. Maka tampaknya baik kepadakupun, yang telah
menyelidiki segala perkara itu dengan betul-betul dari
asalnya, menyuratkan bagimu dengan peraturannya, hai
Teopilus yang mulia.

4. Supaya engkau dapat mengetahui kesungguhan segala
sesuatu yang diajarkan kepadamu.

Dari baris-baris pertama kita sudah dapat merasakan
perbedaan antara Lukas dengan Markus, seorang penulis
yang kurang mahir yang bukunya telah kita bicarakan.
Injil Lukas adalah suatu karya sastra yang tak dapat
dipungkiri, tertulis dalam bahasa Yunani yang murni.

Lukas adalah seorang kafir yang terpelajar dan kemudian
memeluk agama Kristen. Orientasinya terhadap orang
Yahudi nampak sekali. Seperti yang dikatakan oleh
Culmann, Lukas tidak mengutip kembali ayat-ayat yang
berbau Yahudi dalam Injil Markus, dan menonjolkan
kata-kata Yesus terhadap ketidak imannya orang-orang
Yahudi, serta menonjolkan pula hubungannya yang baik
dengan orang-orang Samaritan yang tidak disukai oleh
orang-orang Yahudi, sedangkan Matius, seperti yang
telah kita lihat, melukiskan bahwa Yesus minta kepada
para sahabatnya untuk menjauhkan diri dari orang
Yahudi. Ini adalah satu daripada beberapa contoh bahwa
para penulis Injil dengan melukiskan Yesus mengatakan
hal-hal yang sesuai dengan selera pribadi mereka.
Mereka itu meriwayatkan kata-kata Yesus dengan versi
yang dipilih menurut pandangan kelompok mereka.
Bagaimana kita dapat mengingkari bahwa Injil adalah:
"bukuperjuangan" atau "buku mengenai suasana tertentu"
seperti yang telah kita katakan? Perbandingan antara
susunan umum Injil Lukas dengan susunan umum Injil
Matius memberi bukti tentang hal tersebut.

Siapakah Lukas itu? Orang ingin mengidentifikasikan
Lukas dengan seorang tabib dengan nama yang sama, yaitu
yang disebut oleh Paulus dalam surat-suratnya.
Terjemahan Ekumenik mengatakan bahwa "banyak orang yang
mendapatkan konfirmasi mengenai pekerjaan Lukas
pengarang Injil sebagai seorang tabib dalam
kepandaiannya untuk mendiagnosa orang sakit."
Keterangan ini adalah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Lukas tidak pernah memperoleh keterangan tentang
penyakit "kata-kata yang ia pakai adalah kata
orang-orang terpelajar pada zaman itu." Memang ada
seorang bernama Lukas yang menjadi teman perjalanan
Paulus. Apakah orang itu Lukas Pengarang Injil? Inilah
yang dikira-kirakan oleh O.Culmann.

Tahun ditulisnya Injil Lukas dapat dikira-kira menurut
beberapa faktor. Lukas telah mempergunakan Injil Markus
dan Injil Matius. Kita membaca dalam Terjemahan
Ekumenik sebagai berikut: "nampaknya ia tahu tempat
kota Yerusalem serta reruntuhannya yang disebabkan oleh
tentara Titus pada tahun 70. Dengan begitu maka Injil
Lukas telah ditulis sesudah itu. Ahli-ahli kritik
sekarang berpendapat bahwa Injil Lukas ditulis sekitar
tahun 80-90; tetapi ada juga yang mengatakan tahun
sebelum itu.

Bermacam-macam Hikayat dalam Injil Lukas menunjukkan
perbedaan besar dengan Injil-Injil sebelumnya. Di atas
kita telah memberikan gambaran singkat. Terjemahan
Ekumenik telah membicarakannya pada halaman 181 dan
selanjutnya O. Culmann dalam karangannya: "Perjanjian
Baru," halaman 18 memuat hikayat-hikayat Injil Lukas
yang tidak terdapat dalam Injil-Injil lain. Hal ini
tidak mengenai perincian.

Hikayat tentang masa kanak-kanak Yesus dalam Injil
Lukas adalah hanya terdapat dalam Injil Lukas. Matius
memberikan riwayat yang berbeda, sedangkan Markus tidak
memuatnya sama sekali.

Matius dan Lukas memberi silsilah keturunan Yesus yang
berbeda-beda. Ada kontradiksi penting, kekeliruan yang
sangat besar dari segi ilmiah sehingga perlu dibahas
dalam bab khusus. Kita dapat mengerti bila Matius yang
menghadapi orang-orang Yahudi, menyebutkan silsilah
keturunan Yesus dan dimulai dengan Nabi Ibrahim sampai
Nabi Daud. Kita dapat memahami pula jika Lukas seorang
yang mula-mula kafir kemudian memeluk agama Kristen,
memberikan silsilah keturunan sampai yang lebih tinggi.
Akan tetapi kita akan menemukan bahwa bermula dengan
Nabi Daud silsilah-silsilah keturunan itu
berkontradiksi.

Tugas kenabian Yesus diriwayatkan oleh Lukas, Matius
dan Markus secara berbeda-beda dalam beberapa hal.

Suatu kejadian yang sangat penting bagi umat Kristen,
yaitu lembaga Ekaristi;15 diriwayatkan secara berbeda
oleh Lukas di satu pihak dan oleh Matius dan Markus di
pihak yang lain. R.P. Rouguet menulis dalam bukunya,
Pengantar kepada Injil (Initiation a l'Evangile),
halaman 75 bahwa kata-kata Yesus yang menjadi dasar
kelembagaan Ekaristi diriwayatkan oleh Lukas (22,
19-24) dalam bentuk yang sangat berbeda dengan riwayat
Matius (26, 26-29) dan riwayat Markus (14, 22-24).
Kedua yang terakhir ini boleh dikatakan sama atau
identik. Sebaliknya susunan yang diriwayatkan oleh
Lukas sangat mirip dengan susunan Paulus (surat pertama
kepada orang Korintus 11, 23-25).

Sebagaimana orang mengetahui, Lukas dalam Injilnya
meriwayatkan Kenaikan Al Masih dalam susunan yang
berkontradiksi dengan riwayat yang terdapat dalam
fasal-fasal Perbuatan-perbuatan para Rasul-rasul yang
merupakan bagian penting daripada Perjanjian Baru dan
yang Lukas sendiri dianggap sebagai penulisnya. Dalam
Injilnya, Lukas mengatakan bahwa kenaikan Al Masih itu
terjadi pada hari Paskah, sedang dalam: Kisah Perbuatan
Para Rasul, Lukas mengatakan bahwa kenaikan Al Masih
terjadi 40 hari sesudah Paskah.16 Kontradiksi ini telah
mendorong para ahli tafsir Injil untuk memberi
tafsiran-tafsiran yang ajaib.

Akan tetapi ahli tafsir yang mementingkan obyektifitas
seperti penulis-penulis Terjemahan Ekumenik terhadap
Bibel, terpaksa mengakui, dalam suatu rangka yang umum
bahwa: "Bagi Lukas, perhatian pertama bukan untuk
meriwayatkan kejadian secara tepat dalam arti ketepatan
material." R.P. Kannengiesser membandingkan riwayat
yang terdapat dalam: "Kisah Perbuatan Para Rasul" yang
juga karangan Lukas, dengan riwayat tentang kejadian
yang sama yang diberikan oleh Paulus. R.P.
Kannengiesser menulis: "Di antara empat pengarang
Injil, Lukas adalah yang paling berperasaan dan yang
paling sastrawan. Ia menunjukkan semua sifat-sifat
penulis roman."












Injil Karangan Yahya
INJIL YAHYA

Injil Yahya adalah sangat berbeda dengan tiga Injil
lainnya, sedemikian rupa sehingga R.P. Rouguet dalam
bukunya Pengantar kepada Injil, setelah memberi
tafsiran kepada ketiga Injil yang pertama, mengatakan
bahwa Injil Yahya merupakan "Dunia yang lain." Memang
begitu. Sesungguhnya Injil Yahya merupakan buku yang
sangat berlainan; kita dapatkan di dalamnya perbedaan
dalam tertib susunannya, dalam hikayatnya, dalam
uraian-uraiannya, perbedaan gaya bahasa, perbedaan
geografis dan kronologis bahkan perbedaan dalam
pandangan teologi (O. Culmann). Dengan begitu maka
kata-kata Yesus diriwayatkan oleh Yahya dan oleh ketiga
pengarang Injil lainnya secara berbeda. R.P. Rouguet
menjelaskan bahwa "Injil-Injil Sinoptik17 meriwayatkan
kata-kata Yesus dalam style yang bernada perintah keras
dan lebih dekat dengan gaya orang bicara." Dalam Injil
Yahya segala sesuatu bernada "berfikir," sedemikian
rupa sehingga kita dapat bertanya apakah Yesus yang
bicara atau ide yang dicetuskan Yesus itu kemudian
diperpanjang secara tidak sadar dengan
pemikiran-pemikiran pengarang Injil.

Siapakah pengarang Injil Yahya? Persoalan ini banyak
diperdebatkan dan memang terdapat bermacam-macam
pendapat. A. Tricot dan R.P. Rouguet yakin bahwa Injil
Yahya dikarang oleh seorang saksi-mata. Pengarangnya
adalah Yahya, anak Zebede , saudara Yakob ini adalah
seorang sahabat Yesus yang segi-segi hidupnya sudah
terkenal dan terpapar dalam buku-buku pelajaran agama
bagi awam. Seni gambar populer melukiskannya
berdampingan dengan Yesus pada waktu santapan terakhir,
sebelum pensaliban. Siapa yang dapat menggambarkan
bahwa Injil Yahya bukan karangan Yahya, sahabat Yesus
yang gambarnya tersebar di mana-mana?

Bahwa Injil keempat ini ditulis pada waktu yang sangat
terlambat tidak menjadi argumentasi formal untuk
melawan anggapan di atas. Pendapat yang definitif
mengatakan bahwa Injil Yahya dikarang pada akhir abad
pertama. Gambaran bahwa Injil Yahya ditulis 60 tahun
sesudah Yesus dapat terasa sesuai dengan adanya seorang
sahabat yang sangat muda pada waktu hidupnya Yesus, dan
kemudian berumur panjang hampir satu abad.

R.P. Kannengiesser dalam penyelidikannya tentang
kebangkitan Yesus berkesimpulan bahwa tak seorangpun di
antara pengarang-pengarang Perjanjian Baru, kecuali
Paulus, yang dapat dikatakan saksi mata terhadap
kelanjutan Yesus. Walaupun begitu, Yahya meriwayatkan
tentang Yesus menampakkan dirinya kepada 12 sahabatnya,
termasuk Yahya sendiri, yang sedang berkumpul, tetapi
Thomas tidak hadir (Yahya, 20, 19-24). Kemudian
kejadian tersebut terulang; Yesus nampak kepada 12
sahabatnya yang berkumpul lengkap.

O. Culmann, dalam bukunya Perjanjian Baru tidak
membicarakan hal tersebut.

Terjemahan Ekumenik terhadap Bibel mengatakan bahwa
kebanyakan para pengeritik tidak dapat menerima
anggapan bahwa Injil Yahya adalah karangan Yahya
sahabat Yesus; memang tak ada kemungkinan bahwa
anggapan awam itu benar. Akan tetapi semua orang
berpendapat bahwa teks Injil Yahya itu dikarang oleh
beberapa penulis. Ada kemungkinan besar bahwa Injil
Yahya yang kita miliki disiarkan oleh murid-murid
pengarang. Mereka itu telah menambah fasal 21, dan
tidak ada keragu-raguan lagi bahwa mereka juga menambah
catatan-catatan (fasal 4, 2 dan mungkin fasal 4, 1, 4,
44, 7, 37b, 11, 2, 19, 35), mengenai hikayat wanita
yang berzina, semua orang sependapat bahwa sumber
daripada hikayat tak dapat diketahui, dan hikayat itu
diselipkan kemudian. (Walaupun begitu termasuk dalam
Injil Kanon). Paragraf 19, 35 nampak sebagai pernyataan
dari seorang saksi mata (O. Culmann); ini adalah
satu-satunya paragraf yang memberikan kesan tersebut,
tetapi para ahli tafsir Injil berpendapat bahwa
paragraf tersebut adalah paragraf tambahan.

O. Culmann berpendapat bahwa tambahan-tambahan baru
nampak dalam Injil Yahya fasal 21, pasti merupakan
karya seorang murid yang memasukkan perubahan dalam
tubuh Injil Yahya.

Dengan tidak menyebutkan hipotesa-hipotesa yang
diajukan oleh para ahli tafsir Injil, catatan-catatan
yang datang dari pengarang-pengarang Kristen yang
ternama dan yang mengenai persoalan siapa yang menulis
Injil Yahya, menunjukkan kepada kita bahwa mereka
berada dalam kebingungan. Nilai sejarah daripada
riwayat-riwayat Yahya juga banyak dibantah.
Perbedaannya dengan ketiga Injil lainnya adalah besar.
O. Culmann mengatakan bahwa Yahya mempunyai
pikiran-pikiran teologi yang berbeda dengan
pengarang-pengarang Injil lainnya. Perbedaan teologi
ini, menjadi pedoman untuk memilih kata-kata Yesus yang
diriwayatkan, dan cara meriwayatkannya. Dengan begitu
maka Yahya sering memperpanjang kata-kata tersebut, dan
melukiskan Yesus yang kita ketahui dalam sejarah
mengatakan, apa yang dikatakan oleh Ruhul Kudus
kepadanya. Bagi ahli tafsir Injil ini, (O. Culmann)
itulah sebabnya perbedaan antara Injil Yahya dan
Injil-Injil yang lain.

Sudah terang kita dapat menggambarkan bahwa Yahya yang
menulis Injilnya sesudah pengarang-pengarang lain dapat
memilih hikayat-hikayat yang lebih dapat menerangkan
idenya; kita tidak perlu heran jika kita tidak
menemukan dalam Injil Yahya hal-hal yang dapat kita
temukan dalam Injil-Injil yang lain. Terjemahan
Ekumenik menyebutkan beberapa hal semacam itu (halaman
282). Tetapi yang mengherankan kita adalah adanya
kekosongan-kekosongan. Kekosongan-kekosongan itu ada
yang hampir tak dapat dipercaya seperti hikayat lembaga
Ekansti. Kita tak dapat menggambarkan bahwa hikayat
yang sangat penting bagi agama Kristen dan kemudian
menjadi tiang (pokok) bagi liturginya yaitu misa, bahwa
hikayat tersebut tidak disajikan oleh Yahya, seorang
pengarang Injil yang terbaik. Dan Yahya hanya puas
dengan menceritakan bagaimana Yesus membasuh kaki murid
muridnya, meramalkan pengkhianatan Yudas dan
pengingkaran Petrus kepadanya.

Sebaliknya ada hikayat-hikayat yang diceritakan oleh
Yahya tetapi tak tersebut dalam Injil-Injil yang lain.
Terjemahan Ekumenik menyebutkan hikayat-hikayat
tersebut pada halaman 283. Mengenai hal ini orang dapat
mengatakan bahwa ketiga pengarang Injil Sinoptik tidak
dapat menemukan dalam hikayat yang diriwayatkan oleh
Yahya sesuatu arti yang penting. Tetapi kita tentu
merasa heran karena membaca Injil Yahya yang memuat
hikayat Yesus yang sudah hidup kembali menampakl;an
dirinya kepada murid-muridnya di pinggir danau Tabariah
(Yahya 21, 1-14); hikayat tersebut adalah reproduksi
daripada hikayat mencari ikan yang disebutkan oleh
Lukas (5, 1-11) dengan banyak tambahan. Yahya
menceritakan hikayat tersebut seakan-akan kejadian yang
terjadi pada waktu Yesus masih hidup. Dalam Hikayat ini
Lukas menyebutkan bahwa Yahya juga ada, yakni Yahya
yang kemudian mengarang Injil Yahya

Hikayat Injil Yahya tersebut merupakan bagian dari
fasal 21 yang semua penyelidik sepakat bahwa fasal
tersebut adalah tambahan. Dengan mudah kita dapat
menggambarkan bahwa disebutkannya nama Yahya dalam
hikayat Lukas akan dapat memasukkannya secara
buat-buatan dalam Injil keempat. Bahwa untuk keperluan
tersebut orang harus merubah hikayat dari zaman Yesus
masih hidup menjadi hikayat yang diriwayatkan sesudah
Yesus tidak ada lagi, hal ini tidak dapat
memberhentikan tindakan orang-orang yang bertujuan
merobah teks Injil.

Ada lagi suatu perbedaan besar antara Injil Yahya
dengan ketiga lnjil lainnya, yaitu soal berapa lama
Yesus melakukan tugasnya. Markus, Matius dan Lukas
mengatakan hanya satu tahun, sedangkan Yahya mengatakan
lebih dari dua tahun O. Culmann mengikuti Yahya.

Terjemahan Ekumenik mengatakan sebagai berikut:

"Injil-Injil Sinoptik menyebutkan periode Galilia yang
panjang, kemudian diteruskan dengan perjalanan agak
panjang ke Yudea, kemudian menetap sebentar di
Yerusalem; sebaliknya Yahya menceritakan Yesus serirg
pindah dari satu daerah ke daerah lain, tetapi lama di
Yudea, khususnya di Yerusalem ( I, 19-51 . 2, 13-36. 5,
1-47. 14, 20-31). Ia menyebutkan beberapa keramaian
Paskah (2, 13, 5, 1. 6, 4, 11, 55) dan dengan begitu
memberi kesan bahwa Yesus bertugas lebih dari dua tahun

Siapa yang kita percaya? Markuskah atau Matius atau
Lukas atau Yahya?

















































Sumber-sumber Injil



KONKLUSI UMUM

Pada akhir penyelidikan, telah nyata bahwa pendapat yang
dianut kebanyakan orang di Barat tentang kitab-kitab suci
yang kita miliki sekarang adalah tidak benar. Kita telah
melihat keadaan-keadaan dan zaman-zaman serta caranya
unsur-unsur Perjanjian Lama, Injil, dan Qur-an dikumpulkan
dan disusun. Keadaan yang mendahului lahirnya tiga kitab
wahyu berbeda sekali satu dengan lainnya; hal ini
menimbulkan akibat yang sangat penting mengenai autentisitas
teks dan aspek-aspek tertentu mengenai isinya.

Perjanjian Lama merupakan kumpulan karya sastra yang
dihasilkan selama ± 9 abad. Perjanjian Lama merupakan
campuran mosaik yang unsur-unsurnya sepanjang masa telah
dirubah-rubah oleh manusia; beberapa paragraf baru
ditambahkan kepada yang sudah ada sehingga pada waktu
sekarang sangat sulit untuk menemukan asalnya.

Injil dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada manusia
dengan jalan meriwayatkan tindakan dan ucapan Yesus, yaitu
ajaran-ajaran yang ia ingin mewariskan ketika tugasnya di
atas bumi sudah selesai. Kesulitan yang terdapat dalam Injil
ialah bahwa penulis-penulisnya bukan saksi mata yang
menyaksikan fakta-fakta yang mereka laporkan. Ajaran-ajaran
Injil hanya merupakan ekspresi berita tentang kehidupan
Yesus yang ditulis oleh juru bicara masyarakat Yahudi
Kristen, dalam bentuk tradisi lisan atau tulisan yang
sekarang sudah musnah, dan yang dahulu menjadi perantara
antara tradisi lisan dan teks yang definitif.

Dengan latar belakang inilah orang harus memandang kitab
suci Yahudi Kristen, dan jika kita ingin memikir secara
obyektif, kita harus meninggalkan konsepsi tafsir-tafsir
kuno.

Banyaknya sumber-sumber asal, mengakibatkan kontradiksi dan
pertentangan yang tak dapat dielakkan dan yang telah kita
berikan contoh-contoh yang banyak. Pengarang-pengarang Injil
mempunyai kecenderungan untuk membesar-besarkan beberapa
fakta mengenai Yesus, sebagai mana pengarang sastra epik
Perancis di abad Pertengahan berbuat tentang "Chansons de
geste." Dengan begitu maka kejadian-kejadian digambarkan
dengan nada khusus yang dõmiliki oleh pengarang-pengarang
itu, dan autentisitas fakta yang diriwayatkan, dalam
beberapa kasus menjadi sangat diragukan. Dalam kondisi
semacam itu, pernyataan-pernyataan kitab suci Yahudi Kristen
yang ada hubungannya dengan pengetahuan modern harus
diteliti dengan sikap hati-hati (reserve) yang diharuskan
oleh aspeknya yang diragukan.

Kontradiksi, kekeliruan, pertentangan dengan hasil-hasil
penyelidikan Sains modern dapat difahami sepenuhnya karena
hal-hal yang kita uraikan di atas. Tetapi rasa
keheran-heranan umat Kristen menjadi besar jika mereka
mengetahui bahwa usaha ahli-ahli tafsir resmi dilangsungkan
secara mendalam dan terus menerus untuk menutupi hal-hal
yang bertentangan dengan pengetahuan modern, dengan
permainan akrobatik dialektik yang hilang dalam lyrik
apologi. Contoh tentang hal ini kita dapatkan dalam silsilah
keturunan Yesus dalam Injil Matius dan Lukas yang
kontradiksi dan tak dapat diterima secara ilmiah, dan
menunjukkan keadaan mental yang tidak wajar. Injil Yahya
menarik perhatian kita karena perbedaan-perbedaannya yang
menyolok dengan ketiga Injil lainnya khususnya mengenai
kesepian yang biasanya tidak diperhatikan orang, yaitu tidak
disebutkannya Ekaristi di dalamnya.

Wahyu Qur-an mempunyai sejarah yang secara fundarnental
berbeda dengan dua kitab suci sebelurnnya. Diturunkan
bertahap-tahap dalam waktu kurang lebih dua puluh tahun.
Quran yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad dengan
perantaraan Malaekat Jibril, bicara langsung terus
dihafalkan oleh orang-orang yang percaya dan pada waktu yang
sama ditulis juga pada waktu Nabi Muhammad masih hidup-
Penelitian Qur-an yang terakhir yang diselenggarakan 24
tahun sesudah meninggalnya Nabi Muhammad, dan di bawah
pemerintahan Usman, dikuatkan oleh kontrol orang-orang yang
memang sudah hafal teks Qur-an, karena mereka mengerti
Qur-an pada waktu turunnya wahyu dan kemudian selalu
mengulangi hafalannya. Dari semenjak itu teks Qur-an telah
dipelihara secara sangat ketat. Qur-an tidak mengandung
problem tentang autentik atau tidak autentik.

Qur-an yang diwahyukan sesudah kedua kitab suci sebelumnya,
bukan saja bebas dari kontradiksi dalam riwayat-riwayatnya,
kontradiksi yang menjadi ciri Injil-Injil karena disusun
oleh manusia tetapi juga menyajikan kepada orang yang
mempelajarinya secara obyektif dengan mengambil petunjuk
dari Sains modern, suatu sifat yang khusus, yakni
persesuaian yang sempurna dengan hasil Sains modern. Lebih
dari itu semua, sebagai yang sudah kita buktikan Qur-an
mengandung pernyataan ilmiah yang sangat modern yang tidak
masuk akal jika dikatakan bahwa orang yang hidup pada waktu
Qur-an diwahyukan itu adalah pencetus-pencetusnya. Dengan
begitu maka pengetahuan ilmiah modern memungkinkan kita
memahami ayat-ayat tertentu dalam Qur-an yang sampai
sekarang tidak dapat ditafsirkan.

Perbandingan beberapa riwayat Bibel dengan riwayat Quran
tentang hal yang sama menunjukkan adanya perbedaan
fundamental antara pernyataan Bibel yang tak dapat diterima
secara ilmiah dengan pernyataan Qur-an yang sesuai
sepenuhnya dengan Sains modern, umpamanya tentang penciptaan
dan tentang banjir Nabi Nuh seperti yang sudah kita lihat.

Mengenai Exodus Musa kita dapatkan dalam Qur-an suatu
tambahan yang berharga kepada riwayat Perjanjian Lama.
Tambahan itu seluruhnya sesuai dengan hasil-hasil
penyelidikan arkeologi yang menunjukkan bila
kejadian-kejadian dalam sejarah Musa itu terjadi. Perbedaan
sangat penting antara Qur-an dan Bibel dalam soal-soal lain
adalah pertentangan dengan anggapan bahwa Muhammad menjiplak
suatu copy Bibel untuk menulis Qur-an, semua itu tanpa
bukti.

Akhirnya, penelitian perbandingan tentang penyataan yang
penting untuk Sains, terdapat dalam Hadits, kata-kata
Muhammad; tetapi banyak di antara yang disangsikan
kebenarannya, walaupun menunjukkan kepercayaan manusia pada
waktu itu dan di lain pihak pernyataan Qur-an yang mengenai
Sains juga, menunjukkan perbedaan besar yang meyakinkan kita
bahwa sumber Hadits berlainan dengan sumber Qur-an.

Orang tidak dapat menggambarkan bahwa banyak pernyataan
Qur-an yang mempunyai aspek ilmiah itu adalah karya manusia,
karena keadaan pengetahuan pada zaman Muhammad tidak
memungkinkan hal tersebut. Oleh karena itu adalah wajar,
bukan saja untuk mengatakan bahwa Qur-an itu ekspresi suatu
wahyu akan tetapi juga untuk memberikan kedududukan yang
istimewa kepada wahyu Qur-an berhubung dengan jaminan
autentisitasnya dan berhubung dengan terdapatnya
pernyataan-pernyataan ilmiah yang setelah- diteliti pada
zaman kita sekarang ini, ternyata sebagai satu tantangan
kepada penjelasan yang berasal dari manusia.

BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta






















Catatan kaki:
1 Tiap tiap bentuk permusuhan terhadap Islam, walaupun
datangnya dari musuh-musuh agama Kristen, pada waktu
tertentu dalam sejarah, mendapat smbutan yang hangat
dari pembesar-pembesar tertinggi dalam gereja Katolik.
Paus Benoit XIV yang mashur sebagai Paus yang terbesar
pada abad XVIII, tidak ragu-ragu untuk mengirim restunya
kepada Voltaire. Dengan mengirim restu itu, Paus
tersebut ingin menyampaikan terima kasihnya, karena
Voltaire mempersembahkan karangannya "Mohammad atau
Fanatisme" (1741) kepada Paus Benoit XIV tersebut.
Karangan tersebut merupakan ejekan
kasar terhadap Muhammad, yang kwalitasnya sama dengan
buku apa saja yang ditulis oleh ahli pena yang pandai
tetapi beriktikad jahat. Tragedi tersebut mendapat
kehormatan karena termasuk dalam lakon-lakon dalam
kumpulan Comedie Francaise.
2 Lumen Gentium, judul suatu dokumen Konsili Vatikan
(1962-1965).
3 Soal bahasa dan terjemahan memang sulit. Di Indonesia
sebaliknya. Kita lebih suka memakai kata "Allah" sebab
sudah terang bahwa "Allah" adalah kata yang tersebut
dalam Al Qur-an dan sebagian besar bangsa Indonesia
beragama Islam. Kata "Allah" mempunyai konotasi sendiri
yakni: sifat-sifat yang ada dalam Qur-an seperti sifat
Tunggal, adil, bijaksana, pemurah, penyayang dan
seterusnya, sedang kata Tuhan mempunyai konotasi
menurut agama orang yang memakainya (Rasjidi).
4 Para penterjemah Qur-an yang masyhur-masyhur tidak
terlepas danpada kebiasaan sekuler ini, yakni memasukkan
dalam terjemahan mereka hal-hal yang tak terdapat dalam
teks Arab. Dengan tidak merubah teks, orang dapat
menambah judul yang tak terdapat dalam teks asli, dan
tambahan itu merubah arti umum -- R. Blachere dalam
terjemahannya yang terkenal, terbitan Maisonneuse tahun
1966 halaman 115, memasukkan judul yang tak terdapat
dalam Qur-an di atas ayat-ayat yang memang mengajak
umat Islam untuk memegang senjata, akan tetapi bukan
mengajak kepada agressi, R. Blachere membubuhi judul
"Kewajiban untuk melakukan perang suci." Tentu saja
pembaca yang tidak dapat memahami Qur-an kecuali dengan
terjemahan akan merasa yakin bahwa seorang Islam wajib
melakukan Perang Suci.
5 Menurut penyelidikan, ketika Nabi Muhammad masih hidup
ada beberapa sahabat yang mengumpulkan Hadits-Hadits
untuk keperluan pribadi; Penterjemah Rasyidi.
6 Wahyu ini telah merubah keadaan Nabi Muhammad. Kita akan
membicarakan artinya, khususnya berhubung karena Nabi
Muhammad tak dapat membaca dan menulis pada waktu itu.
7 Pengarang menghitung waktu turunnya wahyu Kerasulan
Muhammad adalah 23 tahun, 13 di Mekah dan 10 di Medinah.
Tetapi antara wahyu pertama dan kedua terjadi masa putus
selama 3 tahun. (Rasjidi).
8 Saya pernah baca di majalah Time beberapa Tahun yang
lalu, bahwa Presiden Russia, Breznev menghadiahkan
mushaf Uthmani berasal dari Tasykent kepada Kepala
Negara Libya, Mua'mmar Qadhafi.
9 Riwayat Bibel yang dimaksudkan di sini adalah riwayat
Sakerdotal (riwayat para pendeta) yang telah dibicarakan
dalam bagian pertama daripada buku ini. Riwayat Yahwist
yang hanya diringkas dalam beberapa baris dalam teks
Bibel sekarang adalah sangat tidak berarti untuk
dibicarakan.
10 Kita dapatkan bahwa bulan dan matahari yang keduanya
dalam Bibel dinamakan benda bercahaya, di sini dan di
lain tempat dalam Qur-an diberi dua nama yang berbeda.
Di sini bulan dinamakan cahaya (nur) dan matahari
dibandingkan dengan pelita (siraj) yang mengeluarkan
cahaya. Di lain tempat kita akan mendapatkan nama-nama
atau sifat lain untuk matahari.
11 Di luar Qur-an, pada zaman Nabi dan abad-abad sesudahnya
dalam teks-teks yang meriwayatkan Hadits angka 7 dipakai
untuk menunjukkan "banyak."
12 Pernyataaan bahwa penciptaan sama sekali tidak
meletihkan Tuhan nampak sebagai jawaban yang tepat
terhadap riwayat Bibel yang kita muat dalam bagian
pertama daripada buku ini, yaitu bagian yang mengatakan
bahwa Tuhan beristirahat pada hari ketujuh sesudah Dia
bekerja pada hari-hari sebelumnya.
13 Mengenai bulan, orang berpendapat bahwa asalnya adalah
pecahan daripada bumi, disebabkan oleh makin lambatnya
peredaran.
14 Saya sering mendengar dari orang-orang yang berusaha
mencari penjelasan manusiawi mengenai soal-soal yang
ditimbulkan oleh Qur-an, bahwa Qur-an memuat
keterangan-keterangan yang tepat dan mengherankan
tentang astronomi, hal itu karena orang Arab memang
menonjol dalam pengetahuan astronomi. Penjelasan
seperti tersebut melupakan bahwa pada umumnya
perkembangan Sains di negara-negara Islam terjadi
setelah Qur-an selesai diwahyukan, dan melupakan pula
bahwa pengetahuan ilmiah pada periode yang agung itu
tidak memungkinkan seorang manusia untuk menulis
ayat-ayat tentang astronomi yang kita dapatkan dalam
Qur-an. Pembuktian tentang hal ini akan saya berikan
dalam paragraf-paragraf yang akan datang.
15 excentriq artinya dua lingkaran yang titik pusatnya
berlainan.
16 Ayat ini diikuti dengan ajakan untuk mengakui nikmat
Tuhan; itulah isi pokok daripada surat 55.
17 Kota Sana'a, sekarang ibu kota Yaman telah didiami orang
pada zaman Nabi Muhammad. Kota itu terletak dalam
ketinggian 2400 m.
18 Dalam ayat lain (surat 6 ayat 98) "tempat menetap"
dikatakan dengan istilah yang sangat dekat dengan
istilah di atas dan dapat berarti uterus (rahim) ibu.
Secara pribadi saya berpendapat bahwa itulah arti ayat
tadi, akan tetapi interpretasinya yang terperinci
memerlukan perkembangan-perkembangan yang di sini bukan
tempatnya untuk menyebutkannya. Surat 39 ayat 6
artinya: "Dia menjadikan kamu dalam badan ibumu,
kejadian demi kejadian, dalam tiga kegelapan." Juga
memerlukan interpretasi yang tepat. Ahli-ahli tafsir
modern mengartikannya sebagai tiga bagian anatomik yang
memelihara bayi dalam kandungan: dinding perut, rahim
dan zat-zat yang membungkus bayi (placenta, membrane,
dan cairan aminotik). Saya merasa perlu menyebutkan
ayat tersebut agar penyelidikan ini menjadi sempurna.
Interpretasi yang diberikan di sini secara anatomis tak
dapat dibantah, tetapi apakah itu yang dimaksudkan oleh
teks Qur-an.
19 Sepanjang pengetahuan penterjemah, hanya R. Blachere
yang mengartikan ayat tersebut dengan pengertian itu.
20 Semenjak manusia mengetahui tentang kronologi zaman kuno
dan mengetahui bahwa khayalan kronologi daripada
penulis-penulis teks Sakerdotal dalam Perjanjian Lama
tidak dapat dipercaya, kronologi tersebut lekas-lekas
dihilangkan dari Bibel. Tetapi ahli tafsir modern
tentang silsilah keturunan, yang sampai sekarang masih
dimuat dalam Bibel, tidak menarik perhatian pembaca
Bibel yang dicetak untuk awam kepada
kesaiahan-kesalahan yang terdapat dalam Bibel.
21 Rass adalah telaga yang sudah kering, kaum Rass
menyembah patung dan Tuhan mengutus Nabi Syu'aib kepada
mereka.
22 Kita akan lihat bahwa angka ini berlebih-lebihan.
23 Pada masa jayanya dinasti Ptolomeus, sebelum dihancurkan
oleh tentara Romawi di Iskandariyah terdapat
dokumen-dokumen penting tentang sejarah kuno.
Dokumen-dokumen tersebut sudah hilang.
24 Dalam sejarah suci pada permulaan abad XX seperti yang
dikarang oleh pendeta H. Lesetre untuk
pelajaran-pelajaran agama, disebutkan bahwa Exodus
terjadi pada waktu Mineptah memerintah Mesir.
25 R. P.B. Couroyer, Professor di Sekolah Bibel Yerusalem,
dalam komentarnya tentang Kitab Kejadian mengatakan
bahwa nama "Israil" selalu disertai kata "aku" dan
bukan "negara" seperti nama-nama lain yang terdapat
dalam dokumen.
26 Tentunya yang dimaksudkan oleh pengarang tafsir itu
adalah riwayat Bibel.
27 Thorax: badan-badan manusia antara leher dan diaphram,
mengandung alat pernafasan dan sirkulasi.
28 Endoscopie: alat untuk mengetahui keadaan dalam badan
manusia.
29 Mumia Ramses II, seorang saksi dalam sejarah Nabi Musa
juga menjadi bahan penyelidikan seperti mumia Mineptah.
Penyelidikan tersebut memerlukan daya upaya yang sama.
30 Sesungguhnya, kata yang lebih tepat adalah Sunnah Nabi.
Hadits berarti riwayat, yakni orang-orang yang bernama
baik itu meriwayatkan tentang Sunnah Nabi.
(penterjemah).
31 Dalam menguraikan pendapatnya mengenai Hadits
obat-obatan, pengarang menimbulkan kesan bahwa ia sangat
terpengaruh dengan pengobatan modern. Hal ini dapat
difahami karena ia adalah seorang dokter ahli bedah
yang hidup di Paris Barangkali kalau ia mengunjungi
Indonesia ia akan keheran-heranan melihat jamu-jamu dan
pengobatan tradisional yang masih dipraktekkan orang
(penterjemah).
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta